Dekan Fakultas Teknik Unibos Kini Bergelar Profesor

FOTO: Prof. Dr. Nasrullah, S.T., M.T. Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa (Unibos) Makassar. (Istimewa)
FOTO: Prof. Dr. Nasrullah, S.T., M.T. Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa (Unibos) Makassar. (Istimewa)

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa (Unibos) Makassar, Dr. Nasrullah, S.T., M.T. kini telah bergelar Profesor.

Nasrullah mendapat gelar profesor di bidang ilmu arsitektur dengan kepakaran Sains dan Teknologi Bangunan Gedung (Energi Bangunan Gedung) dari pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 656/M/KPT.KP/2025.

Pengukuhan Prof. Dr. Nasrullah, S.T., M.T. Disampaikan pada Pidato Pengukuhan dan Penerimaan
Jabatan Profesor Dalam Bidang Ilmu Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Bosowa 2025.

“Membangun masa depan yang berkelanjutan: Energi bangunan gedung moderen sebagai solusi untuk menghadapi perubahan iklim”.

Advertisement

Berikut ringkasan hasil penelitian Prof. Dr. Nasrullah, S.T., M.T.

Perubahan iklim adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat manusia saat ini. Dampaknya dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kenaikan permukaan laut hingga perubahan pola cuaca yang ekstrem. Salah satu sektor yang berkonstribusi signifikan terhadap perubahan iklim adalah bangunan Gedung, yang mengonsumsi energi dalam jumlah besar dan menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Oleh karena itu, kita harus bertindak cepat dan efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Bangunan gedung modern dapat memainkan peran penting dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan.

Dengan menggunakan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan, kita dapat mengurangi konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca. Selain itu, bangunan gedung modern juga dapat menjadi contoh bagi masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup yang berkelanjutan.

Dalam orasi ini, saya ingin menyampaikan beberapa poin penting yang dapat menjadi acuan bagi kita dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan melalui energi bangunan gedung modern. Pertama, kita harus mengadopsi teknologi yang efisien dan ramah lingkungan dalam desain dan konstruksi bangunan gedung. Ini dapat meliputi penggunaan bahan bangunan yang berkelanjutan, sistem pencahayaan yang efisien, dan sistem pendingin udara yang ramah lingkungan.

Kedua, kita harus mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan dalam bangunan gedung. Ini dapat berupa penggunaan panel surya, turbin angin, dan sistem pemanas air yang menggunakan energi surya. Ketiga, kita harus menciptakan bangunan gedung yang dapat beradaptasi dengan perubahan iklim. Ini dapat meliputi desain bangunan yang dapat menahan banjir, sistem pendingin udara yang dapat beradaptasi dengan perubahan suhu, dan sistem pencahayaan yang dapat beradaptasi dengan perubahan cahaya alami.

Hadirin yang saya hormati,
Perkenankan saya mengilustrasikan temuan penelitian yang terjadi di era modern saat ini.

Kebutuhan akan bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi semakin mendesak. Kemajuan teknologi telah melahirkan berbagai inovasi energi yang tidak hanya mendukung keberlanjutan, tetapi juga meningkatkan kenyamanan dan efisiensi hidup di dalamnya.

Salah satu temuan paling menonjol adalah pemanfaatan panel surya generasi baru. Tak hanya dalam bentuk konvensional, kini panel surya hadir dalam versi transparan yang bisa dipasang di jendela tanpa mengurangi cahaya alami. Teknologi seperti transparent photovoltaic (TPV) memanfaatkan cahaya ultraviolet dan inframerah untuk menghasilkan listrik, tanpa mengganggu visibilitas jendela (Lunt, 2017).

Selain itu, solar skin memungkinkan panel surya menyatu secara visual dengan desain bangunan, menjadikannya tidak hanya fungsional tetapi juga estetis. Bahkan, muncul teknologi berbasis perovskite yang menjanjikan efisiensi tinggi dengan biaya produksi lebih rendah. Menurut NREL (2021), sel surya perovskite telah mencapai efisiensi lebih dari 25%, mendekati bahkan melebihi silikon konvensional.

