Hakim Vonis Ringan Mafia Tanah di Wajo, Kasi Penkum Kejati Sulsel: Kami Banding

FOTO: Kantor Pengadilan Negeri Makassar, Jln. R.A Kartini No.18/23, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Dok.LegionNews)
FOTO: Kantor Pengadilan Negeri Makassar, Jln. R.A Kartini No.18/23, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Dok.LegionNews)

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Andi Akhyar Anwar dan kawan kawan telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar pada hari Jumat tanggal 26 Juli 2024 lalu.

Sangat disayangkan vonis majelis hakim Tipikor PN Makassar jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Sulsel).

Andi Akhyar Anwar dituntut 16 tahun penjara, denda Rp 500 juta apabila dibayar akan diganti dengan pidana kurungan tambahan selama 10 bulan dan bersangkutan (Terdakwa) untuk membayar uang pengganti senilai Rp. 9.762.457.651,-

Untuk diketahui Andi Akhyar Anwar, Ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo. Dia didakwa di dalam kasus tindak pidana korupsi Pembayaran Ganti Rugi Lahan proyek strategis nasional pembangunan bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo Tahun 2021.

Advertisement

Tidak hanya Andi Akhyar, rekan lainnya seperti Kepala Desa Arajang, Jumadi Kadere hanya divonis hukuman penjara 2 tahun ditambah denda (Subsider) Rp 50 juta. Sebelumnya JPU pada Kejati Sulsel telah menuntutnya 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta serta diperintahkan untuk mengembalikan uang kerugian negara Rp. 2.920.846.584,-

Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Makassar juga memvonis ringan Andi Jusman selaku Kepala Desa Pasellorang, hukum 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum Kejati Sulsel telah membacakan terdakwa surat tuntutan agar terdakwa dihukum 10 tahun penjara denda Rp 300 juta dan JPU juga menuntut agar terdakwa untuk membayar uang pengganti senilai Rp. 2.667.471.633,-

Selain dua Kepala Desa di Kabupaten Wajo, Hakim juga memvonis ringan anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat, Ansar. Dia divonis dengan hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp 50 juta. Sementara tuntutan JPU Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Sulsel) terhadap Ansar 6 tahun pidana penjara, denda Rp 300 juta dan membayar uang pengganti senilai Rp. 1.830.071.316,-

Selain Ansar, Pengadilan Tipikor Makassar juga menghukum ringan Nursiding selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat. Nursiding divonis pidana penjara hanya selama 2 tahun ditambah pidana denda sebesar Rp 50.000.000,-.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum Kejati Sulsel telah membacakan Surat Tuntutan agar terdakwa 6 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta, apabila denda tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Terdakwa juga dituntut untuk mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp. 1.464.861.765,-

Hukuman ringan majelis hakim PN Tipikor juga diperoleh oleh rekan Nursiding yaitu Nundu. Dia divonis berupa pidana penjara selama 2 tahun ditambah pidana denda sebesar Rp. 50.000.000,-

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum Kejati Sulsel telah membacakan Surat Tuntutan agar terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama 6 tahun, serta membayar uang pengganti senilai Rp 3.472.613.125,- ditambah hukuman denda senilai Rp. 300.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan penjara.

Putusan Majelis Hakim PN Tipikor Makassar dianggap jauh dari surat tuntutan JPU. Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi, SH.MH., mengatakan kasus mafia tanah ini cukup menyita perhatian publik.

Kata Kasi Penkum, bermula adanya kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan bendungan Paselloreng lalu para mafia tanah yaitu terdakwa Andi Akhyar Anwar selaku ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo.

“Dia (Andi Akhyar Anwar) memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) sebanyak 246 bidang tanah,” ungkap Kasi Penkum Kejati Sulsel itu. Rabu (31/7).

“Itu secara bersamaan pada tanggal 15 April 2021, lalu SPORADIK tersebut diserahkan kepada terdakwa Andi Jusman selaku Kepala Desa Paselorang untuk ditandatangani dan terdakwa lainnya yaitu Andi Kadere selaku Kepala Desa Arajang, yang turut menandatangani SPORADIK untuk tanah eks kawasan yang termasuk di Desa Arajang,” terang Soetarmin.

Dikatakannya, Bahwa isi SPORADIK diperoleh dari informasi dari terdakwa Nundu, terdakwa Nursiding dan terdakwa Ansar selaku anggota Satgas B dari Perwakilan masyarakat yang mana isi SPORADIK yang dimasukkan tersebut tidak sesuai dengan fakta dilapangan.

“Para terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses pembayaran ganti rugi lahan pada kegiatan pembangunan bendungan Paselloreng Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan,” tutur dia.

“Dengan merubah Peta Penetapan Lokasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 990/IV/Tahun 2021 tanggal 31 April 2021, memerintahkan melakukan pengukuran sebelum disahkannya Tata Batas Kawasan Hutan Laparape-Lapatungo oleh Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian Nomor : SK.362/MENLHK/SETJEN/ PLA.0/5/2019 tanggal 28 Mei 2019 tentang Perubahan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan,”

Lanjut, “Memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Pengusaaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) dan Surat Perjanjian secara bersamaan lalu SPORADIK dan Surat Perjanjian tersebut diserahkan kepada masyarakat dan Kepala Desa Paselorang dan Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani, sehingga dengan SPORADIK dan Surat Perjanjian tersebut seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah tersebut padahal diketahuinya bahwa tanah tersebut adalah Kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 760/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Provinsi Dati I Sulawesi Selatan, yang didalamnya mencakup Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Laparape-Lapatungo yang kemudian bidang-bidang tanah tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh Satuan Tugas B.

“Akibat praktek mafia tanah yang telah dilakukan para terdakwa mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara senilai Rp. 75.638.790.623,” ujar Soetarmin.

Ditambahkanya, Berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dalam kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembayaran Ganti Rugi Lahan Masyarakat untuk Kegiatan Proyek Strategis Nasional Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo Tahun 2021 Nomor : PE.03.03/SR-987/PW21/2023 Tanggal 28 Desember 2023 yang dikeluarkan oleh Tim Audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.

“Atas putusan pidana Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri kelas 1A Makassar, Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyatakan keberatan selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 67 KUHAP, hari senin tanggal 29 Juli 2024 Penuntut Umum meminta dilakukan pemeriksaan Banding,” tegas Kasi Penkum Kejati Sulsel itu. (**)

Advertisement