BPJS Kesehatan Jadi Syarat Pengurusan Administrasi Kependudukan, Anggota DPRD Sumsel: ini Sebuah Kezaliman

Ilustrasi Kartu BPJS Kesehatan
Ilustrasi Kartu BPJS Kesehatan

LEGION NEWS.COM – Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022. Melalui Inpres tersebut, ada sekitar 30 kementerian atau lembaga yang diminta Jokowi untuk mendorong optimalisasi Jaminan Kesehatan Nasional.

Akan hal itu kini menjadi Pro kontra keanggotaan BPJS Kesehatan jadi persyaratan bagi masyarakat yang akan melakukan berbagai hal terkait administrasi terus memanas.

Pasalnya, belum semua masyarakat terdaftar di BPJS Kesehatan.

Padahal, mulai 1 Maret 2022, BPJS Kesehatan jadi syarat pengurusan jual-beli tanah, SIM, STNK, dan SKCK. Artinya, tanpa terdaftar di BPJS Kesehatan maka warga tidak dapat mengurus berkas administrasi tersebut.

Advertisement

Hal tersebut diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Beleid ini dikeluarkan di Jakarta pada 6 Januari 2022 ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

Dituturkan Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumatera Selatan (Sumsel), Mgs Syaiful Padli, jumlah penduduk Provinsi Sumsel saat ini mencapai 8,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut 1,1 juta merupakan penduduk miskin.

“Harusnya 1,1 juta jiwa ini sudah memiliki kartu BPJS Kesehatan seluruhnya. Tapi faktanya hari ini masih banyak masyarakat miskin yang belum memiliki BPJS Kesehatan gratis dari bantuan iuran, baik dari APBN maupun dari APBD,” ucap Syaiful, dikutip Kantor Berita RMOLSumsel, Senin (28/2).

“Artinya ketika diterapkan Inpres untuk masyarakat yang belum memiliki kartu BPJS dan mereka tidak mampu membayarnya ini adalah sebuah kezaliman,” tegasnya.

Menurut Syaiful, dengan kondisi tersebut, akan banyak masyarakat kesulitan dalam mengurus BPJS Kesehatan. Kecuali Pemerintah sudah memastikan semua orang miskin diberikan kartu BPJS Kesehatan.

Sehingga masyarakat bisa leluasa mengurus surat-surat administrasi dan perizinan, karena sudah mempunyai kartu BPJS Kesehatan.

Apalagi di awal menjabat sebagai Presiden, Joko Widodo berjanji akan memudahkan semua urusan administrasi dan tidak akan dipersulit. Namun sekarang rakyat disuruh membayar iuran kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat pembuatan perizinan.

“Yang tadinya belum punya kartu, mereka harus ngurus buat kartu BPJS dulu. Waktunya akan lebih lama dan orang harus mengurus SIM, SKCK, membutuhkan waktu yang cepat. Jadi secara waktu ini akan menjadi lama dan akan menjadi birokrasi yang panjang. Oleh karena itu kita minta Inpres ini dicabut oleh Pemerintah karena ini memberatkan masyarakat,” paparnya.

Diakui Syaiful, konsep gotong royong BPJS Kesehatan dinilai bagus dan membantu masyarakat terutama masyarakat miskin. Tapi PR yang harus diselesaikan BPJS Kesehatan yakni soal pelayanan kepada para pesertanya.

“Saya sering mendapatkan laporan masyarakat bahwa mereka dipersulit, dibedakan pelayanannya. Maka Pemerintah dalam hal ini BPJS Kesehatan harus menyempurnakan terlebih dahulu pelayanannya kepada masyarakat sehingga masyarakat sendiri yang aktif mendaftar ke BPJS Kesehatan karena mereka merasakan pelayanan yang luar biasa yang diberikan,” beber Syaiful.

“Tapi hari ini kenapa masyarakat memiliki asuransi yang lain dibanding BPJS Kesehatan, karena mereka merasa apa yang mereka berikan tidak sesuai dengan apa yang mereka terima. Inilah yang terjadi di masyarakat kita,” demikian Syaiful. Sumber:

Penjelasan BPJS Kesehatan

Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, kepesertaan masyarakat dalam BPJS Kesehatan bisa memastikan mereka tidak akan mengalami keterlambatan dalam mendapatkan penanganan kesahatan.

Menurut Ali, masyarakat tak banyak yang tahu bahwa kepesertaan BPJS adalah wajib, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Ia menjelaskan, pelayanan kesehatan di Indonesia sudah berjalan dengan baik. Namun, diperlukan upaya lebih agar seluruh masyarakat memikirkan kesehatannya.

Sebab menurut Ali tak ada yang bisa menentukan kapan seseorang akan sakit.
“Kesehatan itu kalau orang bijak mengatakan ‘Health is not everything, but without health, everything is nothing’. Itu sekali lagi tiba-tiba orang jatuh sakit tidak tahu. Umumnya orang Indonesia karena ketidaksadaran itu kemudian kesulitan tahunya sudah terlambat,” jelas dia.

“Makanya sekarang Instruksi Presiden itu dengan berbagai kerja sama kementerian dioptimalkan sehingga seluruh orang Indonesia pada tahun 2024 diharapkan sudah menjadi peserta BPJS paling tidak coverage akan tercapau,” lanjutnya.
Hingga saat ini, kepesertaan BPJS Kesehatan di Indonesia telah mencapai 235 juta. Ia berharap, jumlah itu menjadi minimal 98 persen pada 2024. (Sumber: Kompas/RMOL)

Advertisement