Dialog Publik: Kemerosotan Moral di Jaringan Politik, Risiko Punya Presiden Lahir dari Relawan

Foto: Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti (kanan) di acara diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana, Minggu (4/12)/RMOL.
Foto: Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti (kanan) di acara diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana, Minggu (4/12)/RMOL.

DIALOG PUBLIK – Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan sebagai seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan, Misalkan seperti Presiden Joko Widodo seharusnya memikirkan bagaimana caranya memberikan kenyamanan untuk rakyatnya.

Demikian kata Bivitri saat menghadiri diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tajuk “Menelisik Zona Nyaman Jokowi”

Dialog publik itu diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di Amaris Hotel Juanda, Jalan Ir. H. Juanda nomor 3, Gambir, Jakarta Pusat, Minggu sore (4/12).

“Bagaimana kita sebenarnya harusnya bisa mengingatkan seorang presiden republik ini bahwa, walaupun semua kekuasaan berkumpul pada dirimu, hendaklah yang dipikirkan saya mengutip Mas Teguh, kenyamanan rakyat, bukan kenyamanan kelompoknya,” ujar Bivitri.

Advertisement

Akan tetapi menurut Bivitri, hal tersebut tidak dimiliki oleh Presiden Jokowi lantaran Jokowi bukan seorang politisi yang lahir dari jenjang karir politik atau rekam jejak politik yang kuat.

“Dia adalah seorang mantan pedagang yang kemudian diangkat oleh relawan-relawan pada 2014 dan lanjut 2019 dan sampai sekarang, dan akibatnya adalah, jadinya kita akan sulit sekali untuk punya akuntabilitas yang jelas, karena dia akan selalu mengikuti kemana dia akan merasa nyaman,” kata Bivitri.

Sehingga kata Bivitri, ketika partai politik (parpol) pengusungnya menggadang-gadang calon presiden (capres) yang tidak diharapkan, maka Jokowi akan mencari kelompok relawan yang memiliki jagoan yang didukung.

Bivitri pun mengaku pernah menulis tentang bagaimana seorang pemimpin yang kurang bisa memenuhi kenyamanan rakyatnya, maka akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang akan menyenangkan di permukaan saja.

“Seperti zaman Romawi Kuno, orang-orang dikasih roti gratis sambil nonton pertunjukan, padahal sebenarnya terjadi kemerosotan moral di jaringan politiknya. Dan menurut saya itu yang tengah terjadi. Kita seakan-akan disuguhkan sesuatu hal yang seru-seru saja, bahkan mau ada pembagian rice cooker ya saya baca, kayanya aduh kok di permukaan banget gitu,” jelas Bivitri.

“Tapi inilah soalnya, apabila seorang dengan kondisi politik kita, seorang presiden lahir dari sekelompok relawan, yang ketika akan menemukan kesulitan-kesulitan yang akan dilakukan adalah memberikan kebijakan yang modelnya seperti itu, dan kemudian mengelola suara-suara yang populer sekali dari kelompok-kelompok relawan ini, dan akhirnya kita enggak dapat hal-hal yang justru kita butuhkan untuk membangun demokrasi,” sambung Bivitri menutup.

Dalam acara ini, juga dihadiri langsung oleh tiga narasumber lainnya, yakni Ketua Umum Relawan Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer alias Noel, Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa, dan Pengamat Politik Universitas Padjajaran Kunto Adi Wibowo, serta moderator Venna Kintan, dan turut dihadiri oleh Pendiri lembaga survei Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio alias Hensat. (Sumber: rmol)

Advertisement