SEJARAH – Pahlawan Nasional Abdurrahman Baswedan dikenal sebagai jurnalis nasionalis, pejuang kemerdekaan, diplomat, dan sastrawan. Ia juga memperjuangkan hak orang-orang Tionghoa yang menjadi korban dari peliknya urusan birokrasi terkait kewarganegaraan Indonesia. Ia adalah kakek dari Novel Baswedan dan Anies Baswedan.
Ia pernah menjabat sebagai anggota Badan Penyelidikan Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Abdurrahman Baswedan lahir di Surabaya, 9 September 1908. Semasa hidupnya, Baswedan dikenal sebagai seorang pemberontak terhadap penjajahan. Pada 1 Agustus 1934, Harian Matahari Semarang memuat tulisan Baswedan menyerukan kepada warga keturunan agar bersatu membantu perjuangan Indonesia. Baswedan mengajak mereka menganut asas di mana saya lahir di situlah tanah airku.
Baswedan juga memperjuangkan orang-orang Tionghoa yang menjadi korban dari peliknya urusan birokrasi terkait kewarganegaraan Indonesia setelah pengakuan kedaulatan (1949).
“Janganlah kita hanya memandang dari kacamata yuridis-formal saja, akan tetapi kita harus selalu berpegang teguh pada prinsip yang kita pakai sewaktu kita menyusun negara kita, seperti telah tercantum dalam UUD dan Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia bahwa kaum peranakan Tionghoa harus kita anggap sebagai rakyat Indonesia,” tutur Baswedan kepada Antara (10/1/1952).
Pada masa revolusi, Baswedan berperan penting, yaitu menyiapkan gerakan pemuda untuk berperang melawan Belanda. Mereka yang terpilih dilatih semi militer di barak-barak. Pada 1942, di masa pendudukan Jepang, Baswedan ditahan.
Pada 1948, ketika Indonesia merdeka, ia mempertaruhkan keselamatan nyawanya saat membawa dokumen pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Mesir.
Ia memperoleh gangguan dan hambatan yang tidaklah sedikit. Namun, berkat kecerdikannya, ia pun menaruh dokumen tersebut di kaos kakinya. Dokumen penting itu pun selamat dan Indonesia berhasil mendapat pengakuan penuh sebagai negara merdeka, secara de facto dan de jure.
Baswedan sangat produktif menulis. Tulisan-tulisannya pada masanya kerap ditampilkan di media perjuangan kebangsaan Indonesia.
Pada 1986, kondisi kesehatan Baswedan menurun. Ia pun meninggal pada 16 Maret 1986. Jenazahnya disemayamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir. Atas jasanya, Baswedan pun memperoleh gelar Pahlawan Nasional pada 8 November 2018.
Selain itu, penghargaan lain yang ia peroleh antara lain: Negara pada 1970 mengakui A.R. Baswedan sebagai salah seorang Perintis Kemerdekaan. Pada 9 November 1992, negara mengakui dan menghargai kontribusi besar Baswedan yang turut menyusun UUD 1945 dalam BPUPKI. Karena itu, negara menganugerahkan Bintang Mahaputra Utama kepada A.R. Baswedan dan 44 anggota BPUPKI lainnya. Pada 23 Desember 1995, Aljazair memberikan medali kepada A.R. Baswedan atas pertemanannya dengan para tokoh Aljazair dan memberikan bantuan moril atas peristiwa Revolusi Aljazair 1 November 1954. Pada 2013, Presiden Soesilo Bambang Yoedhoyono juga menganugerahi A.R. Baswedan Bintang Mahaputra Adipradana pada 10 Agustus 2013.