LEGION-NEWS, Makassar – Raibnya dana nasabah di Bank milik pemerintah di kota Makassar senilai ratusan milyar rupiah mulai terungkap.
Dikutip dari legion-news.com Kamis, 9 September 2021 dugaan kasus penggelapan dana nasabah terjadi di 3 kantor cabang BNI yang beroperasi di wilayah kota Makassar, diantaranya BNI cabang Makassar, Mattoanging, Pettarani dan KK Sam Ratulangi.
Menurut kuasa hukum Andi Idris Manggabarani, Syamsul Kamar, dugaan kasus penggelapan dana nasabah ini baru diungkap sekarang setelah manajemen Bank BNI Makassar tidak sanggup mengembalikan dana nasabah. Kamis, (9/9).
“Sebelum ditangani pihak kepolisian, klien kami telah meminta penjelasan dan konfirmasi pihak manajemen Bank BNI Makassar terkait hilangnya dana tersebut, tetapi pihak BNI Wilayah 07 Makassar tidak bisa menjelaskan kemana aliran dana tersebut.” kata Syamsul Kamar,
Atas peristiwa raibnya dana nasabah tersebut, pihak kuasa hukum PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, Ronny L. D. Janis menyampaikan penjelasanya seperti dikutip dari detik.com
Pengungkapan kasus perbankan di Makassar kini memasuki perkembangan baru.
Terbaru, Kuasa hukum PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, Ronny L. D. Janis mengungkapkan kejanggalan pada bilyet deposito beberapa nasabah.
Dalam kasus Makassar, seluruh bilyet deposito yang diklaim oleh beberapa nasabah hanya berupa cetakan hasil scan (print scanned) di kertas biasa dan bukan blanko deposito sah yang dikeluarkan oleh bank.
Dalam klarifikasi yang disampaikan Janis disebutkan bahwa pihak kuasa hukum perlu mengklarifikasi kembali terkait dengan perkara dugaan pemalsuan bilyet deposito di BNI KC Makassar yang sejak awal memang sengaja dilaporkan oleh bank ke Bareskrim Polri pada 1 April 2021.
Beberapa hal yang penting disampaikan adalah pada awalnya terdapat beberapa pihak yang menunjukkan dan membawa bilyet deposito BNI KC Makassar dan pada akhirnya meminta pencairan atas bilyet deposito tersebut kepada BNI KC Makassar.
Urutan nasabah tersebut adalah sebagai berikut:
Pada awal Februari 2021, RY dan AN membawa dan menunjukkan 2 bilyet deposito BNI tertanggal 29 Januari 2021 kepada bank dengan total Rp 50 miliar.
Kemudian pada Maret 2021, berturut-turut datang pihak yang mengatasnamakan IMB membawa 3 buah bilyet deposito tertanggal 1 Maret 2021 atas nama PT AAU, PT NB, dan IMB dengan total senilai Rp 40 miliar.
Lalu, HDK membawa 3 bilyet deposito atas nama HDK dan 1 bilyet deposito atas nama HPT dengan total senilai Rp 20,1 miliar.
“Yang disebutkan bilyet deposito tersebut diterima dari oknum pegawai Bank (Sdri. MBS),” ujar Janis dalam keterangan tertulis, Selasa (14/9/2021).
Berdasarkan hasil investigasi bank, ditemukan kejanggalan-kejanggalan yang kasat mata.
Pertama, seluruh bilyet deposito karena hanya berupa cetakan hasil scan (print scanned).
Kedua, seluruh bilyet deposito yang ditunjukkan RY, AN, HDK, dan HPT memiliki nomor seri bilyet deposito yang sama dan bahkan bilyet deposito atas nama PT AAU, PT NB dan IMB nomor serinya tidak tercetak jelas, huruf kabur, atau buram.
Ketiga, seluruh bilyet deposito tersebut tidak masuk ke dalam sistem bank dan tidak ditandatangani oleh pejabat bank yang sah.
Keempat, tidak ditemukan adanya setoran nasabah untuk pembukaan rekening deposito tersebut.
Janis menekankan, secara tiba-tiba, pada akhir Februari 2021, RY dan AN menyatakan telah menerima pembayaran atas bilyet deposito tersebut secara langsung dari MBS sebesar Rp 50 miliar, dan bukan dari bank serta tanpa melibatkan bank.
Demikian pula hal yang sama terjadi pada pengembalian dan penyelesaian klaim deposito kepada HDK sebesar sekitar Rp 3,5 miliar yang juga dilakukan secara langsung oleh MBS dan bukan dari bank, serta tanpa melibatkan bank.
“Hal-hal tersebut telah menunjukkan bahwa terkait penerbitan maupun transaksi-transaksi yang berkaitan dengan bilyet deposito tersebut, dilakukan tanpa sepengetahuan dan keterlibatan bank,” ungkap Janis.
Pada akhirnya, bank berinisiatif melaporkan peristiwa tersebut kepada Bareskrim Polri pada tanggal 1 April 2021 dengan dugaan Tindak Pidana Pemalsuan, Tindak Pidana Perbankan, dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Langkah ini dilakukan guna mengungkap pelaku, pihak-pihak yang terlibat, dan para pihak yang memperoleh manfaat atau keuntungan. [LN/detik]