Ketum Perpadi sebut Beras dan Gabah Surplus, Bulog Gunakan HPP, Sementara Harga Saat ini Melambung Tinggi

FOTO: Presiden Jokowi bersama para petani di Desa Baji Pamai di Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (30/03/2023)
FOTO: Presiden Jokowi bersama para petani di Desa Baji Pamai di Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (30/03/2023)

LEGIONNEWS.COM – NASIONAL, Ketua Umum (Ketum) Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso angkat bicara soal rencana pemerintah yang akan melakukan impor beras dalam waktu dekat ini.

Sutarto dalam penjelaskan mengatakan bahwa sebenarnya kondisi dan situasi di lapangan saat ini gabah dan beras tersedia dan surplus karena sedang masa panen raya. Namun, karena harga gabah yang melambung tinggi sehingga Bulog kesulitan dalam menyerap gabah.

“Sebenarnya kalau untuk bulan-bulan ini, di lapangan juga sedang surplus. Jadi, situasi di lapangan pada dasarnya itu gabah tersedia di lapangan. Yang menjadi persoalan sekarang ini kan harga gabah yang masih tinggi sehingga harga yang harus dibeli pemerintah yaitu sesuai dengan HPP (harga pembelian pemerintah) itu tidak terpenuhi. Persoalannya itu di situ,” kata Sutarto seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (30/3/2023).

Adapun alasan kenapa harga gabah saat ini tinggi, kata dia, karena antara kebutuhan bulanan dengan hasil produksi dari panen cenderung di bawah, atau hasil panen tersebut masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat selama satu bulan.

Advertisement

“Di lain sisi juga tidak semua yang dipanen itu masuk ke pasar. Itu bisa kita lihat dari data yang dikeluarkan oleh BPS maupun Badan Pangan (Bapanas/ Badang Pangan Nasional). Itu kan sebagai contoh, untuk akhir tahun lalu 31 Desember 2022, itu kan surplus kita kan.. stok nasional kita kan 4 juta ton, tapi ternyata 4 juta ton itu sebagian besar 47% nya itu ada di produsen dan di konsumen,” terangnya.

“(Sedangkan) yang tersedia di pasar dan penggilingan pada akhir Desember 2022 lalu itu hanya 29% tapi katakanlah 30%. Nah kalau 30% dari 4 juta itu kan hanya 1,2 juta ton, kan situasinya seperti itu,” tambah Sutarto.

Baca: Terjun ke Pasar Ini, Jokowi Sebut Harga Beras Sudah Turun
Sutarto mengaku telah mengonfirmasi ke beberapa penggilingan mulai dari Aceh sampai Jawa Timur. Ternyata penggilingan padi Indonesia saat ini hanya mampu mengisi gudangnya di bawah 50% dari normalnya.

“Misal normalnya penggilingan padi A itu mungkin 1.000 ribu ton, ternyata sekarang itu isinya kurang dari 500 ton, sehingga situasinya itu masih ke sana. Nah kenapa harga ini tinggi? Itu juga karena penggilingan padi besar yang punya anggaran kuat itulah sekarang yang menjadi penentu harga di lapangan. (Penggilingan padi besar) mematok dengan harga di atas harga yang ditentukan pemerintah, yaitu antara Rp 5.000-5.500 per kg gabah, ternyata harga beli mereka sampai Rp 5.900-5.700 per kg,” tuturnya.

Artinya, dengan harga demikian, Bulog akan kesulitan untuk menyerap gabah dengan harga Rp 5.700-5.900 per kg.

“Untuk menjadi beras yang harus dipasok ke Bulog itu tidak masuk. Ya toh karena yang dipatok Bulog Rp 9.950 per kg beras. Untuk 9.950 itu kalau harga gabah maksimum Rp 5.000-5.500 sebenarnya,” ujarnya.

Ini Rinciannya Kecuali, lanjut dia, Bulog mau langsung membeli gabah itu sendiri ke petani, tidak melalui pihak ketiga, yaitu tengkulak. Dan itu juga akan memangkas mata rantai sehingga harga yang ditawarkan akan masuk dan Bulog mampu menyerap lebih banyak lagi.

“Kalau dulu Bulog itu pernah melakukan kerja sama dengan petani, sekarang ada nggak itu kerja sama sama petani? Supaya memotong mata rantai tadi, jadi pihak ketiga itu bisa saja supplier gabah itu melalui pihak ketiga. Justru sekarang yang memainkan harga ini antara tengkulak sama penggilingan padi besar,” tukas dia.

“Makanya, kalau mau memotong mata rantai supaya Bulog juga dapat gabah, seyogyanya Bulog ini membangun kerja sama dengan petani, dengan kelompok-kelompok tani. Seyogyanya seperti itu yang harus dilakukan bulog,” imbuhnya.

Selain itu, Sutarto melihat penyebab harga gabah masih tetap tinggi karena kini pertanian dikuasai oleh penggilingan besar, di mana para penggilingan besar tersebut tak segan-segan membeli gabah dengan harga tinggi, yang penting gudangnya dapat terpenuhi.

Akibatnya tercipta harga yang tinggi dan pelaku bisnis besar tersebut secara tidak langsung telah memainkan peran besar dalam menentukan harga.

“Pelaku-pelaku bisnis besar lah yang sekarang yang menentukan harga jadinya, bukan Bulog sendiri, pelaku bisnis kecil itu hanya followers,” ujarnya.

“Jadi, kalau ditanya.. apakah di lapangan gabah atau beras tidak ada? Gabah dan beras ada, tapi persoalannya kan sekarang ini yang terjadi adalah stok pemerintah sejak tahun lalu itu terlalu sedikit,” lanjut dia.

Maka untuk mengisi stok CBP yang kritis, ditambah penyerapan dalam negeri yang tidak bisa maksimal, sehingga pemerintah memutuskan untuk membuka keran impor di tahun 2023 ini sebanyak 2 juta ton beras, di mana 500 ribu ton diantaranya harus dilakukan dengan segera. (**)

Advertisement