LEGIONNEWS.COM – OPINI, Direktur Profetik Institute, Asratillah, menegaskan bahwa polemik mengenai pakta integritas Prof. Jamaluddin Jompa (Prof. JJ) telah selesai secara faktual dan kelembagaan. Ia meminta semua pihak menghentikan upaya memperpanjang isu tersebut, terutama dengan menariknya ke wilayah spekulatif yang berpotensi mengganggu kondusivitas akademik Universitas Hasanuddin (UNHAS) menjelang tahapan akhir Pemilihan Rektor oleh Majelis Wali Amanat (MWA).
“Aspek faktualnya sudah sangat jelas. Dokumen yang beredar di media sosial dan dikaitkan dengan komitmen Prof. JJ kepada partai politik tertentu adalah dokumen palsu. Sementara pakta integritas yang asli bersifat normatif, etis, dan kelembagaan. Dalam tradisi akademik, ini seharusnya menjadi titik akhir polemik,” ujar Asratillah di Makassar, Senin (15/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa pakta integritas resmi yang ditandatangani para calon rektor memuat komitmen universal yang lazim dalam tata kelola perguruan tinggi, antara lain penegakan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, penguatan UNHAS sebagai sentra ilmu pengetahuan, teknologi, riset, dan inovasi, dukungan terhadap Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), serta komitmen menjadikan kampus sebagai ruang pendidikan yang inklusif dan berbudi pekerti luhur. Tidak terdapat satu pun klausul yang bersifat partisan atau politik praktis.
Asratillah mengapresiasi klarifikasi resmi yang disampaikan oleh Humas UNHAS. Namun, ia menilai masih adanya pemberitaan yang—meski telah memuat klarifikasi—tetap membuka ruang tafsir seolah-olah polemik tersebut belum selesai, justru berpotensi menciptakan kebingungan baru di ruang publik.
“Klarifikasi institusional adalah rujukan tertinggi dalam dunia akademik. Jika setelah itu isu masih digiring seakan-akan ‘belum tuntas’, maka yang terjadi bukan pendalaman, melainkan reproduksi keraguan. Ini berbahaya karena mengikis kepercayaan pada mekanisme formal kampus dan memperpanjang polemik yang secara faktual sudah selesai,” tegas Asratillah.
Menurut Direktur Profetik Institute, memperpanjang polemik pakta integritas justru mengalihkan perhatian dari agenda yang jauh lebih substantif dan strategis bagi UNHAS. Fokus publik kampus seharusnya diarahkan pada keberlanjutan transformasi institusi dan penguatan capaian yang telah diraih selama kepemimpinan Prof. Jamaluddin Jompa.
“UNHAS sedang berada pada fase penting. Reputasi nasional dan global meningkat, tata kelola membaik, dan kepercayaan internal terhadap arah kepemimpinan terbukti kuat. Energi kolektif seharusnya diarahkan untuk melanjutkan dan melipatgandakan capaian ini,” katanya.
Asratillah juga menekankan bahwa konteks Pemilihan Rektor UNHAS berbeda secara mendasar dengan Pilkada. Karena itu, ia mengingatkan agar metode pemasaran politik elektoral—seperti penyebaran hoaks, propaganda kelabu, atau survei pseudo-ilmiah untuk menggiring opini—tidak dibawa ke dalam ruang akademik.
“Cara-cara yang tidak elegan hanya akan merusak ruh akademik. Kampus bukan arena politik praktis, melainkan ruang rasionalitas, etika, dan tanggung jawab intelektual,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Asratillah mengajak seluruh civitas academica UNHAS untuk menjaga ketenangan, menghormati proses kelembagaan, dan menatap ke depan dengan semangat kolektif.
“Klarifikasi sudah tuntas. Kini saatnya menutup polemik, menjaga marwah UNHAS, dan memastikan Pemilihan Rektor berjalan bermartabat serta berorientasi pada kemajuan institusi,” pungkasnya. (*)

























