PAPUA|LegionNews – Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua dalam BAB I pasal 1 ayat 2 disebutkan “Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua”.
Dengan beranjak dari hal ini, seharusnya Otsus mampu memberikan kesejahteraan bagi Orang Asli Papua namun jauh panggang dari api, dengan besaran dana 8 Triliun pertahun dari Tahun 2001 hingga 2020 nyatanya? belum mampu memberikan perubahan yang signifikan bagi provinsi Papua, kualitas SDM yang masih di posisi terbawah dari 31 provinsi di Indonesia, didalam Otsus Orang Asli Papua masih berteriak hak kesulungannya di tanahnya sendiri.
Analoginya begini, “Otonomi Khusus (Otsus) Papua ibarat rakit yang memuat bahan pokok, sembako, alat kesehatan dan lain sebagainya, semua di muat lalu menyeberang sungai otomatis sebagian jatuh ke sungai, sebagian lagi di makan masyarakat tapi rusak, maka kalau mau siapkan Otsus siapkanlah seperti kapal yang layak”, Tulis Dr. Rafael Kapura dosen Pascasarjana Universitas Cenderawasih Papua.
Dr. Rafael Kapura, “seharusnya Otsus mampu memberikan kesejahteraan bagi Orang Asli Papua namun jauh panggang dari api, dengan besaran dana 8 Triliun pertahun dari Tahun 2001 sampai 2020 nyatanya belum mampu memberikan perubahan yang signifikan bagi provinsi Papua, kualitas SDM yang masih di posisi terbawah dari 31 provinsi di Indonesia, didalam Otsus Orang Asli Papua masih berteriak hak kesulungannya di tanahnya sendiri”.
Lanjut, Pro-kontra Otsus dalam pandangan masyarakat Papua terus bergulir, wartawan Legion News.com mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Narasumber dari akademisi Universitas Cenderawasih Papua, Dr. Rafael Kapura Cambu alumni program Doktoral Universitas Indonesia menuturkan, “perlu adanya evaluasi dari pihak MRP dan DPRP beserta Forkopimda provinsi Papua dan Papua barat dengan seluruh bupati dan walikota beserta stakeholder bagaimana Otsus ini berjalan, untuk merumuskan Otsus plus sesuai dengan kebutuhan daerah dan kongruen dengan kebijakan pusat”.
“Kalau dilanjutkan Harus dipikirkan konsep, lihat dari Otsus yang sekarang perlu di evaluasi dan di benahi untuk menyusun Otsus plus”
Lebih lanjut Dr. Rafael Kapura yang merupakan mantan ketua mahasiswa Papua se-Indonesia mengungkapkan bahwa jika Otsus ini dilanjutkan maka draft Undang-undang jangan lagi di putuskan sepihak oleh Pemerintah pusat, tapi harus berdasarkan dari kebutuhan daerah.
“Kalau kemudian Pemerintah Pusat meminta Otsus lanjut, harus kembalikan ke kebutuhan daerah dan harus konsisten Otsus model apa yang diterapkan di Papua karena banyak perangkat yang belum di rumuskan dengan baik, Partai Politik lokal misalnya belum ada sampai hari ini, Perdasi, Perdasus yang dirumuskan gagal terus belum di terapkan sampai hari ini”
Pisahkan Laporan Pertanggungjawaban Dana Otsus dan APBD
Menyoroti lebih lanjut Dr. Rafael Kapura, berpendapat bahwa, “Otsus ini masih terjadi dualisme dalam penerapannya dari segi pemerintahan, dan dari segi anggaran, laporan pertanggung jawaban anggaran Otsus harusnya tidak digabungkan dengan laporan APBD karena digabung sehingga sulit mendapatkan indikator tingkat pencapaian pemanfaatan dana Otsus”.
“Otsus dari segi Anggaran jangan hanya di kasi saja, tapi bikinlah peraturannya platform yang jelas dan peruntukan yang tepat sasaran, pendidikan, kesehatan, UMKM, infrastruktur dan pembangunan sosial budaya untuk masyarakat asli Papua, selama ini pelaporan anggaran di gabung dengan APBD maka mekanisme pengelolaan dana Otsus jadi tidak transparan ”
Kemudian Otsus dari segi pemerintahan, untuk pemerintahan indikator yang mana yang kita pakai untuk mengukur tingkat keberhasilan Otsus, Gubernur dan wakil gubernur orang asli Papua, tapi di tingkat kabupaten kota masih belum diatur, ini masih dualisme undang undang”
Dr. Rafael Kapura Cambu menyarankan pro-kontra dan aspirasi yang hadir dari masyarakat harus di akomodir oleh MRP dan DPRP dan segenap pemangku kebijakan, Untuk di rumuskan apa yang seharusnya diimplementasikan.
“Yang pasti bahwa Otsus ini harus dilihat kembali, dan kalau mau dilanjutkan berdasarkan hasil evaluasi, terutama apa yang menjadi aspirasi dari masyarakat, pada prinsipnya Otsus ini harus berdasarkan kebutuhan daerah dan keinginan pusat yang harus di kompromikan bersama, maka solusi dari saya adalah evaluasi, duduk bersama, dan nenghadapi pro-kontra yang ada pemerintah harus mencari jalan tengah dengan pendekatan sosial budaya, humanis, biar tidak ada kekerasan, korban dan tidak menimbulkan konflik baru” tutupnya (nuel)