Hadiri Dies Natalis UNS, Presiden Jokowi: Masa Depan Global Semakin Penuh dengan Ketidakpastian

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghadiri Dies Natalis yang ke-46 Universitas Sebelas Maret (UNS), Kentingan, Jebres, Kota Surakarta. Jumat, (11/3)
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghadiri Dies Natalis yang ke-46 Universitas Sebelas Maret (UNS), Kentingan, Jebres, Kota Surakarta. Jumat, (11/3)

LEGION NEWS.COM – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghadiri Dies Natalis yang ke-46 Universitas Sebelas Maret (UNS), Kentingan, Jebres, Kota Surakarta.

Hadir diantara nya para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Rektor, Pimpinan, Anggota Majelis Wali Amanat Universitas dan Keluarga besar Universitas Sebelas Maret

Presiden Jokowi mengucapkan selamat Dies Natalis yang ke-46. Presiden juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga besar UNS yang telah berperan sangat signifikan dalam pembangunan dan kemajuan masyarakat di Surakarta, di Jawa Tengah, dan di Indonesia. Dengan terus berinovasi dan transformasi, saya yakin UNS akan semakin sukses mengemban mandatnya, berkontribusi untuk Indonesia maju yang kita cita-citakan.

“Tadi ibu Menteri Keuangan sudah memberikan gambaran betapa sulitnya situasi saat ini, betapa tidak gampangnya mengelola APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), mengelola keuangan dalam situasi yang sangat extra ordinary ini. Dan kita tahu bahwa dunia sekarang ini pada situasi yang tidak mudah, situasi yang tidak gampang, semua negara merasakan, semua negara, bukan hanya negara kita. Sulit, sangat sulit,” ujar Presiden Jokowi. Jumat, (12/3)

Advertisement

Kita dihadapkan sebelumnya pada disrupsi kronis akibat revolusi industri 4.0 dan semua negara tergagap-gagap. Dihantam lagi oleh disrupsi akut karena pandemi yang tidak kita duga-duga, tambah pusing kita semuanya, semua negara tambah pusing semuanya.

“Pusingnya belum reda, tambah lagi ada perang, sudah bertubi-tubi. Betapa sekali lagi, pengelolaan tadi yang disampaikan oleh Ibu Menteri Keuangan, betapa sangat sulitnya, ekonomi betapa sangat sulitnya,” Presiden RI ke 7 ini.

Tetapi alhamdulillah kita bisa menjalaninya, mengelola keuangan, mengendalikan COVID-19 dengan baik, kalau dibandingkan dengan negara-negara lain. Artinya apa? Masa depan global semakin penuh dengan ketidakpastian.

“Dua hari yang lalu, Kanselir Jerman Olaf Scholz telepon kepada saya, berbicara banyak ya kira-kira tadi yang saya sampaikan suasananya. Kemarin telepon lagi siang juga Perdana Menteri Kishida dari Jepang menyampaikan hal yang sama, pandemi yang belum rampung, kemudian ada tambahan perang, sehingga semuanya menjadi sulit diprediksi, sangat sulit diprediksi,” ungkap Presiden Jokowi.

Hal-hal yang dulu tidak kita perkirakan semuanya muncul, semuanya. Kelangkaan energi, sekarang semua negara mengalami, tambah perang, harga naik lipat.

Kita tahu 2020, minyak harganya hanya kira-kira 60-an, 60 dolar per barel. Hari ini kira-kira 115 (dolar), itu pun sebelumnya, seminggu yang lalu sudah di angka 130 (dolar), dua kali lipat. Semua negara harga jualnya ke masyarakat sudah naik juga, kita di sini masih nahan-nahan. Bu Menteri saya tanya, “Gimana, Bu? Tahannya sampai berapa hari ini?” Kita nahan-nahan terus. Kelangkaan energi, satu.

Juga, beberapa negara sudah mulai terjadi kelangkaan pangan. Food price (harga pangan) dunia naik semuanya. Gandum naik, kita kena imbas, kedelai dunia naik. Tambah perang ini, gandum karena hampir 20 persen lebih gandum itu dari Ukraina dan Rusia, naik sangat drastis.

Kalau dilihat angka-angka, waduh, di Rusia naik 12 persen, Amerika naik 6,9 persen, Turki 55 persen. Alhamdulillah, kita masih di angka 3 (persen). Tapi sampai kapan kita bisa menahan seperti ini?

Kelangkaan kontainer. Kalau keadaan normal, kontainer cari berapa pun gampang banget. Sekarang, karena tadi disrupsi menjadi langka. Akhirnya apa? Harga kontainer naik berlipat-lipat, dulu naik dua kali, naik tiga kali, naik empat kali, naik lima kali. Artinya apa?

Barang-barang logistik sampai ke konsumen pun karena terbebani oleh harga kontainer yang naik, menjadi juga dibeli lebih mahal. Efeknya ke mana-mana, kemudian yang terjadi adalah kenaikan inflasi.

