KASN: Calon Kepala Daerah di Merauke Berstatus ASN, Wajib Mundur dari ASN

MERAUKE ||Legion News– Rekomendasi DPP Keluar status masih ASN, Komisi aparat sipil negara meminta keterangan PLH Sekda kabupaten Merauke, Ruslan Rambli.,SE,MM, Kepala Dinas Kepegawaian dan beberapa instansi terkait, “merunutnya akan segera memanggil beberapa aparat sipil negara yang masuk dalam bursa pencalonan Bupati Kabupaten Merauke, saat acara teleconpres dengan Komisi Aparat Sipil Negara di ruang rapat kantor Bupati Merauke”.

“Komisi KASN meminta keterangan PLH Sekda Kabupaten Merauke, kata Ruslan Rambli.,SE.,MM, pihaknya akan segera memanggil calon bupati yang telah masuk dalam bursa pencalonan yang telah mendapatkan rekomendasi partai politik”. Merauke,(16/7/2020).

Advertisement

Pada saat FITKOM terkait pemanggilan aparat sipil negara yang maju dalam bursa pemilihan Bupati Kabupaten Merauke, “pihaknya akan segera membentuk tim khusus untuk melakukan pemangilan terhadap ASN yang mengikuti  pemilihan kepala daerah mendatang yang masih berstatus Aparatur Sipil Negara(ASN) yang mencalonkan dirinya menjadi kepala daerah, baik itu dari TNI, Polri, PNS, pegawai BUMN, BUMD, termasuk juga Kepala Desa dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), diwajibkan mengajukan pengunduran diri dari jabatannya.

Pasal 7 ayat (2) huruf t UU No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah Menjadi Undang-Undang menyatakan bahwa “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa”.

Memperhatikan pasal tersebut, ada dua hal yang harus diketahui oleh ASN. Pertama, harus menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota ASN. Kedua, pengunduran diri dilakukan sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan.

Untuk menjadi perhatian bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf T sekiranya harus dibaca secara komprehensif dengan huruf lainnya yang menjadi syarat calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), selanjutnya bahwa Pasal 7 ayat (2) harus dibaca dalam satu kesatuan, tidak dapat dibaca terpisah karena Pasal 7 ayat (2) huruf T mengatur secara imperative tentang syarat-syarat calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah,” paparnya.

Dengan demikian maka makna menyatakan secara tertulis pengunduran diri ASN dilaksanakan sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.

Bahkan Pasal 7 ayat (2) huruf t telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi beberapa kali, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MK No 49/PUU-XIII/2015 yang dalam putusannya menyatakan bahwa permohoan pengujian konstitusional Pasal 7 ayat (2) huruf t mutatis mutandis berlaku putusan MK No 41/PUU-XII/ 2014 dan No 45/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa “tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS harus dilakukan bukan sejak mendaftar sebagai calon melainkan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS dilakukan sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden, serta Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Bahkan dalam putusan MK tersebut jika tidak dimaknai demikian maka bertentangan dengan UUD 1945

putusan MK tersebut jika tidak dimaknai demikian maka bertentangan dengan UUD 1945.

Putusan MK sebagaimana dimaksud juga terkait dengan kedudukan ASN sebagaimana diatur dalam Pasal 199 UU No 5 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa “Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pertama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.”

Menurut MK dalam Putusannya bahwa hal tersebut memang telah memberikan kepastian hukum namun mengabaikan aspek keadilan sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang tegas menyatakan bahwa hak dimaksud bukanlah sekadar hak kepastian hukum melainkan hak kepastian hukum yang adil.

Jika ASN diminta pengunduran diri sebelum mendaftar atau bahkan pada saat mendaftar menurut MK hal tersebut hanyalah merupakan tahapan awal sebelum seseorang dinyatakan resmi atau sah sebagai calon peserta pemilihan setelah dilakukan verifikasi oleh penyelenggara pemilu.

Jika saja ASN harus mengundurkan diri sejak mendaftar pada partai politik, dan harus mengundurkan diri, padahal hampir semua partai politikmenggunakan pola rekrutmen dengan menggunakan survei, maka bagaimana jika tidak dicalonkan oleh Partai Politik atau gabungan partai politik karena surveinya tidak bagus, atau demikian halnya jika sudah daftar namun hasil verifikasi penyelenggaraan pemilu tidak meloloskan ASN sebagai pasangan calon, maka hal ini berakibat pada hak memilih dan dipilih bagi ASN dapat terbatasi untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan yang dibedakan dan dikecualikan dari dan/atau dengan kelompok warga Negara dan/atau profesi lain, sehingga pembatasan, pembedaan dan pengecualian dapat dikualifikasikan sebagai bentuk diskriminatif karena telah melakukan pembatasan hak warga negara.

Meskipun pembatasan terhadap hak konstitusional dapat dilakukan oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, namun pembatasan dari undang-undang tersebut tidak boleh bersifat absolut melainkan bersyarat (conditionaly) dan memenuhi syarat-syarat intensionalitas dalam arti dimaksudkan untuk tujuan-tujuan yang bersifat limitatif sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK 017/PUU-I/2003 menyatakan bahwa “hak konstitusional warga Negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terahadap HAM warga negara.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka makna Pasal 7 ayat (2) huruf t sangatlah tegas dalam rangka perlakuan kepastian hukum yang berkeadilan yang sudah tegas diatur dalam UU No 10 Tahun 2016 dan dilatar belakangi oleh beberapa putusan Mahkamah Konstiusi. Dengan demikian maka apabila ASN akan mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah harus menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai ASN yang dilaksanakan sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan,

Apara sipil negara yang maju dalam pemilihan Bupati harusnya “segera menjagujakan Pengunduran diri sebelum mendaftar ke partai politik”, Tutur Komisioner KASN Umar Pao.(Nuel)

Advertisement