TANA TORAJA – PT. Malea Energy, Kabupaten Tana Toraja mendapatkan peringkat merah dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI 2021-2022.
Hal itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK.1299/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2022 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2021 – 2022.
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) merupakan satu bentuk kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan pengelolaan lingkungan hidup perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Ada beberapa kriteria yang dilakukan dalam penilaian proper lingkungan oleh Kementerian LHK. Mulai dari pengendalian pencemaran air, pemeliharaan sumber air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3 dan non B3, sampai pengendalian kerusakan lahan.
Proper merah adalah untuk usaha yang upaya pengelolaan lingkungan hidupnya dilakukan dengan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Ketua Terpilih Forum Mahasiswa Toraja (Format) Makassar, Waldi, mengungkapkan, peringkat merah yang diberikan kepada PT. Malea Energy (PLTA Malea) ini merupakan salah satu bentuk kegagalan PLTA Malea dalam melakukan pembangunan terutama dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Peringkat merah Ini menjadi indikator kegagalan malea dalam pengelolaan lingkungan yang hanya mengejar keuntungan dan mengabaikan ruang hidup dan ekologi, perusahaan yang sejak awal dibangun dilakukan secara ugal ugalan dan tidak mengikuti aturan perundang perundang undangan,” ungkap, Waldi.
Kami juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memberikan sanksi tegas kepada PLTA Malea yang sudah melakukan pembangunan yang memberikan dampak yang begitu besar terhadap lingkungan dan masyarakat setempat, Sehingga tanpa sanksi berat dari negara PLTA Malea akan secara terus menerus mengabaikan kelestarian lingkungan dan tanggung jawab sosialnya,” imbuhnya.
Sebelumnya Format Makassar sudah melaporkan berapa dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh PLTA Malea ke Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi terkait PLTA Malea belum memiliki tempat penampungan limbah B3 dan kolam pengendapan.
Selain itu PLTA Malea juga merusak situs budaya Sapan Deata yang merupakan situs lahirnya Raja-Raja di Toraja, hingga sampai saat PLTA Malea tidak melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari pembangunannya.
“Karena adanya proper merah tersebut menunjukan ketidakpatuhan PLTA Malea dalam menjalankan kebijakan Pengelolaan dan perlindungan Lingkungan hidup dan telah melakukan pelanggaran yang sama, maka tidak ada alasan lagi untuk pemerintah daerah dan pemerintah Pusat untuk tidak menghentikan aktivitas PLTA Malea dan evaluasi secara menyeluruh,” tutup Waldi.