Judicial Review Sistem Pemilu Proporsional Terbuka, Hakim MK Singgung Kader Parpol yang Berdarah-darah

FOTO: Saldi Isra Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Foto/SINDOnews
FOTO: Saldi Isra Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Foto/SINDOnews

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Titi Anggraini hadir dalam sidang gugatan sistem pemilu profesional terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.

Dalam kesempatan itu Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menanggapi keterangan ahli Titi Anggraini yang menyinggung soal kader parpol yang berdarah-darah dalam mengabdi untuk parpolnya.

Tapi menurut Saldi justru belakangan ini kader tulen malah kalah dengan caleg yang bermodal populer semata.

Ahli berpendapat soal usulan caleg minimal sudah 3 tahun bergabung dengan parpol untuk diusulkan sebagai Caleg. Sebab hal itu untuk menghindari petualang politik.

Advertisement

“Pertanyaan ke Titi Anggraini terkait fenomena loncat. Hampir semua parpol yang ada di sidang di sini melakukan hal yang sama (mengajukan caleg populer). Kader yang berdarah-darah di partai, ditinggalkan begitu saja. Kalau masuk, nomor tidak terpilih,” kata Saldi Isra dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang disiarkan lewat chanel YouTube MK, Senin (15/5/2023)

Dalam pemaparannya, Titi Anggraini mengajukan opsi pilihan gabung 3 tahun bagi caleg untuk menghindari caleg kutu loncat.

Saldi Isra meminta masukan bagaimana dengan mantan pejabat negara yang pensiun dan bergabung dengan parpol dalam waktu dekat. Apakah hal itu bisa atau tidak.

“Minimal 3 tahun sebelum pendaftaran caleg. Mengapa harus 3 tahun? Apakah 3 tahun untuk semua level? DPR/DPRD? Atau bisa dibedakan?” tanya Saldi seperti dikutip dari lewat chanel YouTube MK.

Guru besar hukum Universitas Andalas itu kemudian melanjutkan. Pada prinsipnya, Saldi Isra sepakat bila caleg adalah kader yang paham ideologi parpol yang menjadi rumahnya.

“Orang dicalonkan setelah paham ideologi parpol. Kalau tidak ada waktu, kan tidak paham,” ucap Saldi.

Ahli lalu menilai bahwa 3 tahun dan 5 tahun sama saja. Prinsipnya perlu waktu pendidikan politik kader terhadap parpol yang diikutinya.

“3 Tahun sama dengan 5 tahun. Masa pencalonan dilakukan paling lambat 9 bulan sebelum hari pemungutan suara. 3 Tahun dimungkinkan dalam kaderisasi dan penanaman ideologi parpol,” jawab Titi. (*)

Advertisement