Kasus Korupsi Pembebasan Lahan Bandara Buntu Kunik Tahap P21, Butuh 8 Tahun Sejak era Theofilus Allorerung

Foto Lahan Bandara Buntu Kunyi (sumber Beritalima.com)

MAKASSAR||Legion-news.com Kasus dugaan korupsi pembebas lahan Bandara Mengkendek Tana Toraja, yang kini diberi nama Bandara Buntu Kunik Tana Toraja. Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dir Ditresmsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri, “akhirnya P-21, ” kata Widoni, Jumat (8/1/2021)

“Setelah kami berkoordinasi secara intens dengan pihak Kejati Sulsel, akhirnya berkas perkara itu dinyatakan lengkap, ” ucap Widoni.

Padahal, kasus ini sudah memakan waktu kurang lebih delapan tahun. Proses hukum sudah dimulai pada 2012.

Menurutnya, molornya kasus tersebut karena berkas kasus tersebut sering dikembalikan oleh tim jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi karena belum cukup bukti, termasuk adanya beberapa syarat formil dan syarat materil yang belum terpenuhi.

Advertisement

Kasus dugaan korupsi pembebas lahan Bandara Mengkendek Tana Toraja, Sempat menjadi perhatian akademisi Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKI Paulus) Makassar, Jermias Rarsina.

Seperti di lansir dari pluz.id Dosen Fakultas Hukum UKI Paulus Makassar ini, mengatakan, sejatinya kepastian hukum atas persoalan tersebut dibuka terang benderang. Dugaan korupsi tersebut harus dibuktikan kebenarannya melalui proses hukum hingga tuntas.

Dalam kasus tersebut, pembayaran ganti kerugian ditemukan fakta hukum terdapat objek hak tanah yang dibayar bukan pada subjek pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.

Fakta hukum tersebut didasarkan pada sengketa hukum perdata di Pengadilan Negeri Makale, Tana Toraja yang memenangkan pihak lain di luar dari orang yang telah menerima pembayaran ganti rugi dari panitia pengadaan tanah Bandara Buntu Kunik.

Hal itu, kata Jermias, panitia pengadaan tanah telah melakukan pembayaran pada pihak yang bukan pemilik lahan yang dibebaskan.

“Kejadian hukum tersebut menjadi otomatis menimbulkan kerugian keuangan negara, maka di situ lah unsur pidana dugaan tindak pidana korupsinya,” jelas Jermias, Senin (14/9/2020) lalu.

Jermias mengatakan, kasus tersebut sarat dengan perbuatan rekayasa hak atas tanah dan berdampak pada pembayaran yang salah sehingga berakibat kerugian keuangan negara. Kasus ini berproses hukum dan menjatuhkan hukuman bagi pihak-pihak yang dianggap melanggar hukum.

“Para pelakunya menjadi terdakwa, disidang di pengadilan tipikor Pengadilan Negeri Makassar dan diputus bersalah hingga mendekam di penjara,” paparnya.

Jermias menilai, proses pengembangan penyidikan kasus Bandara Buntu Kunik, begitu panjang. Tidak terbatas tanggung jawab yuridisnya hanya kepada panitia pengadaan tanah semata.

Namun, menurut Jermias, bupati terdahulu pun wajib untuk didalami keterkaitannya dengan Surat Keputusan (SK) penetapan lahan pengadaan tanah. Apalagi, ada fakta pengembangan penyidikan perkara dimana ada saksi yang mengungkapkan keterangan membenarkan pertemuan pembahasan ganti rugi lahan digelar di Rumah Jabatan Bupati, Theofilus Allorerung.

“Kita sangat berharap aparat hukum yang menanganinya segera beri kepastian hukum. Jangan sampai mendapat penilaian buruk dari masyarakat, karena dianggap tidak becus dalam menyelesaikan kasus hukum yang telah berlarut larut penanganannya. Masyarakat akan bertanya, ada apa?,” ucap Jermias.

Sekedar informasi dalam kasus ini diketahui ada delapan orang tersangka, Masing-masing mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Tana Toraja Enos Karoma, Kepala Bappeda Yunus Sirante, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Haris Paridy, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi Informatika Pos dan Telekomunikasi Agus Sosang, Mantan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Yunus Palayukan, Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Gerson Papalangi, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Zeth John Tolla, dan Camat Mengkendek Ruben Rombe Randa. (Ln)

Advertisement