Kasus CPO, Grup Wilmar Bayar Lunas Rp11,88 triliun, MMG dan PHG Belum

0
FOTO: Presiden Prabowo Subianto saat beri sambutannya di Gedung Utama Kejagung, Senin (20/10/2025). (Properti Seskab)
FOTO: Presiden Prabowo Subianto saat beri sambutannya di Gedung Utama Kejagung, Senin (20/10/2025). (Properti Seskab)

LEGIONNEWS.COM -JAKARTA, Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna mengungkapkan Wilmar Grup telah melunasi kerugian keuangan negara dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO).

Adapun nilai kerugian negara yang telah dilunasi sebesar Rp11,88 triliun.

Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) kepada awak media di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (21/10/2025).

Awalnya Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan telah memberikan batas waktu kepada Musim Mas Group (MMG) dan Permata Hijau Group (PHG) untuk melunasi uang pengganti sebesar Rp4,4 triliun dalam perkara korupsi CPO atau bahan baku minyak goreng.

“Memang ada sisa yang belum kita dapatkan untuk dua grup perusahaan,” ujar Kapuspenkum Kejagung.

“Kalau satu grup, satu perusahaan sudah dilunasi, sudah selesai yang untuk Wilmar,” katanya.

“Sedangkan untuk Musim Mas Grup dan grup perusahaan Permata Hijau ada kekurangan,” tambah Anang.

Anang Supriatna lalu menyampaikan bahwa pihaknya telah memberikan batas waktu kepada Musim Mas Group dan Permata Hijau Group untuk melunasi uang pengganti sebesar Rp4,4 triliun.

Dari keterangan Anang, Musim Mas Group diketahui baru menyetorkan Rp1,18 triliun dari total kewajiban uang pengganti sebesar Rp4,89 triliun.

Sementara Permata Hijau Group baru membayar Rp186,4 miliar dari total uang pengganti Rp937,55 miliar.

Anang lalu menegaskan, apabila dua korporasi tersebut tidak melunasi kewajibannya, maka aset perusahaan maupun pihak yang bertanggung jawab akan dirampas dan dilelang.

“Kejaksaan nantinya akan meminta batas waktu untuk segera dilunasi kerugian negaranya,” tegas Anang.

“Dan nanti apabila batas waktu belum juga (melunasi), ya aset yang disita akan kita lelang nantinya,” ujarnya.

Total kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp17,7 triliun. Dari jumlah tersebut, Kejagung telah menerima Rp13,25 triliun dari para korporasi.

Uang Rp13,25 triliun itu kemudian diserahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, disaksikan langsung Presiden Prabowo Subianto di Gedung Utama Kejagung, Senin (20/10/2025).

Pada kesempatan tersebut, Jaksa Agung menyampaikan bahwa dua korporasi meminta penundaan pelunasan, namun tetap diminta menyerahkan jaminan.

“Mereka (Musim Mas Group dan Permata Hijau Group) meminta penundaan. Dan kami, karena situasinya mungkin perekonomian, kami bisa menunda. Tetapi dengan satu kewajiban bahwa mereka harus menyerahkan kepada kami ya kelapa sawit,” kata Burhanuddin.

Ia menegaskan, Kejaksaan akan meminta jaminan berupa kebun kelapa sawit dan aset perusahaan milik dua korporasi tersebut sebagai bentuk tanggung jawab atas kekurangan pembayaran uang pengganti senilai Rp4,4 triliun.

“Dan mungkin (membayar) cicilan-cicilan, tapi kami juga akan meminta kepada mereka untuk tetap ada tepat waktunya. Kami tidak mau ini berkepanjangan, sehingga kerugian-kerugian itu tidak kami segera kembalikan,” lanjutnya.

Awal Temuan Kerugian Negara Senilai Rp17,7 dalam Kasus CPO

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung dalam kasus korupsi ekspor CPO dengan terdakwa tiga korporasi besar, yakni Wilmar Nabati Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.

Putusan itu membatalkan vonis lepas (onslag) yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/3/2025).

“Amar putusan: Kabul=JPU,” demikian bunyi putusan kasasi yang dikutip dari laman resmi MA, Kamis (25/9/2025).

Perkara ini teregister dengan nomor 8432 K/PID.SUS/2025. “Status: perkaranya telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis,” demikian informasi laman tersebut.

Majelis kasasi diketuai Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Agustinus Purnomo Hadi dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, serta panitera pengganti Wanda Andriyenni.

Dalam tuntutannya, JPU Kejagung menilai ketiga korporasi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dan dijatuhi hukuman uang pengganti serta denda.

Belakangan, penyidik Jampidsus Kejagung membongkar dugaan suap Rp40 miliar terkait vonis lepas di tingkat pertama yang menyeret hakim, pengacara, dan perwakilan korporasi. (*)

Advertisement