
LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Dugaan pungutan liar (Pungli) bagi siswa baru di SMK Negeri 1 Makassar, Sulawesi Selatan merebak.
Wakil Ketua Umum DPP Gempa Indonesia, Ari Paletteri, Mengungkapkan hal itu.
Disebutkan pungli terkait penjualan lambang lokasi dan papan nama sekolah yang dibanderol seharga Rp 50.000.
Tudingan itu dialamatkan ke Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Kesiswaan yang juga menjabat sebagai ketua panitia Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2025.
Namun Nurgaibi menepis tudingan itu, Dia mengatakan ada salah persepsi informasi siswa kepada orang tua.
“Mungkin salah persepsi, Sama sekali tidak ada pembayaran seharga itu (Rp 50000) pak (Wartawan,red),” ujar Wakasek Bidang Kesiswaan itu kepada media. Sabtu (12/7).
“Pengambilan atribut memakai kwitansi pembayaran dari toko. Tidak ada pungli disitu,” katanya.
“Sengaja di bagi d kelas supaya efektif karena siswa akan menggunakan di hari senin nanti,” tambah Nurgaibi.
“Sekali lagi tidak ada pungli,” kuncinya.
Senada dengan Wakasek, Kepala SMK Negeri 1, Makassar, Harfanza mengatakan bahwa dirinya sudah menanyakan dugaan pungli tersebut ke Nurgaibi (Wakasek).
“Saya sudah cek dan tanyakan langsung kepada wakasek kesiswaan dan ini hanya miskomunikasi,” ujar Kepala SMKN 1 Makassar itu. Ahad (13/7)
“Dan tidak ada pembayaran sejumlah itu,” tambah Harfanza.
Dirinya pun berterimakasih atas informasi yang diberitakan sebelumnya.
Ia berharap apabila ada pungutan liar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dimana dirinya memimpin untuk disampaikan langsung kepadanya.
“Terima kasi atas informasinya kalau memang ada pungutan seperti itu, Tolong sampaikan kepada saya. Itu sebagai dasar saya memberikan pembinaan kepada wakasek kesiswaan,” katanya.
Sebelumnya Ari Paletteri menyebutkan hal seperti itu masuk dalam kategori pungli.
Katanya, Sekolah negeri tidak boleh menjual atribut seperti lambang atau papan nama dengan dalih administrasi penerimaan siswa.
“Apalagi jika itu menjadi syarat wajib. Ini bisa jadi modus yang dilegalkan,” tegas Ari.
“Jangan sampai hal-hal seperti ini dibiarkan dan akhirnya menjadi budaya. Dunia pendidikan harus bersih dari praktik pungutan liar,” tambahnya. (LN/*)