LEGIONNEWS.COM – Seringnya masyarakat melakukan pelaporan terkait pencemaran nama baik ke aparat penegak hukum sehingga Pasal 27 ayat (3) direvisi melalui Undang-Undang No.1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Undang-Undang No.1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, Telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Januari 2024 lalu.
Dilansir dari website hukumonline.com Managing Partner Handiwiyanto & Associates, Billy Handiwiyanto, menyoroti sejumlah pasal perubahan yang lebih spesifik di dalam UU ITE jilid dua tersebut. Ia menekankan sejumlah pasal-pasal baru tidak bisa lagi disebut sebagai pasal karet.
“Sebenarnya hakikat diresmikan UU ITE baru ini karena banyak warga negara Indonesia yang merasa UU ITE menjadi pasal karet yang bisa menjerat mereka sehingga kebebasan berekspresi dan komentar dibatasi. Saya melihat UU No.1 Tahun 2024 ini menjadi solusi untuk warga negara Indonesia yang ingin berekspresi lebih bebas,’’ jelas Billy dalam acara Instagram Live Hukumonline, Rabu (17/1) lalu.
Billy mengatakan tidak sepatutnya pencemaran nama baik yang tertuang dalam UU ITE dapat dikatakan pasal karet, meski pada realitanya banyak oknum yang menggunakan pencemaran nama baik.
Menurutnya, UU No.1 Tahun 2024 salah satu solusi kecil untuk menjawab soal perilaku yang gemar melaporkan dengan pasal pencemaran nama baik.
UU ITE No. 1 Tahun 2024 tidak mencantumkan aturan yang sebelumnya ada di Pasal 27 ayat (3) tentang pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui saluran elektronik. Dalam konteks masyarakat umum, dapat dikenakan pasal pencemaran nama baik atau hoaks yang sebelumnya diatur dalam Pasal 27 ayat (3), kini diatur dalam Pasal 27A.
Pasal 27A menyatakan, Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.
“Pasal 27A ini punya implikasi pidana yang diatur yang sekarang pidananya hanya 2 tahun. Hukumannya turun separuhnya dari yang sebelumnya 4 tahun ke 2 tahun dengan denda paling banyak Rp400 juta,’’ jelas wakil Ketua Young Lawyers Committee PERADI Surabaya.
Menurutnya, terdapat pasal yang lebih fatal dalam UU ITE terbaru yang tertuang dalam Pasal 45 ayat (6) yang mengatur soal fitnah.
“Tapi menurut saya yang paling fatal dalam UU ini kita bisa simpulkan hal yang baru yaitu di Pasal 45 ayat (6) soal fitnah. Apabila tidak dapat dibuktikan dan bertentangan dengan apa yang diketahui oleh umum, dapat di pidana fitnah dengan pidana penjara 4 tahun. Pasal ini dimaksudkan agar orang tidak seenaknya melapor, jika tidak terbukti dan terlapor tidak terima, maka bisa pakai pasal ini. Pasal fitnah ini lebih tinggi dendanya dibanding pencemaran nama baik yaitu denda maksimal Rp750 juta,’’ terang Billy.
Adanya Pasal 45 ayat (6) soal fitnah ini akan membuat seseorang yang akan melapor mengenai pencemaran nama baik harus lebih berhati-hati. Bila tidak dapat dibuktikan akan berimbas kepada si pelapor, yang hukuman pidana dan dendanya dua kali lipat lebih besar.
Agar tidak salah langkah dan memastikan benar-benar laporan yang dilaporkan adalah pencemaran nama baik, Billy mengimbau agar pelapor hendaknya menempuh jalur mediasi terlebih dahulu.
“Usahakan mediasi dahulu, pastikan laporannya dari pribadi dan yang bersangkutan, karena pencemaran nama baik tidak berlaku jika yang melaporkan adalah badan hukum atau perusahaan,” kata Billy.
“Kemudian yang paling penting berpikir dua hingga tiga kali sebelum melaporkan, karena tujuan UU ITE baru ini dibentuk supaya seseorang tidak seenaknya melapor atas pencemaran nama baik,’’ ujarnya. (*)