Hati-hati mengelola ekonomi saat ini. Ekonomi makronya dikelola tapi mikronya tidak diperhatikan, bisa buyar. Artinya apa? Kerja sekarang ini harus kerja detail.

Kalau enggak detail, enggak akan menyelesaikan masalah. Untungnya inflasi di negara kita masih terkendali dengan baik, masih 2,2 (persen). Coba lihat di Turki 48,7 (persen), Amerika yang biasanya di bawah 1 persen, sekarang udah di 7,5 persen, India sudah 6 persen, Rusia sudah 8,7 (persen), tapi enggak tahu hari-hari ini. Situasi seperti ini, dunia.

Kuncinya, menurut saya, kuncinya adalah kecepatan berubah dan bisa memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Ini yang akan kita lakukan.
Oleh sebab itu, perlu stabilitas. Yang kita lakukan, transformasi ekonomi.

Dalam posisi seperti ini, keberanian mentransformasi ekonomi ini akan memberikan manfaat dan memberikan peluang jangka panjang kita akan menjadi lebih baik. Sudah sering saya sampaikan, karena kita sudah bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, beratus tahun kita selalu ekspor yang namanya bahan mentah. Sejak VOC loh kita ini mengekspor bahan mentah, sampai sekarang masih kita ekspor bahan mentah. Tidak, kita tidak mendapatkan nilai tambah, tidak mendapatkan added value apa-apa.

Dari sejak 2020, sudah saya sampaikan kepada seluruh menteri, satu-satu harus kita setop. Nikel setop, tidak ada lagi yang nanya ekspor bahan mentah nikel, raw material enggak ada lagi diekspor, nikel setop. Apa yang terjadi? Tujuh tahun yang lalu, kita ekspor nikel bahan mentah kira-kira 1–1,5 miliar US Dollar, berarti kira-kira Rp15–20 triliun. Karena kita setop dan muncul yang namanya industrial downstreaming, hilirisasi, industrialisasi, 2021 kemarin ekspor kita, karena sudah ada bentuk setengah jadi dan jadi, menjadi 20,8 miliar US Dollar.  Artinya dari Rp15 triliun melompat kepada kurang lebih Rp300 triliun.

Baru satu barang yang namanya nikel, padahal kita memiliki bauksit untuk alumina, tembaga, timah, emas, dan komoditas-komoditas perkebunan dan pertanian. Betapa kalau ini satu persatu kita memiliki keberanian untuk bilang setop, munculnya angka-angka yang tadi saya sampaikan. Membuka lapangan kerja, itu yang paling penting. Yang kedua, Bu Menteri Keuangan bisa pungut pajaknya; PPh-nya ambil, PPN-nya ambil lebih gede, bea ekspor, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dapat semuanya.

Tapi begitu kita bilang setop nikel, setop ekspor bahan mentah nikel, ya kita digugat sama Uni Eropa, belum rampung sampai sekarang. Enggak apa-apa ini belum rampung, saya sudah perintah lagi bauksit tahun ini setop, biar digugat lagi. Bauksit setop, tahun depan setop lagi tembaga atau timahnya, biar digugat lagi. Enggak apa-apa digugatin terus, belum tentu kita kalah, tapi belum tentu juga kita menang. Tapi keberanian itu harus kita lakukan.

Kalau kita enggak pernah mencoba, kita enggak akan tahu kita menang atau kalah, kita benar atau enggak benar. Tapi yang ini benar, setop itu benar. Kita tahu karena dari Rp15 triliun melompat menjadi Rp300 triliun.

Apa yang terjadi kalau ini kita setop semuanya? Investasi di dalam negeri akan naik tinggi sekali. Yang dari luar, masuk juga ada capital inflow yang itu juga akan memunculkan nilai tambah yang luar biasa. Dan barang-barang seperti lithium battery, iVi battery, kendaraan listrik, nanti sodium-ion, semikonduktor semuanya akan diproduksi di dalam negeri karena bahan bakunya kita setop.

Saya sampaikan saat G20 di Italia, Indonesia tidak tertutup, kita ini terbuka, tapi industrinya jangan di tempatmu terus dong. Separuh bawa di Indonesia atau semuanya bawa di Indonesia, kita terbuka. Bisa kamu kerja sama dengan BUMN kita, bisa kamu bekerja sama dengan swasta kita atau kamu sendirian juga enggak apa-apa, tapi di Indonesia.

“Enak banget, kita setorin mereka bahan bakunya, nilai tambahnya bisa 14 kali sampai 20 kali lipat kalau kita hanya setor material, enak banget. Pajak mereka yang dapat, pembukaan lapangan pekerjaan mereka yang dapat, terus kita dapat apa? Kita ditakut-takuti terus, tak gugat di WTO, tak gugat di WTO. Gugatlah,” tutup Joko Widodo. (LN)

Advertisement