Di sisi lain, sistem ventilasi dan pendingin ruangan juga telah berevolusi. Smart HVAC system kini dilengkapi dengan kecerdasan buatan yang mampu menyesuaikan suhu dan kelembapan secara otomatis, serta memanfaatkan kembali panas dari udara buangan melalui heat recovery ventilation (HRV). Teknologi ini terbukti mampu menghemat energi hingga 30% dibandingkan sistem tradisional (Zhao et al., 2020).

Konsep bangunan dengan energi nol atau Net-Zero Energy Building (NZEB) mulai diterapkan secara luas. Bangunan ini mampu menghasilkan energi sendiri, biasanya dari sumber terbarukan, yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhannya.

Departemen Energi AS mendefinisikan NZEB sebagai bangunan yang dalam setahun menghasilkan jumlah energi yang sama atau lebih dari energi yang dikonsumsinya melalui kombinasi efisiensi dan produksi energi terbarukan (DOE, 2015).

Tak kalah menarik, atap hijau dan taman vertikal kini tidak hanya berfungsi sebagai elemen estetika, tetapi juga sebagai bagian dari sistem energi dan sirkulasi udara. Dilengkapi dengan irigasi otomatis berbasis sensor cuaca, taman ini membantu menyaring udara, mengurangi efek pulau panas, dan menjaga suhu bangunan tetap stabil secara alami (Francis & Lorimer, 2011).

Upaya mengelola semua komponen ini, bangunan modern dilengkapi dengan smart building management systems (BMS). Melalui bantuan Internet of Things (IoT), seluruh penggunaan listrik, pencahayaan, dan suhu ruangan dapat dipantau dan dikendalikan dari satu sistem pusat.

Bahkan, ruangan yang tidak digunakan akan secara otomatis dikurangi konsumsi energinya. Penelitian oleh Ghaffarianhoseini et al. (2016) menunjukkan bahwa penerapan BMS dapat menghemat energi sebesar 10–30% di gedung komersial. Tidak berhenti di situ, pemanfaatan air pun ikut ditingkatkan melalui sistem daur ulang air hujan dan air abu-abu.

Air yang sebelumnya terbuang kini bisa digunakan kembali untuk kebutuhan non-minum seperti menyiram tanaman atau membilas toilet. Teknologi ini tidak hanya hemat air, tetapi juga mendukung prinsip ekonomi sirkular dalam konstruksi bangunan (Eriksson et al., 2002).

Terakhir, dengan semakin berkembangnya teknologi penyimpanan energi dan mikrogrid, bangunan modern kini bisa beroperasi secara mandiri, bahkan saat terjadi pemadaman listrik. Battery storage systems seperti Tesla Powerwall menjadi solusi untuk menyimpan kelebihan energi yang dihasilkan di siang hari untuk digunakan saat malam. Sistem ini terbukti efektif dalam meningkatkan resiliensi energi, terutama di kawasan yang rentan terhadap gangguan jaringan listrik (Lund et al., 2015). Seluruh inovasi ini menandai langkah besar dalam arsitektur berkelanjutan sesuai dengan energi bangunan gedung yang sustainable dan modern. Bangunan bukan lagi sekadar tempat tinggal atau bekerja, tetapi menjadi bagian dari solusi lingkungan, membawa masa depan yang lebih bersih, efisien, dan harmonis dengan alam.

Hadirin yang saya hormati,
Peran Energi bangunan gedung yang Sustainable dan Modern

Menghadapi krisis iklim global dan meningkatnya kebutuhan energi, sektor bangunan memainkan peran yang sangat signifikan. Bangunan menyumbang lebih dari 40% konsumsi energi dunia dan hampir 30% emisi karbon global (IEA, 2021). Oleh karena itu, transformasi menuju bangunan yang sustainable dan modern bukan hanya pilihan, melainkan sebuah keharusan. Energi dalam konteks bangunan tidak lagi hanya berkaitan dengan listrik atau pendinginan, tetapi mencakup bagaimana bangunan itu menghasilkan, mengelola, dan menggunakan energi secara efisien dan ramah lingkungan. Bangunan modern kini dirancang untuk mengintegrasikan teknologi terbarukan, seperti panel surya, sistem penyimpanan energi, ventilasi cerdas, serta manajemen energi berbasis IoT. Hal ini memungkinkan bangunan untuk berkontribusi langsung dalam menurunkan emisi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup penghuninya.

