LEGIONNEWS.COM – Terjadi kenaikan harga beras di seluruh zona atau wilayah indonesia sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Akan hal itu menjadi perhatian Kantor Staf Presiden (KSP).
Dilansir dari pemberitaan Senin 11 Agustus 2025, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian dan Pangan, Edy Priyono mengungkapkan, harga beras di sejumlah wilayah sudah jauh melampaui HET.
Edy Priyono pun menyoroti kenaikan harga beras yang terjadi di seluruh zona Indonesia.
“Ini beras saya kira sudah menjadi perhatian kita semua dan sudah diambil langkah-langka,” ujar Edy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (11/8/2025).
“Tapi intinya kita perlu melihat bahwa memang baik di zona 1, 2, maupun 3 ini harganya cukup jauh di atas harga eceran tertinggi,” katanya.
Menurutnya, disparitas harga cukup tajam, terutama di zona 3 yang meliputi wilayah Maluku dan Papua.
“Kalau di zona 3, Maluku-Papua, itu jaraknya dengan HET sampai sekitar 40%,” ungkapnya.
Di zona lain, jarak dengan batasan harga juga masih tinggi.
“Di zona 1 jaraknya sekitar 14%, di zona 2 sekitar 13%. Ini termasuk daerah dengan disparitas tinggi, artinya selisih harga antara satu daerah dengan daerah lain itu sangat besar,” jelas Edy.
Edy membeberkan, daerah-daerah dengan harga beras tertinggi sebagian besar berada di zona 3, dengan harga mencapai Rp40.000 hingga Rp50.000 per kilogram (kg).
Namun, ada pengecualian di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, yang berada di zona 2.
“Dalam kesempatan ini, kami ingin minta perhatian khusus kepada Bapak-Ibu dari Kabupaten Mahakam Ulu. Harga berasnya rata-rata hampir mencapai Rp20.000 per kg, sedangkan di sekitar Mahakam Ulu tidak seperti itu,” katanya.
Ia menegaskan, pemerintah akan terus mendorong penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijalankan Bulog atas penugasan Badan Pangan Nasional (Bapanas), selain bantuan pangan beras. Namun, realisasi penyaluran SPHP dinilai belum optimal.
“Sampai minggu lalu itu kami monitor dari laporan teman-teman Badan Pangan, realisasinya masih belum terlalu besar. Kalau ada kendala mungkin segera kita bicarakan nanti di dalam rapat khusus untuk melakukan percepatan,” ujarnya.
Edy menambahkan, rapat koordinasi mingguan secara daring akan digelar untuk mempercepat distribusi beras SPHP.
“Meskipun kalau kita lihat, memang per provinsi sudah ada penurunan di 9 provinsi, sementara di 15 provinsi masih naik. Tapi intinya, penyaluran beras SPHP ini perlu kita terus untuk melakukan percepatan,” pungkasnya.
Indonesia mencetak sejarah baru dalam sektor ketahanan pangan nasional.
Hingga awal Mei 2025, serapan beras oleh Perum Bulog mencapai 1,8 juta ton. Capaian ini seluruhnya berasal dari hasil produksi dalam negeri, tanpa mengandalkan impor.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut keberhasilan tersebut sebagai hasil sinergi antara kebijakan yang tepat, semangat petani, dan dukungan lintas sektor.
“Saat negara lain menghadapi krisis pangan, Indonesia justru surplus beras. Ini bukti komitmen pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, meningkatkan kesejahteraan petani, dan membangun fondasi pertanian yang berkelanjutan,” ujarnya melalui siaran pers, Selasa (6/5/2025).
Dengan capaian itu, Indonesia semakin mantap melangkah menuju kemandirian pangan dan memperkuat posisinya sebagai negara agraris yang tangguh di tengah tantangan global.
Sebelumnya, Amran menyampaikan, stok cadangan beras pemerintah kini mencapai 3,5 juta ton per 4 Mei 2025, sebuah capaian tertinggi dalam kurun waktu 57 tahun sejak Bulog berdiri pada 1969.
“Ini pertama kalinya dalam 57 tahun terakhir. Stok cadangan beras pemerintah menembus lebih dari 3,5 juta ton dalam periode Januari hingga Mei. Kita patut bersyukur dan bangga,” katanya.
Lonjakan stok tersebut terjadi berkat program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang masif dilakukan pemerintah sejak awal 2024. Hasilnya, stok beras yang semula 1,7 juta ton pada Januari 2025, melonjak drastis menjadi 3,5 juta ton hanya dalam empat bulan.
“Seluruh beras yang diserap Bulog merupakan hasil produksi petani lokal. Angka serapan ini melampaui rata-rata serapan tahunan Bulog selama 57 tahun,” tegas Amran.
Lonjakan serapan ini bahkan membuat Bulog harus menyewa tambahan gudang berkapasitas 1,1 juta ton untuk menampung stok beras hasil panen dalam negeri. (Sumber: CNBC/Kompas)

























