Judicial Review Sistem Pemilu Proporsional Terbuka, Fenomena Munculnya Oligarki Menguasai Demokrasi

Ilustrasi sidang di Mahkamah Konstitusi
Ilustrasi sidang di Mahkamah Konstitusi

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Judicial Review Sistem Pemilu Proporsional Terbuka kembali bergulir Senin (15/5) di Mahkamah Konstitusi di Jakarta. Hadir sebagai ahli Khairul Fahmi dari Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat.

Hakim konstitusi Arief Hidayat menanyakan sistem pemilu yang sangat bebas sehingga muncul oligarki menguasai demokrasi.

Kemudian didalam sidang gugatan uji materiil Sistem Pemilu Proporsional Terbuka. Arif Hidayat meminta para ahli mengurai dan mengelaborasi fenomena itu.

“Ada kecenderungan pemegang bisnis yang luar biasa, pemegang media yang luar biasa, yang sangat tidak diuntungkan adalah demokrasi, yang tidak diuntungkan adalah negara hukum,” ucap Arief Hidayat seperti dikutip lewat chanel YouTube MK.

Advertisement

Dalam sidang itu, ahli dari Universitas Andalas, Padang, Khairul Fahmi, menyatakan jika hendak melakukan perubahan sistem pemilu, maka mesti disiapkan secara matang dan dilakukan berbasis kajian yang mendalam.

Lanjut, Berbasis kajian itulah nantinya pertimbangan mempertahankan atau mengubah sistem pemilu yang ada baru dilakukan. Oleh karena itu, menjadi tidak tepat jika usulan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup dilakukan melalui proses pengujian UU di MK.

“Sebab, pilihan sistem proporsional terbuka tersebut pada awalnya merupakan pilihan kebijakan pembentuk undang-undang, di mana MK lebih pada posisi menggeser variannya ke pendulum (varian) yang dinilai lebih sesuai dengan prinsip suara terbanyak sebagai salah satu prinsip demokrasi. Artinya, MK bukan pada posisi mengganti satu sistem dengan sistem lainnya,” kata Khairul Fahmi.

Judicial review sistem pemilu proporsional terbuka digugat oleh:

  1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
  2. Yuwono Pintadi
  3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
  4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
  5. Riyanto (warga Pekalongan)
  6. Nono Marijono (warga Depok)

Pemohon beralasan, parpol mempunyai fungsi merekrut calon anggota legislatif yang memenuhi syarat dan berkualitas. Oleh sebab itu, parpol berwenang menentukan caleg yang akan duduk di lembaga legislatif.

“Menyatakan frase ‘proporsional’ Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘sistem proporsional tertutup’,” urai pemohon.

Sistem proporsional tertutup memiliki karakteristik pada konsep kedaulatan parpol. Parpol memiliki kedaulatan menentukan kadernya duduk di lembaga perwakilan melalui serangkaian proses pendidikan dan rekrutmen politik yang dilakukan secara demokratis sebagai amanat UU Parpol.

“Dengan demikian, ada jaminan kepada pemilih calon yang dipilih parpol memiliki kualitas dan kemampuan sebagai wakil rakyat,” beber pemohon. (*)

Advertisement