Salah satu bentuk nyata dari transformasi ini adalah munculnya konsep Net-Zero Energy Building (NZEB) bangunan yang memproduksi energi sebanyak yang dikonsumsinya selama setahun. Menurut U.S. Department of Energy (2015), bangunan NZEB “menggabungkan desain efisien dengan teknologi energi terbarukan untuk menciptakan sistem bangunan yang hemat energi dan bersih.”

Peran bangunan ini sangat penting dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan memperkuat transisi ke sistem energi yang berkelanjutan. Lebih jauh lagi, peran energi dalam bangunan modern tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial dan ekonomi. Bangunan yang hemat energi terbukti dapat menurunkan biaya operasional hingga 30% dalam jangka panjang (Ghaffarianhoseini et al., 2016).

Selain itu, lingkungan dalam ruangan yang sehat dan termal yang stabil secara langsung berkaitan dengan peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan penghuni (Allen et al., 2016).

Dilihat dari sisi lingkungan, penerapan sistem seperti atap hijau, fasad dinamis, dan teknologi daur ulang air juga membantu mengurangi efek urban heat island dan menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan. Bahkan, menurut Francis & Lorimer (2011), elemen-elemen hijau ini tidak hanya menurunkan konsumsi energi, tetapi juga meningkatkan biodiversitas atau keanekaragaman hayati di lingkungan padat penduduk.

Keberadaan sistem manajemen energi berbasis digital (Building Management Systems/BMS) semakin memperkuat peran bangunan sebagai entitas cerdas yang mampu beradaptasi terhadap pola penggunaan energi. Dengan sensor dan algoritma berbasis AI, bangunan dapat mendeteksi aktivitas, mengoptimalkan pencahayaan, serta mengatur suhu secara otomatis, menghasilkan efisiensi energi yang signifikan tanpa mengorbankan kenyamanan (Zhao et al., 2020).

Secara keseluruhan, bangunan yang sustainable dan modern kini menjadi salah satu pilar penting dalam agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs). Mereka tidak hanya memanfaatkan energi, tetapi juga memproduksi dan mengelola energi secara aktif, menjadikannya agen perubahan dalam transisi menuju masa depan yang lebih hijau dan resilien terhadap perubahan iklim.

Hadirin yang saya hormati,
Energi bangunan gedung secara Makro

Konteks pembangunan global, energi bangunan gedung memiliki peranan yang strategis dan sangat besar secara makro. Bangunan komersial, residensial, maupun industrial menjadi salah satu konsumen energi terbesar di dunia. Diperkirakan lebih dari 30% konsumsi energi global dan sepertiga dari total emisi gas rumah kaca berasal dari sektor bangunan (International Energy Agency [IEA], 2021). Hal ini menjadikan sektor ini sebagai kunci dalam agenda transisi energi dan upaya mengatasi krisis perubahan iklim.

Secara makro, pengelolaan energi dalam bangunan tidak hanya berhubungan dengan efisiensi di tingkat mikro (misalnya penggunaan lampu hemat energi atau pendingin ruangan hemat listrik), tetapi juga menyangkut kebijakan, regulasi, dan transformasi sistem energi nasional dan global.

Negara-negara di dunia mulai mendorong penerapan standar bangunan hijau, sistem sertifikasi berkelanjutan seperti LEED dan BREEAM, serta insentif untuk bangunan dengan jejak karbon rendah (Ding, 2008). Pendekatan ini tidak hanya menciptakan bangunan yang lebih efisien, tetapi juga merangsang pertumbuhan ekonomi hijau dan inovasi teknologi di sektor konstruksi dan energi (UNEP, 2009).

