Gubernur Aceh Hapus Barcode, Akademisi: Terapkan Pajak BBM Kendaraan Mewah

ILUSTRASI: Barcode Pertamina (istimewa)
ILUSTRASI: Barcode Pertamina (istimewa)

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, secara menyatakan bahwa selama kepemimpinannya, sistem pembelian BBM menggunakan barcode akan dihapuskan di seluruh SPBU di Aceh.

Pernyataan Mualem sapaan lain Gubernur Aceh itu sontak menjadi perhatian publik nasional. Bahkan pernyataan Muzakir disikapi Area Manager Comm, Rel, CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut, Susanto August Satria,

Susanto mengatakan pihaknya menghormati pernyataan Gubernur Aceh yang baru tersebut.

“Paralel kami juga berkoordinasi dengan pihak regulator pemerintah pusat,” kata Susanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/2/2025).

Advertisement

Susanto menjelaskan bahwa pembelian BBM Subsidi Biosolar dan Pertalite menggunakan barcode merupakan suatu mekanisme pencatatan elektronik, agar Pertamina dapat melaporkan kepada pemerintah siapa pengguna BBM bersubsidi.

Dilansir dari Kompas.com Hingga saat ini, jumlah kendaraan yang sudah terdaftar dalam Program Subsidi Tepat Sasaran BBM Biosolar di Aceh sebanyak 71.775. Sedangkan untuk BBM Pertalite, jumlahnya adalah 150.413 kendaraan.

Terpisah, Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK), Profesor Abd. Jamal, menyoroti efektivitas kebijakan penggunaan barcode dalam penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

Menurutnya, sistem tersebut masih memiliki banyak kelemahan dan belum sepenuhnya menyelesaikan masalah distribusi BBM di Aceh.

Menurut Jamal, pernyataan Gubernur Aceh itu bukan tanpa alasan, mengingat seorang kepala daerah yang baru dilantik pasti telah melakukan evaluasi mendalam sebelum mengambil keputusan.

“Ketika seorang gubernur mengusulkan penghapusan barcode BBM subsidi, tentu ada alasan kuat di baliknya. Saya yakin beliau telah menganalisis dampaknya terhadap masyarakat,” ujar Jamal, Jumat, 14 Februari 2025.

Jamal menjelaskan bahwa kebijakan barcode BBM subsidi awalnya dibuat oleh Pertamina untuk memastikan distribusi tepat sasaran. Namun, pada praktiknya, masih banyak kendala yang terjadi di lapangan, seperti antrean panjang dan keterbatasan pasokan BBM di sejumlah SPBU, meskipun sistem barcode sudah diterapkan.

“Kenapa tidak menerapkan pajak BBM bagi kendaraan mewah? Misalnya, mobil dengan kapasitas mesin 2000 cc ke atas atau 2400 cc ke atas dikenakan pajak BBM tambahan, sedangkan kendaraan dengan kapasitas lebih kecil tetap mendapat BBM subsidi,” sebutnya.

Menurut Jamal, meskipun seluruh kendaraan membeli BBM dengan harga yang sama, kendaraan mewah telah membayar pajak lebih tinggi saat pengurusan STNK. Dengan skema ini, subsidi BBM tetap diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. (**)

Advertisement