MAKASSAR – Lembaga Pengawas Aset Negara Republik Indonesia What’s Relation of Corruption (WRC) menggelar dialog publik dengan tema “Pembangunan Rel Kereta Api Sulsel, Pengaruh Terhadap Ekonomi dan Sosial Masyarakat.” di Cafe Eran Co, Sabtu (03/09/2022) Siang.
Dialog tersebut menghadirkan tiga narasumber yakni Pengamat Politik Universitas Bosowa (Unibos) Makassar Dr Arief Wicaksono, Direktur Profetik Institute, Asratillah Senge, Akademisi dari Universitas Fajar (Unifa), Dr.Ir. Natsar Desi.,SP., M.Si.,IPM dan dimoderatori oleh Wakil Ketua KNPI Sulsel, Syamsul Bahri Majjaga.
Dalam dialog yang berlangsung kurang lebih dua jam itu berhasil mengungkap fakta baru soal rencana pembangunan jalur kereta Api Maros-Makassar yang kini berpolemik. Mega proyek Pemerintahan Presiden Jokowi ini diketahui akan melintasi lahan milik PT. Sinergi Mutiara Cemerlang yang merupakan anak perusahaan dari PT. Summarecon Agung Tbk.
Akademisi Unifa, Dr Ir Natsar Desi M Si membeberkan bahwa Pemerintah Kota Makassar telah memberikan Keterangan Rencana Kota (KRK) yang disebutnya sebagai surat sakti ke PT.Sinergi Mutiara Cemerlang. Surat dengan nomor 630/139/DP. Tata Ruang/2017 ini ditandatangani oleh Walikota Makassar, Ir Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto pada tanggal 4 September 2017.
“Ini saya anggap surat sakti. Mengapa?, karena pemkot pada saat itu menyatakan lewat surat ini bahwa pada prinsipnya dapat memberikan keterangan rencana kota terhadap pembangunan kawasan perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, perumahan serta fasilitas penunjangnya pada PT. Sinergi Mutiara Cemerlang dan seterusnya,” beber Natsar Desi yang akrab disapa Aloq.
“Lokasinya terletak di Kelurahan Bulurokeng dan Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Dimana luas lahan yang direncanakan dalam pembangunan kawasan tersebut oleh PT. Sinergi Mutiara Cemerlang lebih dari 1000 hektar,” sambungnya.
Di pemberitaan media, kata Aloq, pernah diperlihatkan maket pembangunan kawasan PT. Sinergi Mutiara Cemerlang, dimana maket tersebut mendeskripsikan secara detail jalur rel kereta api yang menggunakan konsep elevated (melayang) dari Kabupaten Maros ke Kota Makassar. Maket ini menurutnya sinkron dengan keinginan Walikota Makassar.
Oleh karena hal itu, Aloq dalam diskusi tersebut mempertanyakan bahwa apakah ada hubungan keterkaitan antara getolnya penolakan Walikota Makassar terhadap rencana pembangunan jalur kereta Api konsep At Grade yang digawangi Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan maket pembangunan kawasan milik PT. Sinergi Mutiara Cemerlang.
“Atau jangan-jangan, pihak anak perusahaan PT. Summarecon Agung merasa terganggu dengan adanya informasi bahwa yang disetujui oleh pemerintah pusat melalui BPKA Sulsel adalah rel kereta yang melintas di kawasan itu, bukan melayang (elevated) tapi melintas diatas tanah (at grade),” ucap Aloq ditengah diskusi.
Doktor lingkungan hidup jebolan Universitas Negeri Makassar (UNM) tersebut, lebih jauh menjelaskan bahwa dampak lingkungan yang diwacanakan sebelumnya akibat pembangunan rel kereta api itu telah dilakukan kajian oleh para ahli di bidangnya masing-masing dan oleh tim penilai dokumen AMDAL Pemerintah Provinsi Sulsel yang diajukan oleh Pemrakarsa Kementerian Perhubungan.
“Itu sudah dilakukan kajian oleh para ahli di bidang masing-masing. Segala dampaknya diperhitungkan oleh para ahli. Terkait isu banjir yang disampaikan Pemerintah kota Makassar, itu menjadi pertanyaan,” ujar mantan juru bicara pasangan ADAMA saat Pemilukada 2020 lalu.
Menurutnya, sejak diawal perencanaan pembangunan rel kereta api di trans Sulawesi yang melintas kabupaten kota di Sulawesi Selatan (Makassar-Parepare) juga melibatkan pemerintah daerah setempat.
“Belakangan ini ada sikap protes oleh Pemerintah kota Makassar yang berkeinginan agar lintasan kereta api yang kearah kota Makassar dengan konsep melayang. Saya sudah berkonsultasi dengan pihak BPKA. Menurutnya, hal itu telah disampaikan pihaknya terkait dengan keinginan Walikota Makassar agar rel yang masuk ke kota Makassar menggunakan konsep melayang dan pihak BPKA Kementerian Perhubungan mempersilahkan Pemkot Makassar untuk mengajukan usulannya ke pemerintah pusat,” tandas Aloq.
Namun hal itu, kata Aloq, Kepala BPKA Sulsel menyampaikan ke pihak Pemkot Makassar bahwa Pemerintah tidak memiliki anggaran cukup untuk memenuhi keinginan Walikota Makassar, bahkan disarankan untuk mencari investor dalam rangka membangun jalur kereta dengan konsep melayang yang masuk di kota Makassar.
Diakhir diskusi itu, Aloq kembali menyinggung kasus yang menimpa Bos Summarecon Agung Tbk. Ia menjelaskan bahwa kasus tersebut terkait dengan dugaan suap pengurusan perizinan pembangunan apartemen Sedaton di Yogyakarta dan sementara dalam penanganan Jaksa Penuntut KPK. Ada 5 orang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan dugaan suap pengurusan perizinan pembangunan apartemen Sedaton di Yogyakarta.
“Walikota kita juga mirip marketing PT. Sinergi Mutiara Cemerlang. Menurut informasi, dia pernah mengajak media ke lokasi lahan milik anak perusahaan PT. Sumarecon Agung, dia bahkan menunjukan beberapa lokasi yang rencananya akan dibangun, kawasan industri dan perumahan. Jadi saya harap rekan-rekan media, aktivis dan lembaga anti korupsi untuk jeli melihat hal itu. Apalagi Bos Summarecon Agung Tbk, saat ini kan diduga melakukan suap terkait perizinan dan sedang berproses kasusnya di KPK,” ungkap Aloq.
Menutup dialog publik itu, Mantan ketua umum HMI Cabang Makassar berharap media untuk tidak terkekang dalam kebebasan pers nya dalam mengungkap hal-hal terkait informasi yang seharusnya bisa diketahui publik, ketika berhadapan dengan penguasa. (Let)