Menurut skala kota dan wilayah, konsep energi bangunan gedung terhubung erat dengan perencanaan tata ruang yang berkelanjutan. Integrasi antara bangunan dan jaringan listrik pintar (smart grid) memungkinkan optimalisasi pasokan dan konsumsi energi secara dinamis. Energi terbarukan dari bangunan seperti panel surya atap dapat menjadi sumber listrik yang menyokong beban kota, terutama saat permintaan tinggi (Lund et al., 2015). Bangunan juga dapat berfungsi sebagai penyimpan energi (energy storage) untuk mendukung stabilitas sistem energi secara keseluruhan, menjadikannya bagian dari solusi ketahanan energi jangka panjang.

Transformasi energi bangunan gedung secara makro juga memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang luas. Di banyak negara berkembang, efisiensi energi dalam bangunan menjadi strategi penting untuk menurunkan ketergantungan terhadap impor energi, mengurangi beban subsidi energi negara, serta membuka akses terhadap infrastruktur yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan (UNEP, 2009). Sementara itu, tren global menuju bangunan rendah karbon telah mendorong terbentuknya pasar baru untuk teknologi hijau, green jobs, dan industri konstruksi berkelanjutan (International Labour Organization [ILO], 2018).

Dengan demikian, energi bangunan gedung tidak lagi dapat dipandang sebagai urusan teknis semata. Ia kini menjadi elemen kunci dalam kebijakan energi nasional, strategi pembangunan kota berkelanjutan, serta bagian dari upaya global menghadapi perubahan iklim. Oleh karena itu, pendekatan makro terhadap energi bangunan gedung harus bersifat menyeluruh, melibatkan kolaborasi antar sektor, penguatan regulasi, dan perubahan cara pandang terhadap bagaimana kita membangun dan menghuni ruang (Ghaffarianhoseini et al., 2016).

Hadirin yang saya hormati,
Energi bangunan gedung secara Mikro

Tingkatan mikro, energi bangunan gedung merujuk pada cara bangunan individu baik rumah tinggal, gedung perkantoran, maupun fasilitas komersial mengonsumsi, mengelola, dan bahkan menghasilkan energi. Pendekatan mikro ini menjadi penting karena setiap keputusan desain dan teknologi di tingkat bangunan secara langsung memengaruhi konsumsi energi, kenyamanan penghuni, dan kontribusi terhadap emisi karbon. Salah satu aspek utama dalam efisiensi energi bangunan gedung mikro adalah desain pasif (passive design), yaitu pemanfaatan elemen alami seperti cahaya matahari, ventilasi silang, dan isolasi termal untuk mengurangi kebutuhan energi mekanis.

Desain ini memungkinkan penghematan energi signifikan, terutama pada pemanasan dan pendinginan ruangan. Menurut [Hassan & Lee (2015)], penerapan prinsip desain pasif dapat mengurangi konsumsi energi bangunan gedung hingga 40%, tergantung pada iklim dan konfigurasi bangunan.

Selain desain pasif, teknologi energi terbarukan skala kecil seperti panel surya atap (rooftop PV) telah menjadi solusi populer. Dengan semakin turunnya harga teknologi fotovoltaik, bangunan individu kini dapat berperan sebagai produsen energi (prosumers), dan tidak hanya sebagai konsumen.

Studi oleh Kabir et al. (2018) menunjukkan bahwa penggunaan sistem PV skala rumah tangga secara signifikan meningkatkan ketahanan energi dan menurunkan jejak karbon rumah tangga hingga 1,5 ton CO₂ per tahun.

Efisiensi energi juga ditingkatkan melalui penggunaan perangkat hemat energi, seperti lampu LED, sistem pendingin inverter, dan peralatan rumah tangga berlabel energi. Tidak hanya itu, sistem manajemen energi berbasis sensor dan otomatisasi (smart energy management) juga memungkinkan penghuni untuk memantau konsumsi energi secara real-time dan melakukan pengendalian adaptif. Menurut Zhao et al. (2020), penggunaan sistem otomatisasi berbasis Internet of Things (IoT) dalam bangunan kecil dapat menghemat energi hingga 20% tanpa mengurangi kenyamanan.

