HKTI Sulsel dan SPI Pusat Tolak Rencana Pemerintah Impor 200 Ribu Ton Beras

Ilustrasi impor beras
Ilustrasi impor beras

HKTI Sulsel dan SPI Pusat Tolak Rencana Pemerintah Impor 200 Ribu Ton Beras

MAKASSAR – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sulawesi dan Selatan Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia (SPI), menolak rencana Pemerintah Pusat untuk mengimpor beras dalam waktu dekat.

Di Makassar, HKTI Sulsel dalam rapat koordinasi dan konsolidasi pengurus menolak rencana impor beras. Alasan yang di kemukakan oleh HKTI Sulsel saat ini Provinsi beras ini mengalami surplus beras.

Usai melakukan rakornis Ketua DPD HKTI Sulsel, Lutfi Halide kepada puluhan awak media mengatakan bahwa pihaknya sudah bersepakat menolak rencana impor beras itu.

Advertisement

“Kami menolak rencana impor beras, kasihan petani kita, saat ini beberapa kabupaten yang ada di Sulsel memasuki masa panen, tentu nantinya harga gabah akan berpengaruh,’ tutur mantan Kadis Pertanian Sulsel ini. Rabu (7/12)

“Sulsel ini lumbung beras, andai Provinsi lainnya di Indonesia kekurangan beras dapat membeli beras di Sulsel, Tentunya akan menjadi pendapat murni daerah, ada pertambahan nilai disitu baik petani maupun Pemerintah daerah,” tutur alumni Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin ini.

Senada HKTI Sulsel, Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia, Mujahid Widian menilai impor beras yang dilakukan oleh pemerintah adalah ironi. Pasalnya, beras impor akan datang dalam waktu dekat atau awal 2023 yang berbarengan dengan waktu panen raya di sejumlah wilayah di Tanah Air.

“Kalau sudah impor, bagaimana nasib petani nantinya? Terlebih lagi di awal tahun 2023 nanti beberapa wilayah sudah menyatakan akan panen raya,” kata Mujahid ketika dihubungi, Selasa, 6 Desember 2022.

Masalah klasik pemicu impor

Ia menilai impor beras merupakan cerminan dari belum ditanganinya persoalan pangan di Indonesia secara komprehensif. Permasalahannya pun masih klasik, kata dia, yakni perbedaan data antara kementerian maupun lembaga.

Padahal, persoalan ini sudah diantisipasi dengan penggunaan data tunggal agar terhindar dari tarik-menarik kepentingan. Menurut dia, persoalan cadangan beras pemerintah seharusnya dapat diantisipasi lebih baik dengan melakukan beberapa perubahan kebijakan.

Pertama, perubahan soal harga pembelian pemerintah atau HPP beras dan gabah. Ia menilai HPP sudah tidak relevan dan harus segera direvisi.

Dengan harga dan persyaratan pembelian gabah dan beras yang berlaku saat ini, petani lebih memilih menjual komoditasnya ke tengkulak ketimbang pada Bulog. Bulog juga seharusnya bisa bekerja sama dengan koperasi-koperasi petani untuk merancang skema penyerapan beras. Namun hal ini hanya bisa terjadi setelah HPP mencerminkan harga yang adil baik bagi petani maupun pemerintah.

Kedua, ketersediaan lahan pangan di Indonesia. Saat ini Indonesia dihadapkan pada laju konversi lahan pangan yang masif. Oleh karena itu perlu upaya serius untuk mempertahankan lahan pangan yang ada.

“Benar ada UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, tapi ini implementasinya sangat lambat,” tutur Mujahid. Ia pun membandingkan dengan lahan perkebunan sawit yang mencapai 20 juta hektare, sementara lahan pangan hanya sebesar 7 juta hektare.

Penggunaan beras impor

Pernyataan Mujahid menanggapi keputusan pemerintah mengimpor 200 ribu ton beras komersial. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyebutkan kondisi cadangan beras pemerintah tiris sehingga harus segera ditambah dengan beras impor untuk mengantisipasi kondisi darurat.

“Cadangan pangan ini harus ada dan tidak dikeluarkan secara bebas, hanya digunakan untuk beberapa kegiatan Pemerintah,” ujar Arief melalui keterangannya pada Selasa, 6 Desember 2022.

Stok beras impor itu rencananya hanya akan digunakan pada kondisi tertentu seperti, penanggulangan bencana, intervensi harga jika diperlukan, dan beberapa kegiatan pemerintah lainnya. Penggunaannya pun akan diawasi secara ketat untuk memastikan tidak ada yang masuk ke pasar.

Pemerintah kemudian berjanji bahwa beras impor itu tidak akan mengganggu hasil panen petani. Pasalnya, hanya digunakan untuk kegiatan pengendalian harga dan pemenuhan pangan di tengah kondisi darurat atau bencana melalui Perum Bulog.

Adapun impor beras komersial tersebut dilakukan untuk memenuhi persediaan hingga akhir tahun ini. Selanjutnya, pemerintah melalui Bulog akan menyerap hasil panen dalam negeri pada Februari hingga Maret 2023 hingga stok Bulog mencapai 1,2 juta ton sesuai target. “Kita pastikan betul beras komersial ini tidak akan mengganggu beras dalam negeri produksi petani,” ujar Arief. (Sumber: LN/tempo)

Advertisement