LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Komunikolog yang juga akademisi Universitas Hasanuddin Makassar Dr. Hasrullah, MA mengatakan DPRD Makassar tidak memiliki kepekaan terhadap kasus dugaan korupsi di PDAM Makassar 2015 hingga 2019.
Doktor Alumni Universitas Indonesia, spesialis opini publik kajian komunikasi politik Unhas Makassar itu mengatakan DPRD memiliki tiga fungsi, diantaranya Legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah. Anggaran, Kewenangan dalam hal anggaran daerah (APBD) Pengawasan, Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.
“Maaf wakil kita di DPRD kota Makassar sejak kembali bergulir kasus PDAM Makassar oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel. Suara wakil rakyat kita nyaris tak terdengar, ini ada apa?” tanya pengajar di Universitas Hasanuddin ini kepada awak media. Ahad (25/6/2023).
Hasrullah merupakan penulis aktif di media Nasional Kompas dan Bisnis Indonesia.
Pengamat Pemerintahan ini juga menyampaikan seharusnya DPRD berinisiatif atau mendorong terbentuk pembentukan Panitia Khusus (Pansus) ‘Hak Angket’ terkait PDAM Makassar. Seperti hak Angket yang pernah digulirkan di DPRD Sulsel soal dualisme pemerintahan.
“Seharusnya mereka anggota DPRD Makassar, sudah berinisiatif atau mendorong wacana pembentukan hak angket terkait kasus PDAM Makassar, Karena kasus PDAM Makassar saat ini yang sedang berproses di Pengadilan Tipikor dengan fakta persidangannya sangat memenuhi kualifikasi penetapan inisiatif hak angket oleh DPRD,” lanjut Hasrullah.
“Apalagi dalam persidangan Wali Kota Makassar secara terang benderang ada aliran dana yang mengalir Rp600 juta. Sepantasnya DPRD makassar menggunakan hak kontrolnya. Lebih urgen lagi, ini menyangkut dana air minum yang menyangkut hajat warga Makassar. Maka sudah sepantasnya politisi DPRD Makassar yang jumlah 50 orang menggunakan hak kontrolnya,” tambah dia.
Penulis opini diberbagai media nasional itu mengatakan wakil rakyat (DPRD) datang disaat pesta 5 tahunan saja (Pemilu). Ketika duduk sebagai wakil rakyat tidak melaksanakan fungsinya.
“Jangan sampai suara rakyat hanya perlukan pada saat pemilihan legislatif. Kita berpikir positif saja masih ada harapan besar dari politisi yang punya nyali dan hati nurani, semoga bisa tergelitik untuk ikut bersuara untuk kepentingan publik. Kita tunggu tugas mulia itu,” pungkasnya.
Diketahui dalam kasus korupsi di tubuh PDAM Makassar telah terjadi penyimpangan premi asuransi dwiguna jabatan wali kota dan wakil wali kota sejak 2016-2019.
Tidak hanya persoalan asuransi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulsel mendakwa eks Direktur PDAM Makassar Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar yang disangkakan terlibat kasus korupsi secara bersama-sama untuk pembayaran tantiem dan bonus jasa produksi tahun 2017-2019.
Doktor Alumni Universitas Indonesia menjelaskan sebagai berbagai pemberitaan bahwa adanya aliran dana premi asuransi ke Wali kota Makassar.
“Kalau kita kutip dari berbagai pemberitaan. Ada aliran dana premi asuransi Dwiguna kepada Wali kota Makassar saat ini. Sepantasnya DPRD makassar melakukan hak kontrolnya, lebih urgen lagi ini menyangkut dana air minum yang sepantasnya 50 orang politisi DPRD Makassar menggunakan hak kontrolnya,” imbuh Hasrullah.
Pengamat Pemerintahan itu kemudian menilai terdapat kebijakan pemerintah kota yang dinilai bertentangan dengan peraturan perundangan undangan serta peraturan pemerintah terkait dengan pembagian laba bagi perusahaan daerah (PDAM).
Wali kota Saksi Kasus Korupsi PDAM Makassar
Wali kota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto alias Danny Pomanto mengakui dirinya menerima asuransi dwiguna tahun 2015 yang diberikan pada tahun 2016. Dia menyebut asuransi itu sebenarnya diterima sisa dari jatah Wali kota Makassar sebelumnya.
Wali kota Makassar itu datang dan duduk sebagai Saksi, DP akronim dari Danny Pomanto saat bersaksi menggunakan stelan baju batik. Dia diperiksa bersama saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan (Sulsel) Zainuddin.
Jaksa penuntut umum Mudazzir mengatakan Danny diundang untuk memberikan keterangannya terkait proses pengusulan dan penetapan penggunaan laba PDAM Makassar. Kamis (22/6/2023).
“Terkait dengan proses pengusulan penggunaan laba sampai dengan penetapan penggunaan laba. Karena SK kan dikeluarkan oleh Wali Kota selaku pemilik modal,” tutur JPU Mudazzir. Kamis lalu.
Danny menjelaskan dalam persidangan itu bahwa asuransi tersebut merupakan perjanjian kerja sama (PKS) yang berakhir di tahun 2015. Oleh sebab itu ia menerima asuransi dwiguna itu saat dia mulai menjabat sebagai Wali Kota Makassar.
“Asuransi itu 5 tahun, sedangkan pak Ilham itu sisa 3 tahun. Waktu pak Ilham selesai, dia mendapat manfaat, besar sekali. Ada sisa 2 tahun, saya tidak ngerti, kan bukan saya yang bikin, bukan saya yang bayar premi. Bukan juga PDAM yang bayar premi. Selesai,” jelasnya.
Danny mengatakan dirinya saat itu tidak bisa menolak. Pasalnya, pembagian asuransi itu sesuai aturan dan langsung dibagikan tanpa sepengetahuannya.
“Itu kan harus dapat, karena itu kan uang negara kan. Ini kan uang dikasih-kasih. Datanglah dibawakan bilang pak begini. Loh. Kenapa ini ada apa? Oh ini pak,” katanya.
“Kan kebetulan bapak jadi wali kota. Kalau orang lain jadi wali kota orang lain yang terima. Dan itu dalam bentuk cek. Sisa dari itu. Jadi saya cuma dapat sisa,” Danny menirukan ucapan orang yang memberikannya uang saat itu. (LN)