Kader HMI ini Pemeran Soeharto dalam Film G30S/PKI

0
FOTO: dr. Amoroso Katamsi aktor yang memerankan Jenderal Soeharto dalam film Pengkhianatan G30S/PKI. (Sumber foto Facebook)
FOTO: dr. Amoroso Katamsi aktor yang memerankan Jenderal Soeharto dalam film Pengkhianatan G30S/PKI. (Sumber foto Facebook)

LEGIONNEWS.COM -Kesaksian Sang Dokter Pemeran Soeharto: Fakta di Balik Film Pengkhianatan G30S/PKI

Pada pagi yang cerah di acara “Apa Kabar Indonesia” TV One, tanggal 22 September 2017, sosok legendaris dr. Amoroso Katamsi aktor yang memerankan Jenderal Soeharto dalam film Pengkhianatan G30S/PKI hadir membagikan kenangan dan kesaksiannya. Dengan ketenangan khasnya, ia mengenang masa muda dan pengalaman langsungnya menyaksikan sejarah kelam bangsa di tahun 1965.

Ketika syuting film tersebut dimulai pada tahun 1981, Amoroso berusia 43 tahun. Namun saat peristiwa G30S/PKI meletus, ia baru 27 tahun, kala itu masih seorang mahasiswa kedokteran yang tinggal menunggu sumpah dokter. Artinya, ia hidup di masa itu sebagai saksi nyata, bukan sekadar mendengar dari cerita.

Dalam wawancaranya, dr. Amoroso mengenang pagi 1 Oktober 1965, ketika RRI menyiarkan pidato Letkol Untung tentang “Gerakan 30 September” dan pembentukan “Dewan Revolusi.”

Tak lama kemudian, sore harinya, ia mendengar pidato Mayor Jenderal Soeharto yang menenangkan bangsa dan mengendalikan keadaan.

Ketika ditanya apakah film yang ia bintangi sesuai dengan kenyataan yang ia alami, Amoroso menjawab tegas:

“Sama! Sama dengan yang saya tahu.”

Sebagai anggota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) pada masa itu, Amoroso berhadapan langsung dengan pengaruh PKI di lingkungan kampus. Karena itu, ia menegaskan bahwa film karya Arifin C. Noor tersebut bukanlah karangan, melainkan hasil riset mendalam yang menggambarkan peristiwa sebenarnya dengan cukup akurat.

Kesaksian dari Para Saksi Hidup

Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, hadir pula Amelia Yani, putri Jenderal Ahmad Yani, dan Catherine Pandjaitan, putri Jenderal D.I. Pandjaitan.
Mereka menuturkan kembali dengan getir kejadian malam itu kisah yang sama seperti yang digambarkan dalam film.

Amelia bercerita bagaimana rumahnya didatangi pasukan Tjakrabirawa yang mengaku mendapat perintah dari Presiden Soekarno. Saat ayahnya, Jenderal Ahmad Yani, meminta waktu sekadar mencuci muka, peluru justru menembus punggungnya dari belakang.

Sementara Catherine menyaksikan langsung dari balkon rumahnya ketika sang ayah ditembak di kepala dan tubuhnya diseret ke truk. Dalam keputusasaan, ia sempat meraup darah ayahnya dan mengusapkannya ke wajahnya adegan yang juga tergambar kuat dalam film dan diakuinya benar-benar terjadi.

Hingga kini, setiap kali mengenang peristiwa itu, Catherine mengaku masih merinding. Luka batin yang ia alami sebagai gadis berusia 17 tahun kala itu tak pernah benar-benar sembuh.

Fakta Produksi Film: Riset Serius dan Kejujuran Sejarah

Jajang C. Noor, istri mendiang Arifin C. Noor (sutradara film Pengkhianatan G30S/PKI), menuturkan bahwa sang suami melakukan riset selama dua tahun penuh sebelum proses syuting dimulai.

Semua istri dan anak para Pahlawan Revolusi diminta memberikan kesaksian langsung agar setiap adegan film memiliki dasar fakta. Bahkan, setiap keluarga hadir di lokasi syuting di rumah asli tempat kejadian berlangsung untuk memastikan ketepatan cerita.

Menariknya, setiap adegan penculikan selalu terjadi pada malam Jumat, sama seperti waktu peristiwa aslinya. Rangkaian kebetulan itu membuat suasana syuting sering terasa mencekam dan penuh emosi.

Ketika sebagian pihak menuding film tersebut tidak sesuai kenyataan, Jajang menegaskan bahwa adegan-adegan utama justru bersumber dari kesaksian nyata para saksi hidup. Hanya beberapa sentuhan dramatis, seperti adegan Aidit merokok, yang merupakan simbolisasi sinematik bukan pemalsuan fakta.

Antara Fakta dan Tafsir

Prof. Salim Said menambahkan bahwa tafsiran artistik dalam film adalah hal yang lumrah demi membangun suasana emosional.
Film bukanlah dokumen kaku, tetapi media yang memadukan fakta dan perasaan apalagi jika bertujuan menanamkan kesadaran sejarah kepada generasi muda.

Dr. Amoroso, Amelia, Catherine, dan Jajang sama-sama sependapat: film Pengkhianatan G30S/PKI adalah potret sejarah berdarah yang benar-benar terjadi. Ia bukan sekadar karya, melainkan pengingat abadi tentang harga mahal dari pengkhianatan dan ideologi yang menentang Pancasila.

Maka, ketika wacana muncul untuk membuat versi baru film tersebut, banyak yang bertanya:

Apakah mungkin menghadirkan kesaksian saksi hidup dengan ketepatan seperti dulu?
Apakah generasi kini siap menatap sejarah tanpa manipulasi narasi?

Sejarah bukan untuk dihapus, melainkan dipahami dengan jujur agar bangsa tak mengulang luka yang sama.

“Film ini bukan sekadar tontonan, tapi peringatan.

“Bahwa kemerdekaan pernah dibayar dengan darah para kesatria.”

Advertisement