NASIONAL, Legion-news Veronica Koman seorang pengacara dan penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) asal Indonesia yang dikenal akan advokasinya untuk isu-isu pelanggaran HAM di Papua.
Veronica Koman melakukan aksi protes terhadap keputusan Pemerintah Indonesia atas tanda kehormatan, Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres, di akun media sosial milik-Nya. Dia menyebut Eurico telah didakwa oleh pengadilan internasional.

@VeronicaKomang, “Presiden Jokowi memberikan penghargaan kepada Eurico Guterres, atas pengabdian negara indonesia. Guterres divonis di pengadilan nasional dan didakwa oleh pengadilan internasional atas kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Leste,” tulis dia dilaman akun twitter milik-Nya. Kamis, 12/8).
Embarrassing and disgusting disregard for human rights:
President Jokowi has given an award to Eurico Guterres for his 'service to the Indonesian state'. Guterres was convicted in a national court and indicted by an international court for crimes against humanity in Timor Leste. pic.twitter.com/UFdxx1WnEF
— Veronica Koman 許愛茜 (@VeronicaKoman) August 12, 2021
Atas unggahan Veronica, Jurnalis cetak dan Televisi yang dikenal di negara asalnya Australia John Martinkus mengomentari unggahan Veronica.
Akun twitter @MartinkusJohn membalas cuitan Veronika Komang, “@Interviewed him in his Kupang house on the hill when he was supposed to be in jail in 2005. He was totally free, having rallies, going to nightclubs. He said he had friends looking after him. Even had his own weapons with him.”
@MartinkusJohn, “Saya mewawancarai di rumahnya di Kupang diatas bukit ketika dia seharusnya berada di penjara pada tahun 2005. Dia benar-benar bebas, mengadakan demostrasi, pergi ke club malam. Dia bilang dipunya teman yang menjaganya. Bahkan membawa senjata sendiri bersamanya, tulis cuitan jurnalis Australia ini. Kamis,
Dikutip dari Wikipedia John Martinkus adalah jurnalis cetak dan televisi yang dikenal di negara asalnya Australia karena liputannya dari zona konflik.
Dia mulai melaporkan dari Timor Timur yang diduduki Indonesia pada tahun 1995 dan mendirikan pangkalan di sana secara permanen pada tahun 1998.
Pelaporannya untuk Associated Press membantu mempengaruhi masyarakat internasional untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian PBB pada akhir 1999 setelah militer Indonesia bereaksi keras terhadap PBB- mengadakan referendum di mana 87% rakyat Timor Timur memilih Kemerdekaan.
Dia melaporkan secara ekstensif dari Papua dan Aceh di Indonesia, dua provinsi yang juga telah lama berperang untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Dia juga melaporkan dari Afghanistan dan Irak. Pada Oktober 2004, dia diculik di luar hotelnya di Baghdad oleh pemberontak Sunni yang membebaskannya 24 jam kemudian setelah menggunakan internet untuk memverifikasi statusnya sebagai jurnalis.
Pada tahun 2011, Martinkus ditugaskan untuk melakukan perjalanan ke Afghanistan sebagai Sinematografer Perang Australia Resmi untuk Australian War Memorial.
Martinkus tinggal di Hobart, Tasmania . Dia sebelumnya mengajar di Sekolah Jurnalisme, Media dan Komunikasi di Universitas Tasmania. (Let)

























