BPI Danantara: Bisnis Pengolahan Sampah Menjanjikan

FOTO: Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Tamangapa, Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Foto diambil Sabtu 12 April 2025. (LN)
FOTO: Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Tamangapa, Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Foto diambil Sabtu 12 April 2025. (LN)

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Sampah menjadi persoalan bagi wilayah perkotaan di Indonesia saat ini. Kota Makassar misalnya saat ini memiliki 1,47 juta jiwa penduduk di tahun 2024. Jumlah total penduduk tersebut tentunya menghasilkan sampah organik maupun non organik.

Data di UPT Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, Tamangapa, Antang tahun 2023 mencatat per-hari masyarakat di kota Makassar menghasilkan 800 hingga 900 ton sampah.

Ketua umum Lembaga Kontrol Keuangan Negara (LKKN), Baharuddin S kepada media mengatakan pemerintah kota Makassar segera mengambil peluang pengelolaan sampah yang saat menjadi bisnis yang menjanjikan.

“Ada peluang pemkot makassar mengambil bisnis pengelolaan sampah, Apalagi menurut BPI Danantara itu bisnis yang menjanjikan,” ujar Ketua Umum LKKN itu. Minggu (13/4).

Advertisement

“Saat inikan pemkot makassar punya program sampah gratis. Kami di LKKN melihat hal yang tepat dilakukan adalah mengelola sampah menjadi Biofuel atau kita kenal dengan sebutan bio solar,” katanya.

Baharuddin lalu menjelaskan bila pengelolaan sampah menjadi bio solar selaras dan sejalan dengan program Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin yaitu sampah gratis.

“Saya coba ambil contoh perbandingan pengelolaan sampah menjadi bio solar dan energi listrik. Kalau bio solar sampah organik maupun sampah non organik dapat dijadikan bahan bakar minyak (BBM) dapat dijual ke pihak Pertamina, Sedangkan sampah yang diolah menjadi listrik hanya sampah non organik seperti botol plastik dan sejenis lainnya yang bisa dibakar, untuk menghasilkan energi listrik lalu dijual ke pihak PLN,” ujar Baharuddin.

Pria yang biasa disapa Ibar itu lalu mengatakan sampah yang saat ini berada di TPA Tamangapa capai jutaan kubik itu merupakan gunung uang yang belum dikelola dengan baik.

“Bayangkan sampah yang saat ini ada di TPA Tamangapa yang sudah menggunung itu sebenarnya ‘uang’. Kalau diolah menjadi bio solar, Pemkot makassar misalkan mendatangkan investor yang ingin mengelola sampah itu menjadi bio solar lalu membentuk satu badan usaha daerah yang khusus menjual bio solar setelah bagi hasil produksi dengan pihak investor tentu itu menjadi pos pendapatan baru bagi daerah,” imbuh Ibar.

“Sehingga program sampah gratis dapat berjalan. Tidak ada istilah segmentasi warga pengguna daya listrik, Mau orang kaya atau miskin semua sampahnya digratiskan, Karena produksi sampah dari rumah tangga atau industri menjadi pendapatan baru bagi Pemkot Makassar,” katanya menambahkan.

Sebelumnya, Pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menyebutkan, bisnis pengolahan sampah menjadi energi bisa balik modal dalam waktu 5-6 tahun.

Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara Pandu Sjahrir mengatakan, pengolahan sampah merupakan bisnis yang menjanjikan untuk dikembangkan.

Meski belum ada investor yang akan masuk pada sektor ini, Pandu mengatakan bahwa bisnis ini mulai dilirik oleh Singapura, Korea Selatan, Jepang, China dan Eropa.

“Kalau di luar negeri saja, itu bisa payback (balik modal) 5-6 tahun, di luar negeri ya. Saya rasa mirip-mirip lah di sini,” kata Pandu, sebagaimana dilansir Antara, Jumat (11/4/2025) kemarin.

Ia mengatakan, investasi yang diinginkan Indonesia pada bisnis pengolahan sampah menjadi energi tidak hanya berupa pendanaan saja, tetapi juga dari sisi teknologi.

Oleh karena itu, Pandu menilai diperlukan teknologi yang sangat bagus agar tidak menimbulkan masalah lingkungan berikutnya. Pandu berharap, investor yang masuk nantinya sudah berpengalaman dalam mengelola sampah di kota-kota seluruh dunia.

“Investasi tentu dari pendanaan dan juga pembangunan teknologi. Karena pembangunan itu penting. Ini kan pembangunan sampah, waste to energy (sampah jadi energi) yang juga skalanya cukup besar di beberapa banyak lokasi,” ujarnya.

Sampah Organik Diolah Jadi Biofuel dan BBM yang Setara Bio Solar

Sampah organik dan plastik dapat diolah menjadi biofuel dan BBM yang setara bio solar.

Sampah organik seperti dedaunan, kayu, makanan, sayur-sayuran, dan buah-buahan dapat diolah menjadi biogas.

Sampah organik juga dapat diolah menjadi biofuel yang dicampur dengan bahan bakar fosil untuk menghasilkan biosolar.

Sedangkan sampah plastik dapat diolah menjadi BBM dengan metode pirolisis, yaitu proses degradasi material dengan panas tanpa oksigen atau dengan sedikit oksigen.

Sampah plastik dapat diolah menjadi BBM setara bio solar yang disebut Petasol.

Sampah plastik dapat diolah menjadi solar dengan alat yang dapat mengolah segala jenis plastik, mulai dari kantong plastik, botol plastik, dan barang yang berbahan HDPE.

Contoh pengolahan sampah menjadi biofuel dan BBM saat ini dikelola pemerintah kota Semarang dan Pemkab Banjarnegara yang mengolah sampah plastik menjadi BBM Petasol.

Sampah Menjadi Energi Listrik

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) berujar, bisnis pengolahan sampah ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

Dia menambahkan, bisnis pengolahan sampah menjadi energi listrik di Indonesia cukup diminati oleh negara-negara investor seperti Singapura, Jepang, China hingga Eropa.

Oleh karena itu, diperlukan aturan yang memudahkan investor untuk menanamkan modalnya baik secara pendanaan ataupun teknologi.

“Sekarang yang ngantri banyak yang mau. Tapi karena ruwet nggak ada yang berani, nggak sanggup mengurusnya,” ujar Zulhas.

Zulhas mengatakan, Danantara juga bisa masuk dalam bisnis ini karena dianggap cukup menguntungkan baik dari pendanaan maupun teknologi.

Sebelumnya, pemerintah tengah melakukan penyatuan tiga Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah untuk mendukung upaya pemanfaatan sampah menjadi energi listrik lewat PLTSa.

Aturan yang akan disatukan termasuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 Tahun 2017, Perpres Nomor 35 Tahun 2018, serta Perpres Nomor 83 Tahun 2018.

Salah satu skema yang direncanakan termasuk pengaturan biaya listrik dari PLTSa sebesar 18-20 sen per kilowatt hour (kWh).

Jumlah itu berada di atas penetapan tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan PLN yaitu 13,5 sen per kWh. (*)

Advertisement