Penulis: David Bullbeck dan Juliet Meyer
LEGIONNEWS.COM – EDUKASI, Dikutip dari halaman 37 buku berjudul, Australian – The Archeology of Sulawesi David Bullbeck dan Juliet Meyer menerangkan di sebuah Pegunungan Batu Wellington Range, Tasmania – Australia di temukan sebuah motif lukisan Badik yang menandakan perjalanan orang Makassar di Australia pada tahun 1637. Setelah di lakukan uji Carbon (akurasi 94%, menggunakan OxCal4.1)
Jejak peradaban orang Bugis-Makasar di Australia dicatatnya atas pertemuan antara Matthew Flinders dan kepala nahkoda Pobassoo (Bapapasu) sekira tahun 1803 di Cape Arnhem di sisi barat Teluk Carpentaria, Australia menunjukan adanya kegiatan perniagaan.
Nakhoda Bapapasu, seorang pelaut Bugis asal Makassar, menjalankan bisnis bersama komunitas Aborigin Yolngu dengan mengumpulkan dan mengeringkan kerang yang kemudian dijual ke Tiongkok melalui Hindia Belanda (sekarang Indonesia).
Flinders mencatat Nakhoda Bapapasu adalah seorang pelaut berpengalaman dan memiliki lebih dari 6 perahu besar.
Berdasarkan keterangan Kapten Bapapasu yang dicatat Flinders, pada saat yang sama masih terdapat 60 kapal besar dengan 1.000 awak kapal asal Hindia Belanda yang berlabuh di sebelah barat Tanjung Arnhem.
Nakhoda Bapapasu menyatakan bahwa seluruh 60 perahu besar dan juga perahu-perahu yang berada di bawah asuhannya adalah milik “Sultan Boni” yang dikelola oleh seorang Kepala Nakhoda bernama “Salloo”.
Bapapasu sendiri, kemungkinan besar perahu-perahu tersebut milik Kesultanan Bone yang berkedudukan di Makassar Sulawesi.
Gambar perahu khas Bugis Makassar ditemukan para ahli antropolog dalam sebuah lukisan kuno batu cadas di Australia Utara. Penemuan itu menunjukkan pernah terjadi interaksi Suku pribumi Aborigin dengan pelaut Bugis Makassar pada masa silam.
Perahu tersebut tampak di antara ribuan lukisan pada dinding gua dan batuan cadas yang tersebar di kawasan adbat Aborigin, Arnhem Land.
Para pelaut Makassar berlayar ke Australia dengan menggunakan sebuah perahu Padewakang yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Pinisi sekira pertengahan tahun 1700-an. (Sumber: Facebook)