LEGIONNEWS.COM – GOWA, Direktur Eksekutif Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Gowa Raya angkat Bicara soal kasus rudapaksa oleh anak seorang pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gowa, Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu yang belakang disebutkan bakal dilakukan upaya ‘Restorasi Justice’ (RJ) oleh pihak kepolisian setempat.
Akan hal itu, Sejumlah aktivis dari LKBHMI mendatangi Mapolres Gowa menggelar aksi unjuk rasa pada Jumat (8/3/2024) lalu yang dipimpin Direktur Pemberdayaan Masyarakat dan Partisipasi LKBHMI Cabang Gowa Raya, Nurhidayatullah.
Mereka mendesak agar Kapolres, Bupati dan BKPSDM Kabupaten Gowa tindak menganggap sepele persoalan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Menurut Aenul Ikhsan, Direktur Eksekutif LKBHMI kasus rudapaksa perlu pengawalan serius, yang dikatakannya seringkali korban perempuan tidak terlindungi dalam sistem peradilan pidana.
“Mekanisme perdamaian tentu sangat merugikan korban pemerkosaan,” ujar Direktur Eksekutif LKBHMI Gowa Raya ini. Kamis (14/3)
Direktur Eksekutif LKBHMI Gowa Raya ini, mengatakan kasus TPKS dilakukan diatas mobil dinas yang di duga dilakukan oleh empat orang, 2 diantaranya anak pejabat di Pemkab Gowa perlu dilakukan penanganan serius.
“Apalagi dalam kasus ini, Dua diantara 4 pelaku dekat dengan relasi kuasa sehingga perlu di waspadai adanya Obstruction Of Justice sehingga pendampingan hukum sangat penting agar korban mendapatkan keadilan,” kata Aenul Ikhsan.
“Apalagi perbuatan rudapaksa itu dilakukan diatas kendaraan dinas milik pemerintah daerah. Hal ini tentunya penyalahgunaan fasilitas negara, untuk itu kami mendesak agar Bupati dan Kapolres Gowa untuk memberikan sanksi berat atas penyalahgunaan fasilitas Negara” tegas Ikhsan.
Dalam aksi moralnya itu Direktur Pemberdayaan Masyarakat dan Partisipasi LKBHMI Cabang Gowa Raya, menyampaikan 4 point penting disampaikan ke Kapolres dan Bupati Gowa. Diantaranya;
PERTAMA, Dengan tegas namun tidak merendahkan kinerja Kepolisian, Perlunya penyamaan persepsi aparat dalam hal penyelesaian perkara TPKS itu belum merata, mengapa demikian karena kadangkala korban perempuan tidak terlindungi dalam sistem peradilan pidana.
KEDUA, Mekanisme perdamaian merugikan korban pemerkosaan. Apalagi dua diantara 4 pelaku dekat dengan relasi kuasa sehingga perlu di waspadai adanya Obstruction Of Justice sehingga pendampingan hukum sangat penting agar korban mendapatkan keadilan.
KETIGA, Kapolres dan Bupati Gowa untuk mendukung penuh langkah penyidik kepolisian agar mewaspadai adanya obstruction Of Justice atau menghalang-halangi penegakan hukum dengan modus dorongan damai.
KEEMPAT, Kapolres Gowa diwajibkan tunduk dan taat atas peraturan perundang-undangan. Khususnya UU TPKS meskipun Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 telah mengatur penghentian tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif. Untuk kasus rudapaksa ini tidak memenuhi persyaratan umum yaitu syarat materil di Pasal 5 huruf a yaitu tidak menimbulkan keresahan dan penolakan dari masyarakat.
“Dari keempat tuntutan diatas, Tentunya pihak kepolisian harus lebih bijak dan berpihak kepada korban dalam proses penanganan kasus rudapaksa,” katanya.
“Tidak lepas dari kasus itu sanksi berat juga harus diberikan oleh pemilik kendaraan dinas. Pastinya kami menunggu hasilnya seperti apa sesuai janji para pejabat yang mewakili Bupati Gowa yaitu Kepala Kesbangpol dan Asisten 3 bidang pemerintahan,” tutup Ikhsan. (**)