Diatur di Dalam UU IKN, Tak Ada Batasan Waktu Masa Jabatan Kepala Otorita

Pradesain Istana Negara berlambang burung Garuda di Ibu Kota Negara (IKN) karya seniman I Nyoman Nuarta
Pradesain Istana Negara berlambang burung Garuda di Ibu Kota Negara (IKN) karya seniman I Nyoman Nuarta

LEGION NEWS.COM, JAKARTA – Berbagai sorotan terkait dengan Rencana Undang Undang (RUU) yang nantinya bakal menjadi Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) tak mengatur maksimal masa jabatan Kepala Otorita selaku pemimpin Pemerintahan Daerah Khusus IKN Nusantara.

UU IKN hanya mengatur satu periode jabatan Kepala Otorita IKN yakni lima tahun. Namun, Kepala Otorita IKN dapat terus ditunjuk oleh presiden di periode berikutnya untuk masa jabatan yang sama.

Dengan demikian, tak seperti jabatan eksekutif laiknya presiden atau kepala daerah lain yang dibatasi maksimal hingga dua periode, Kepala Otorita IKN dapat terus menjabat untuk masa periode lima tahun selama ditunjuk presiden.

Ketentuan masa jabatan lima tahun Kepala Otorita IKN tertuang dalam pasal 10 UU IKN. Ayat 1 pasal tersebut berbunyi:

Advertisement

“Kepala Otorita IKN Nusantara dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memegang jabatan selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama,” demikian bunyi pasal tersebut.

Akan tetapi, masih merujuk pasal yang sama pada ayat berikutnya, UU IKN mengatur Kepala Otorita IKN bisa sewaktu-waktu diberhentikan oleh presiden di tengah masa jabatan.

Ketentuan itu merupakan konsekuensi sebab Kepala Otorita, sebagai kepala Lembaga Otorita Pemerintahan Daerah Khusus IKN Nusantara, merupakan jabatan setingkat menteri yang dipilih tanpa melalui pemilihan umum (pemilu).

Kepala Otorita dipilih langsung oleh Presiden hanya lewat konsultasi DPR yang tak bersifat mengikat. Artinya, hasil konsultasi dengan DPR berhak ditolak atau diterima oleh presiden.

Bahkan, untuk penunjukan awal, Presiden tak diharuskan berkonsultasi dengan DPR untuk menunjuk Kepala Otorita pertama dua bulan usai UU IKN diundangkan. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 10 ayat 3 UU IKN yang telah disahkan DPR dalam Paripurna pada Selasa (18/1) lalu.

“Khusus untuk di tahun pertama ini kita tidak mengharuskan presiden berkonsultasi pada DPR karena di dalam undang-undang itu ditetapkan dua bulan ini harus ada kepala otorita,” kata Ketua Pansus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia di kompleks parlemen, Selasa (18/1).

Indonesia terus bergerak maju dengan rencana untuk merelokasi Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur pada pertengahan 2024, setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) dan rencana keseluruhan mendekam cukup lama di tengah merebaknya SARS-CoV-2, atau pandemi COvid-19.

Di dalam RUU yang baru saja diberikan ke DPR RI September lalu ini, Indonesia berencana untuk memindahkan IKN dari DKI Jakarta ke area seluas 56.180 hektar (ha) di Provinsi Kalimantan Timur.

RUU itu juga mengatur terkait dengan wewenang Presiden RI, dengan persetujuan DPR, untuk menunjuk siapa yang akan menjadi pejabat setara dengan kepala pemerintahan daerah IKN baru, yang dinamakan Kepala Otorita IKN.

Hal itu menjadikan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang seringkali diwarnai oleh pertarungan politik yang beringas, tidak diperlukan.

Dilansir dari Bloomberg, DPR RI diperkirakan akan mengesahkan RUU IKN Baru menjadi UU tahun ini. Setelah resmi menjadi UU nantinya, pemerintah akan bisa melangsungkan proyek senilai Rp489 triliun (setara dengan US$34 miliar) sebelum Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Sekalipun proyek IKN Baru bisa menjadi warisan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), hal tersebut juga telah menimbulkan keprihatinan terkait dengan deforestasi.

Indonesia sebenarnya sudah berkontemplasi terkait dengan rencana ini selama berdekade-dekade. Indonesia akan menjadi negara ketiga di Asia Tenggara yang merelokasi ibu kota negaranya.

Negara tetangga seperti Malaysia, memindahkan pusat pemerintahannya ke Putrajaya di 2003, dan Myanmnar merubah ibu kotanya ke Naypyidaw di 2006.

Jokowi menyebut proyek relokasi ini akan membantu kegiatan ekonomi tersebar ke luar Jawa, sekaligus meminimalisasi kesenjangan pendapatan antara daerah terpadat di Indonesia itu dengan seluruh daerah lainnya.

Pulau Jawa, merupakan tempat bagi 60 persen dari populasi Indonesia dan berkontribusi terhadap lebih dari setengah PDB nasional. Di sisi lain, Kalimantan mencatatkan hanya sebesar 5,8 persen dari populasi dan menyumbang 8,2 persen terhadap ekonomi nasional.

Jokowi menganggap langkah tersebut diperlukan karena ibu kota saat ini di Jakarta, yang berpenduduk 10 juta jiwa, mengalami kemacetan lalu lintas, banjir dan polusi udara yang telah mencapai tingkat tidak sehat.

Bahkan, Jakarta juga akan terendam oleh air laut dengan cepat. Saat ini, dua per lima wilayahnya jatuh di bawah permukaan laut serta beberapa bagian terendam dengan kecepatan 20 sentimeter per tahun.

Kelompok lingkungan telah menyuarakan keprihatinan tentang potensi kerusakan hutan hujan Kalimantan. Pulau Borneo, rumah bagi spesies yang terancam punah seperti orangutan, telah kehilangan 30 persen hutannya dalam kurun waktu empat dekade. Sebagian besar hal itu untuk industri kertas dan pulp serta perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan rencana, kantor pusat lembaga negara akan dipindahkan secara bertahap dalam proses yang mungkin memakan waktu dua hingga empat tahun, kecuali Bank Indonesia (bank sentral) dan kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan, yang akan tetap berada di Jakarta sebagai pusat keuangan dan komersial.
Hanya seperlima dari biaya proyek ini berasal dari anggaran negara, dan sisanya berasal dari pendanaan swasta. (LN/CNN/Bisnis)

Advertisement