Catatan Singkat Idul Fitri 1444 H: Menyikapi Perbedaan Pendapat dengan Bijak

FOTO: Taqwa BaharWakil Ketua Pemuda ICMI Sulsel/Mahasiswa Pascasarjana Universitas Hasanuddin
FOTO: Taqwa BaharWakil Ketua Pemuda ICMI Sulsel/Mahasiswa Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Oleh: Taqwa Bahar
Wakil Ketua Pemuda ICMI Sulsel / Mahasiswa Pascasarjana Universitas Hasanuddin

LEGIONNEWS.COM – OPINI, Hari raya Idul Fitri yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia disambut dengan suka cita setelah kurang lebih sebulan penuh menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan.

Idul Fitri merupakan hari kemenangan bagi Umat Islam, tidak hanya itu Idul Fitri juga dikategorikan sebagai hari yang bersejarah dimana setiap tahunnya dirayakan setelah berjuang melawan hawa nafsu dan prilaku syaitan yang selama ini hadir dalam kehidupan manusia.

Secara umum Idul Fitri dimaknai kembali ke keadaan suci dan bersih. Kemenangan yang diraih setelah melewati ujian berpuasa dibulan ramadhan secara bertahap pribadi kita dibersihkan dari kotoran yang menempel dalam hati dan pikiran sehingga kita kembali mendapatkan lencana kefitrahan yang disematkan oleh Allah SWT.

Advertisement

Orang-orang beriman diperintahkan oleh Allah untuk menjalankan puasa, sebagaimana orang-orang yang ada sebelumnya agar kamu bertaqwa. Itulah perintah Allah kepada hambanya yang beriman untuk dijadikan pedoman di dalam melaksanakan setiap perintah yang Allah berikan.

Setiap manusia dihadapan Allah adalah mahluk yang fitrah. Sebab dibekali dengan perasaan dan pikiran sehingga ia mampu berpikir dan meyakini serta membedakan yang mana dibolehkan dan dilarang, yang mana kategori Haq yang wajib dilaksanakan dan yang mana kategori bathil yang mesti dijauhi.

Berbagai konsep yang menjelaskan tentang manusia itu adalah mahluk yang fitrah, demikian juga dijelaskan dalam surat Ar-rum ayat 30 dimana Allah SWT Berfirman yang artinya sebagai berikut :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya, dan tidak ada perubahan terhadap fitrah itu yakni ajaran agama yang lurus, namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

Perbedaan pendapat hal yang wajar

Karena manusia diberi kelebihan istimewa maka terkadang terjadi berbagai perspektif yang menyebabkan perbedaan pendapat dalam menentukan suatu keputusan.

Perbedaan seperti yang terjadi saat menjelang Idul Fitri 1444 H, yang kemudian menjadi polemik dan disikapi oleh masyarakat, dimana penetapan hilal tidak terdapat kesepahaman antara beberapa organisasi keagamaan yang memiliki otoritas dalam menentukan arah dan tujuan dalam beribadah sesuai syariat.

Bukanlah sesuatu yang menurut saya penting untuk diperdebatkan lagi, kalau ada pro dan kontra itu berarti masih banyak orang-orang cerdas dan juga Ulama-ulama yang memiliki kapasitas dalam menuntun umat manusia menjadi manusia yang seutuhnya.

Kalau perbedaan yang muncul disikapi dengan emosional maka akan semakin mempertajam perselisihan. Apalagi ulama sebagai pewaris para nabi mempedomani Fiqhi dan menjadikan Alquran hadist sebagai petunjuk dalam mengambil suatu keputusan.

Nabi pun mencontohkan bagaimana perbedaan itu suatu anugerah, kefitrahan yang Allah sudah titipkan kepada umat manusia.

Jngan pernah menjadikan perbedaan sebagai jalan menuju kebuntuan, berbeda itu hal yang wajar, dan sikap umara’ dalam memutuskan perkara agama dengan hadirnya perbedaan pendapat tentang penetapan hari raya Idul Fitri 1444 H merupakan sikap yang bijak melihat persoalan yang hadir ditengah umat Islam.

sikapilah perbedaan itu dengan tenang agar tercipta kedamaian hidup, Allah berpesan melalui surat al-Maidah ayat 48, dalam ayat tersebut ada penegasan dimana Allah telah menciptakan manusia dengan berbagai variasi warna kulit, bahasa, tabiat dan bentuk tubuh.

Dengan keragaman ini disitulah Allah menguji manusia untuk berpikir, menyikapi kehidupan yang beragam. Allah juga mempertegas dalam Al-Qur’an agar manusia diciptakan dengan berbagai perbedaan lalu kemudian menjadikan manusia untuk saling kenal-mengenal antara satu dengan yang lain agar tumbuh rasa saling sayang dan cinta.

Muhammad Bin Abdul Rahman Al-Dimasqy seorang ulama bermazhab Syafi’i dalam kitab Rahmatul Ummah fi Ikhtilafil Immah, mengatakan bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama merupakan Rahmat bagi umat. Sebab mereka telah melakukan ijtihad dengan berbagai pandangan, dengan mengerahkan daya intelektual dan spiritualnya guna mencari kebenaran.

Itulah hikmahnya menghargai perbedaan baik pendapat maupun sikap, maka kembalilah kepada siapa yang lebih memahami (ahli) dalam menyimpulkan perbedaan yang terjadi, olehnya itu selama perbedaan pendapat itu tidak keluar dari Syariat dan tidak bertentangan dengan ajaran nabi maka sikapilah dengan bijak sebab bijak adalah sikap nabi yang ketika diperhadapkan dengan sesuatu permasalahan yang dapat menyebabkan terjadinya pertentangan yang berujung konflik.

Advertisement