SOROTAN||Legion-news.com Indonesia Corruption Watch atau disingkat ICW adalah sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia.
ICW Jaksa Pinangki hanya dituntut empat tahun penjara dan denda 500 juta rupiah. Padahal kejahatan yang dilakukannya berlapis, dari suap, pencucian uang hingga pemufakatan jahat. Tuntutan ini tentu dirasa tidak adil dan sangat ringan.
Bukannya menangkap pelaku kejahatan, yang dilakukannya justru bekerjasama dan membantu buronan kelas kakap kasus korupsi agar bisa lolos dari jerat hukum!
ICW menilai Jaksa Pinangki pantas dapat hukuman maksimal 20 tahun penjara. Kalau kamu setuju juga, yuk mari tandatangani petisi @ChangeOrg_ID Sebarkan petisi ini, ya teman-teman! dikutip dari laman akun twitter @antikorupsi milik ICW. Selasa (26/1)
Itulah yang diduga dilakukan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sebagai penegak hukum, bukannya menangkap, ia diduga malah membantu buronan kasus korupsi, Djoko S Tjandra, agar dapat bebas dari jerat hukum.
Pinangki diduga melakukan tiga kejahatan sekaligus: suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang. Pinangki diduga menerima uang suap sebesar USD 500 ribu; membentuk berbagai skenario untuk membantu Djoko S Tjandra bebas dari jerat hukum; dan melakukan pencucian uang setelah membelanjakan dana hasil penerimaan itu.
Pinangki juga diduga mengurus penerbitan fatwa di Kejaksaan Agung untuk selanjutnya diajukan ke Mahkamah Agung. Dengan fatwa itu, nantinya buronan sebelas tahun tersebut tidak bisa dieksekusi oleh Kejaksaan Agung.
Uang yang diduga hasil suap dari Djoko S Tjandra digunakan untuk melakukan perawatan kecantikan dan menyewa apartemen di Amerika, bahkan hingga membeli mobil mewah BMW tipe X-5.
Bau tidak sedap juga muncul ketika Kejaksaan Agung menyelidiki dan menyidik perkara itu. Benar saja, seperti yang telah diprediksi sejak awal, Kejaksaan Agung itu terlihat ingin melindungi Pinangki.
Segala upaya pun terus dilakukan, mulai dari menutup akses pemeriksaan Komisi Kejaksaan, keengganan menyerahkan perkara ke KPK, sampai pada rencana ingin memberikan bantuan hukum kepada Jaksa tersebut.
Ditambah lagi, kejahatan yang diduga dilakukan Pinangki tidak diikuti dengan tuntutan yang berat. Pinangki hanya dituntut empat tahun penjara. Padahal, ia bisa saja mendapat ganjaran hukuman maksimal, yakni 20 tahun penjara. Apalagi dia adalah aparat hukum.
Dengan penanganan seperti ini, maka menjadi hal yang sangat wajar jika kita mengatakan bahwa tuntutan tersebut telah merusak nurani masyarakat, tidak objektif, dan hanya berpihak pada pelaku kejahatan.
Untuk itu, Indonesia Corruption Watch mengajak teman-teman untuk meminta Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko #HukumBeratJaksaPinangki. Petisi ini adalah bagian dari partisipasi masyarakat untuk mendorong adanya penegakan hukum yang objektif dan sepenuhnya berpihak pada korban. (LJ)