
LEGIONNEWS.COM – Pasukan dari otoritas pertahanan dan dalam negeri Suriah menguasai kembali Kota Ashrafiyat Sahnaya di sebelah barat daya Damaskus, pada Rabu (30/4)
Penduduk di kota-kota yang terletak di sebelah selatan Damaskus melaporkan “ketenangan sementara” pada Kamis (1/5) menyusul bentrokan sektarian selama dua hari yang menewaskan lebih dari 70 orang.
Mereka kemudian memberlakukan penjagaan keamanan yang ketat, menutup pintu keluar, dan melancarkan operasi pencarian di daerah tersebut, tutur sejumlah penduduk setempat.
Kehidupan normal juga mulai kembali di beberapa wilayah di Kota Jaramana, sebelah tenggara Damaskus, pada Kamis, dengan dibukanya kembali jalan-jalan dan lalu lintas yang mulai lancar, tambah penduduk setempat.
“Negara ini adalah milik kita semua,” kata Fadi Dabeqseh, seorang warga Ashrafiyat Sahnaya. “Sekarang setelah pemerintah merebut kembali kendali, yang kami minta pertama dan terutama adalah keamanan.”
“Kami sudah lelah,” kata Suleiman Azmi al-Dasouqi, warga lain dari Ashrafiyat Sahnaya. “Yang kami inginkan hanyalah hidup dengan harapan dan keamanan, tanpa diskriminasi.”
Kekerasan pecah pada pekan ini di Jaramana, yang dikenal sebagai daerah dengan mayoritas penduduk beragama Druze dan Kristen, setelah beredarnya sebuah rekaman audio yang dikaitkan dengan seorang anggota komunitas Druze dan berisi pernyataan yang dianggap menyinggung Islam.
Kerusuhan yang awalnya berpusat di Jaramana sejak itu menyebar ke daerah-daerah tetangga di barat daya Damaskus, termasuk kota-kota yang mayoritas penduduknya beragama Druze, yakni Sahnaya dan Ashrafiyat Sahnaya, di mana bentrokan antara pejuang Druze setempat dan pasukan propemerintah semakin meningkat.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (Syrian Observatory for Human Rights/SOHR) pada Kamis melaporkan bahwa jumlah orang yang tewas dalam kerusuhan sektarian telah mencapai 73 orang, setelah sebuah penyergapan yang dilakukan oleh pasukan Suriah dan unit-unit paramiliter sekutunya menewaskan sembilan pria Druze sebelumnya pada hari itu, yang saat itu dalam perjalanan untuk mendukung para pejuang Druze di Damaskus.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Kamis, Syekh Hikmat al-Hijri, kepala spiritual komunitas Druze Suriah yang berbasis di Provinsi Suwayda yang mayoritas penduduknya adalah penganut Druze, mendesak pasukan penjaga perdamaian internasional untuk segera bertindak terhadap apa yang dia gambarkan sebagai “kejahatan yang sedang berlangsung” terhadap warga sipil di tengah-tengah kerusuhan sektarian itu.
Sementara itu, otoritas urusan luar negeri Suriah mengatakan “beberapa kelompok” berusaha menginternasionalisasikan kerusuhan dengan menyerukan intervensi asing, yang “tidak sah dan tidak dapat diterima.”
Di saat wilayah yang lebih luas masih dalam keadaan tegang, ada kekhawatiran bahwa ketegangan sektarian dapat semakin meningkat jika tidak ditangani dengan baik melalui rekonsiliasi politik dan masyarakat.
Oxfam, sebuah organisasi nonpemerintah, menyatakan keprihatinan yang mendalam atas situasi yang memanas di dekat Damaskus dan mendesak semua pihak untuk segera mengakhiri semua tindakan kekerasan.
Sangatlah penting untuk memungkinkan warga Suriah hidup dalam damai dan aman selama fase transisi yang kritis ini, kata Oxfam, seraya memperingatkan bahwa jika situasinya terus memburuk, kemampuan organisasi itu untuk menjangkau komunitas-komunitas yang rentan dan sangat membutuhkan bantuan akan semakin berkurang dari hari ke hari.
Pada Kamis yang sama, Adam Abdelmoula, perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan koordinator kemanusiaan untuk Suriah, menyatakan keprihatinan yang mendalam atas dampak kerusuhan sektarian terhadap warga sipil dan pekerja kemanusiaan.
Meningkatnya permusuhan memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah rapuh dan menambah penderitaan masyarakat yang rentan, ujar Abdelmoula, seraya mendesak semua pihak untuk menjunjung tinggi kewajiban hukum internasional, melindungi warga sipil dan pekerja kemanusiaan, dan segera menghentikan kekerasan. (Sumber: China Xinhua News)