Diskusi Publik di UGM, Wamen Hukum dan HAM: Semua Upaya Paksa dalam KUHAP Harus Meminta Izin Pengadilan

0
FOTO: Wakil Menteri (Wamen) Hukum dan HAM RI, Edward Omar Sharif Hiariej. (Instagram)
FOTO: Wakil Menteri (Wamen) Hukum dan HAM RI, Edward Omar Sharif Hiariej. (Instagram)

LEGIONNEWS.COM – Wakil Menteri (Wamen) Hukum dan HAM RI, Edward Omar Sharif Hiariej menghadiri seminar nasional bertajuk “Pembaharuan Judicial Scrutiny dalam Rancangan KUHAP”

Seminar itu digelar oleh Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Jumat (03/10/25).

Hadir mendampingi Wamen Hukum dan HAM, Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia sekaligus Dosen Hukum Kriminologi Universitas Brawijaya, Fachrizal Affandi, serta Ketua Law and Gender and Society sekaligus Dosen Hukum Pidana UGM, Sri Wiyanti Eddyono.

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah pakar hukum pidana sebagai narasumber dan diikuti oleh akademisi, penegak hukum, serta mahasiswa.

Seminar menjadi ruang diskusi penting terkait peran judicial scrutiny dalam hukum acara pidana di Indonesia.

Dalam paparannya, Fachrizal menegaskan latar belakang pentingnya judicial scrutiny.

“Tanpa pengawasan hakim yang ketat, prinsip rechtstaat terancam runtuh dan hukum acara pidana hanya menjadi instrumen kekuasaan,” tegasnya.

Ia juga menjelaskan urgensi judicial scrutiny dalam melindungi hak asasi tersangka maupun terdakwa.

“Judicial scrutiny yang kuat mencegah penyalahgunaan upaya paksa, menjaga proporsionalitas, dan memastikan prinsip negara hukum,” ujarnya.

Lebih lanjut, Fachrizal memaparkan tiga model judicial scrutiny yang dikenal, yaitu rational basis review, intermediate scrutiny, dan strict scrutiny.

Model-model tersebut dapat menjadi kerangka konseptual dalam merumuskan pembaruan KUHAP agar lebih berkeadilan.

Sementara itu, Sri Wiyanti Eddyono menyoroti isu perlindungan perempuan dalam konteks hukum acara pidana.

“Harus ada perhatian terkait penahanan terhadap perempuan yang berkonflik dengan hukum, terutama perempuan hamil dan menyusui,” ungkapnya.

Adapun Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, menekankan perlunya keterlibatan pengadilan dalam seluruh upaya paksa sebagaimana diatur dalam KUHAP nanti.

“Semua upaya paksa dalam KUHAP harus meminta izin kepada pengadilan,” tegasnya.

Seminar ini sekaligus menjadi momentum refleksi akademik dan praktik dalam pembaruan hukum acara pidana. (*)

Advertisement