Mikroenergi bangunan gedung juga mencakup manajemen material dan siklus hidup energi bangunan gedung (life cycle energy). Pilihan material bangunan rendah embodied energy seperti bambu, bata tanah liat, atau bahan daur ulang, serta desain modular, dapat secara signifikan mengurangi energi yang dibutuhkan selama fase konstruksi dan perawatan (Ramesh et al., 2010).

Ini menunjukkan bahwa efisiensi energi bukan hanya tentang operasional, tetapi juga tentang bagaimana bangunan dirancang, dibangun, dan dipelihara secara keseluruhan. Dengan pendekatan mikro ini, setiap bangunan menjadi unit terkecil namun sangat penting dalam sistem energi berkelanjutan. Ketika jutaan bangunan menerapkan prinsip efisiensi dan mandiri energi, dampaknya terhadap sistem energi nasional menjadi signifikan. Oleh karena itu, strategi mikro tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga strategis dalam mendukung transisi energi global.

Hadirin yang saya hormati,
Manajemen Energi

Manajemen energi merupakan proses sistematis untuk memantau, mengendalikan, dan mengoptimalkan penggunaan energi dalam suatu sistem, termasuk di sektor bangunan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi pemborosan, dan menurunkan biaya serta emisi karbon.

Dalam konteks bangunan, manajemen energi menjadi sangat penting karena konsumsi energi yang tinggi, terutama untuk sistem HVAC (heating, ventilation, and air conditioning), pencahayaan, dan peralatan elektronik. Menurut Capehart, Turner, & Kennedy (2012),

Manajemen energi yang efektif mencakup empat langkah utama: audit energi, analisis konsumsi, penerapan langkah efisiensi, dan pemantauan berkelanjutan. Audit energi merupakan titik awal untuk mengidentifikasi di mana dan bagaimana energi digunakan dalam bangunan. Dari sana, strategi pengurangan konsumsi energi dapat dirancang secara spesifik dan terukur.

Implementasi teknologi cerdas dalam manajemen energi modern sangat krusial. Sistem manajemen energi berbasis sensor, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI) memungkinkan pemantauan konsumsi energi secara real-time dan pengendalian otomatis terhadap beban listrik (Zhao et al., 2020). Misalnya, sistem dapat secara otomatis menyesuaikan suhu ruangan berdasarkan keberadaan penghuni atau mematikan pencahayaan saat ruangan tidak digunakan.

Hal ini tidak hanya menghemat energi, tetapi juga meningkatkan kenyamanan penghuni. Selain itu, benchmarking dan pelaporan kinerja energi merupakan bagian penting dari manajemen energi bangunan gedung. Melalui pendekatan seperti Energy Star Portfolio Manager, pengelola gedung dapat membandingkan kinerja energi bangunan gedung mereka dengan standar atau bangunan lain yang sejenis, mendorong peningkatan terus-menerus (EPA, 2020). Transparansi data ini juga penting dalam konteks sertifikasi bangunan hijau dan kepatuhan terhadap regulasi efisiensi energi.

Manajemen energi juga memiliki dimensi ekonomi yang signifikan. Sebuah studi oleh Mc Kinsey & Company (2009) menyatakan bahwa langkah efisiensi energi di sektor bangunan memiliki potensi pengembalian investasi (ROI) yang tinggi, dengan banyak intervensi yang dapat mengembalikan biaya investasi dalam waktu kurang dari lima tahun.

Lebih jauh lagi, penerapan manajemen energi secara konsisten membantu membangun budaya sadar energi di kalangan penghuni maupun pengelola bangunan. Hal ini penting untuk mewujudkan transisi energi yang tidak hanya berbasis teknologi, tetapi juga kesadaran dan partisipasi masyarakat (Ramos et al., 2015).

