Elit Partai Berkumpul di Darmawangsa Tolak Wacana Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024, Pengurus Gerindra Tak Nampak

Foto: Pertemuan Ketum parpol bahasa sistem Proposional Tertutup (foto: MPI/Erfan)
Foto: Pertemuan Ketum parpol bahasa sistem Proposional Tertutup (foto: MPI/Erfan)

POLITIK – Wacana sistem proporsional tertutup terus disuarakan PDI Perjuangan jelang Pemilu serentak di 2024 mendatang. Menyikapi hal itu sejumlah Ketua Umum partai berkumpul di The Darmawangsa Hotel, Minggu (8/1/2023).

Nampak hadir Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto hingga Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menghadiri pertemuan para ketua umum parpol parlemen dalam rangka membahas penolakan wacana sistem proporsional tertutup itu.

Selain Airlangga dan AHY, hadir juga Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Partai PKS Ahmad Syaikhu, Ketum PAN Zulkifli Hasan. Sementara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tidak hadir dan diwakili oleh Sekjen Johnny G Plate dan Waketum Ahmad Ali. Begitu juga dengan Plt Ketum PPP Muhammad Mardiono tidak hadir diwakili oleh Waketum Amir Uskara.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan perwakilan belum tampak di lokasi. Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dipastikan tidak hadir karena terkait sikap partai yang mendukung sistem proporsional tertutup.

Advertisement

Ditemui di lokasi, Wakil Ketum Nasdem Ahmad Ali mengatakan, pertemuan para ketum dan elite parpol ini membahas wacana penerapan sistem proporsional tertutup di Pilpres 2024. Mereka ingin adanya pemahaman bersama soal sistem pemilu 2024.

“Yang katanya semakin memanas itu ketum partai hari ini ketemu. Salah satu yang ingin dibicarakan, satu soal masalahnya pernyataan Ketua KPU tentang proposional terbuka. Itu menjadi poin yang akan kita diskusikan supaya ada pemahaman yang sama,” kata Ahmad Ali.

Ali mengatakan, delapan partai parlemen memiliki posisi yang sama, yakni menolak sistem proporsional tertutup khusus untuk Pemilu 2024. Mereka juga sepakat bahwa sistem pemilu merupakan domain parpol, bukan domain Mahkamah Konstitusi sehingga seharusnya MK tak berwenang menguji ketentuan sistem proporsional terbuka dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Harusnya seperti itu, karena itu memang domain parpol yang pembuat UU, itu bukan domain MK mestinya, harusnya (domain pembentuk undang-undang),” tandas Ali.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengungkapkan mayoritas fraksi di DPR RI sepakat ingin Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka atau coblos calegnya secara langsung. Menurutnya pandangan tersebut hasil dari komunikasi pihaknya dengan berbagai fraksi di DPR RI.

“Kami sudah membangun komunikasi dengan fraksi-fraksi dan hasil dari komunikasi kami itu, mayoritas fraksi (8 fraksi-red) sepakat di Pemilu 2024 mendatang tetap menggunakan sistem proporsional terbuka sesuai UU no 7 tahun 2017,” ujar Doli kepada wartawan, Selasa (3/1/2023).

Politisi dari Fraksi Partai Golkar ini menghormati keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 lalu terkait sistem pemilu proposional terbuka. Bahkan mayoritas fraksi di DPR tersebut juga minta MK mempertahankan Pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

“Dan kami menghargai MK yang dulu tahun 2008 dimana sudah ditegaskan bahwa pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan secara terbuka, melibatkan rakyat langsung,” pungkas Doli.

Kedelapan fraksi tersebut salah Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN dan PPP.

Saat ini, MK sedang menguji materi (judicial review) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. Apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.

Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). (Sumber: okezone)

Advertisement