LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Puluhan mahasiswa yang tergabung pada aliansi IMM dan HMI MPO Kota Makassar mendatangi gedung DPRD Sulawesi Selatan. Rabu (6/9/2022) kemarin.
Mereka menggelar aksi demonstrasi menuntut agar Depo Pertamina yang berada di di Jalan Sabutung Kelurahan Tamalabba, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar, untuk direlokasi atau dipindahkan.
Menurut para demonstran hingga saat ini Depo Pertamina tersebut masih beraktivitas dan sangat beresiko mengingat jarak depo itu hanya berjarak 19 meter saja dari permukiman warga.
“Tapi pada nyatanya, pada hari ini, kita melihat Depo Pertamina (Makassar) itu hanya berjarak 19 meter saja dari permukiman warga,” ungkap Rizal selaku Jenderal Lapangan.
“Kalau kita survei ke sana, bau gas, bau BBM nya kemudian sangat menyengat (sampai) kepada masyarakat itu sendiri,” tegas dia kembali dalam orasinya.
Mereka pun mendesak agar DPRD Sulsel segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Kami secara tegas meminta agar digelar RDP dengan Gubernur, Kadis ESDM Sulsel dan pihak general manager PT Pertamina MOR VII Makassar,” imbuhnya didepan gedung DPRD Sulawesi Selatan. Rabu siang.
Tak berapa lama Wakil ketua DPRD Sulsel, Syaharuddin Alrif menemui para demonstran.
Dihadapan para demonstran dirinya mengatakan lokasi Depo Pertamina di kecamatan Ujung Tanah adalah sebuah masalah.
“Hanya berjarak kurang lebih 19 meter dari bangunan rumah warga, maka tentu ini menjadi sebuah permasalahan,” tutur Syaharuddin.
Tuntutan untuk merelokasi Depo juga diterima oleh Syaharuddin dan akan dibahas lebih lanjut dalam forum RDP yang akan digelar pada Jumat (8/9/2023) besok.
“Untuk itu, (saya) meminta kepada staf persiapkan RDP (untuk) besok lusa (Jumat, 8 September 2023),” terang Syaharuddin kepada massa aksi.
Untuk mempertegas pembahasan soal relokasi Depo, Syaharuddin akan memanggil beberapa stakeholder terkait, termasuk Pertamina Makassar.
“Nanti akan diundang satu, Pertamina. Kedua, yang mengurusi project di sana. Yang ke tiga dari Gubernur Sulawesi Selatan, nanti akan diwakili oleh ESDM Provinsi Sulawesi Selatan,” jelasnya.
Hasil Kajian Public Policy Network
Sebelumnya, lokasi Depo Pertamina Makassar juga disoroti oleh Polinet (Public Policy Network). Polinet juga telah mengekspose hasil riset tentang dugaan ancaman bahaya lokasi Depo Pertamina.
Rizal Pauzi selaku Direktur Polinet mengaku telah menyerahkan laporan hasil riset dalam bentuk Policy Brief ke beberapa pihak yang terkait dengan PT Pertamina (Persero) pada Selasa, 18 Juli 2023 lalu.
“Jadi, kemarin rekan-rekan di Jakarta sudah menyerahkan surat dan policy brief dari kami kepada pihak-pihak terkait,” ungkap Rizal.
Beberapa instansi yang dimaksud adalah Kementerian ESDM (Energi & Sumber Daya Mineral), Dirjen (Direktorat Jenderal) Migas (Minyak dan Gas) ESDM, Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Ombudsman RI, Dirut (Direktur Utama) PT. Pertamina Persero dan Dirut Pertamina Patra Niaga. Policy brief juga diserahkan kepada Komisi VII DPR RI, Pemerintah Kota Makassar, Pemerintah Provinsi Sulsel dan DPRD Kota Makassar serta DPRD Sulsel sebagai bahan bagi pihak-pihak terkait.
Policy brief disusun oleh Polinet menggunakan pendekatan ESG (Environmental, Social, and Governance). Dalam riset tersebut, Polinet juga mengaku bahwa lokasi Depo Pertamina Makassar tidak memenuhi standar keselamatan umum dan beresiko mengorbankan warga sekitar.
Salah satu hasil analisis mengatakan tentang perspektif publik terkait dampak lingkungan Depo Pertamina Makassar. 69,23% menyatakan bahwa keberadaan depo Pertamina mencemari udara, sementara hanya 30,77% yang menganggap tidak mencemari udara.
“Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas stakeholder menggap adanya pencemaran udara. Belum lagi jika ditinjau dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM),” lanjut Rizal.
Polinet menawarkan dua opsi alternatif kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pertamina dan Kementerian BUMN.
Pertama, pemindahan Depo Pertamina Makassar yang dilakukan dengan menghadirkan tempat dan teknologi baru yang menjamin pengelolaan berkualitas serta memenuhi standar risiko perusahaan internasional.
Kedua, relokasi masyarakat sekitar Depo Pertamina khususnya yang berjarak di bawah standar minimum yakni 60 meter sesuai standar API dan maksimum 122 meter sesuai standar NFPA.
“Namun, direkomendasikan untuk menggunakan standar maksimum agar menghindari resiko besar bagi masyarakat,” jelas Rizal. (*)