Hadirin yang saya hormati,
Energi bangunan gedung yang Sustainable dan Modern

Era krisis iklim dan transformasi digital, bangunan tidak lagi hanya berfungsi sebagai ruang hunian atau kerja, tetapi juga sebagai komponen aktif dalam sistem energi berkelanjutan. Energi bangunan gedung yang sustainable dan modern merujuk pada konsep rancangan, konstruksi, dan pengelolaan bangunan yang meminimalkan dampak lingkungan, meningkatkan efisiensi energi, serta mengintegrasikan teknologi mutakhir untuk mengoptimalkan konsumsi dan produksi energi. Salah satu prinsip utama dari bangunan berkelanjutan adalah efisiensi energi yang terintegrasi sejak tahap desain.

Hal ini melibatkan penerapan desain pasif, penggunaan material ramah lingkungan, serta sistem mekanikal dan elektrikal yang efisien. Menurut Ramesh et al. (2010), efisiensi energi sepanjang siklus hidup bangunan termasuk konstruksi, operasional, dan pembongkaran dapat mengurangi konsumsi energi hingga 50% dibandingkan bangunan konvensional.

Selanjutnya, bangunan modern juga memanfaatkan teknologi energi terbarukan, terutama panel surya, turbin angin kecil, dan sistem pemanas air tenaga matahari. Dengan memasang sistem energi terbarukan di lokasi, bangunan tidak hanya menjadi pengguna energi, tetapi juga produsen (prosumer).

Studi oleh Kabir et al. (2018) menyebutkan bahwa pemanfaatan energi surya di bangunan skala kecil dapat secara signifikan menurunkan emisi karbon rumah tangga dan meningkatkan kemandirian energi.

Teknologi digital memainkan peran penting dalam manajemen energi bangunan gedung modern. Penggunaan Building Automation System (BAS), Internet of Things (IoT), dan Artificial Intelligence (AI) memungkinkan pengelolaan energi yang adaptif dan real-time. Menurut Zhao et al. (2020), penerapan sistem manajemen energi berbasis IoT dalam bangunan memungkinkan penghematan energi hingga 20–30%, sekaligus meningkatkan kenyamanan dan keamanan penghuni.

Aspek keberlanjutan tidak hanya dilihat dari sisi teknis, tetapi juga dari dampak sosial dan ekonominya. Bangunan berkelanjutan mendorong kesejahteraan penghuni melalui kualitas udara dalam ruangan yang lebih baik, pencahayaan alami, dan suhu yang stabil.

Selain itu, menurut UNEP (2022), adopsi bangunan hijau menciptakan peluang ekonomi baru melalui penciptaan lapangan kerja ramah lingkungan dan pengembangan teknologi hijau. Bangunan yang sustainable dan modern juga dirancang untuk fleksibel dan adaptif terhadap perubahan. Konsep seperti net-zero energy building (NZEB) dan positive energy building (PEB) telah mulai diterapkan di berbagai negara maju sebagai standar masa depan.

Ini mencerminkan pergeseran paradigma dari bangunan sebagai beban energi menjadi solusi aktif dalam sistem energi nasional dan global (IEA, 2021). Dengan demikian, energi bangunan gedung yang berkelanjutan dan modern tidak hanya soal teknologi, tetapi juga tentang visi jangka panjang untuk menciptakan lingkungan binaan yang mendukung keberlangsungan ekologi, kesejahteraan manusia, dan ketahanan energi.

Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan kajian energi bangunan gedung yang sustainable dan moderen antara lain, hasil peneliti sendiri yang meneliti tentang konservasi energi sistem tata udara pada beberapa bangunan hotel di makassar, menemukan bahwa nilai tertinggi IKE 7.063 kwh/m2 dari Hotel Sahid Jaya. Nilai REI 3.393 kWh/m2 dari Hotel Clarion. (Lengkapnya di buku hasil penelitian Prof. Dr. Nasrullah, S.T., M.T.)

Advertisement