LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Keluhan datang dari para pengusaha di Sulawesi Selatan (Sulsel) terkait dengan pemanggilan terhadap mereka para (Kontraktor) yang oleh Kelompok Kerja (Pokja) ditetapkan sebagai pemenang tender proyek di kantor pemerintah yang bersumber dari APBD atau APBN.
Kepada media mereka para pengusaha yang enggan namanya dipublikasikan ke publik mengatakan berharap agar Kapolri dan Jaksa Agung bertindak tegas terhadap bawahannya ditingkatan Polda-Kejaksaan Tinggi dan Polres-Kejati yang belakangan ini memanggil mereka tanpa ada kejelasan kesalahan mereka.
“Kami berharap agar Kapolri dan Kejaksaan Agung bertindak tegas terhadap bawahannya. Kenapa demikian, kami ini baru saja ditetapkan sebagai pemenang tender di salah satu proyek di LPSE setiba-tiba ada panggilan aparat penegak hukum (APH), kami heran saja,” katanya.
“Keheranan pertama kami ini ke APH. Saat kami di panggil dan dimintai seluruh dokumen tender perusahaan kami. Kok bisa mengetahui bahwa kami ini pemenang tender, ataukah mereka memantau sistem informasi pengadaan barang jasa milik pemerintah,” tutur kontraktor ini.
“Kedua, alasan mereka (APH) adanya aduan masyarakat. Terus terang saja ya. Kalau keadaan begini terus bagaimana pembangunan mau berjalan, yang dibiayai APBD dan APBN bisa berjalan ditengah ketakutan kami dihantui panggilan dan harus berhadapan APH,” tutur dia.
Dikatakan oleh para kontraktor itu bila terjadi mogok masal terhadap proyek pemerintah siapa yang disalahkan?
“Taruhlah kami lewat asosiasi pengusaha lakukan mogok masal untuk tidak melaksanakan proyek pemerintah pusat atau daerah apa yang terjadi. Mereka para pekerja di dunia konstruksi dan barang jasa pemerintah akan menganggur tentu menjadi persoalan sosial lagi, nantinya,” tutur pengusaha jasa konstruksi itu yang kembali meminta agar awak media tidak untuk mempublikasikan indentitasnya.
“Siapa pengusaha di Sulsel berani mengadu ke media dengan terang-terang indentitas dirinya. Wah bisa hancur usaha. Ini tentu sesuai pernyataan Kapolri sendiri bagi siapa saja yang mengadu pihak Polri akan melindungi pelapor. Yang saya tau media melalui undang-undang persnya kan juga harus melindungi narasumber nya ketika indentitasnya minta tidak disebutkan,” katanya.
“Bayangkan Dinda. Kami ini sudah membuang harga penawaran dari HPS (Harga Perkiraan Sendiri) hingga 15 sampai 20 persen. Belum Pajak resmi hingga 11.5 persen PPN belum PPh 2 persen sudah keluar memang hingga 32.5 persen. Lalu ada biaya lain di luar RAB (Rencana Anggaran Belanja) yang dibebankan itu tadi misalkan uang pengaman buat APH. Sementara harga bahan bangunan naik terus. wah dimana keuntungan yang kami dapatkan nantinya. Ini sama saja orang lain dicarikan uang,” beber pengusaha ini.
Untuk diketahui, Sebelumnya Kapolri Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo, pada 15 November 2019 lalu telah mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada kepala daerah di seluruh Indonesia tentang koordinasi pelaksanaan tugas Polri dalam penegakkan hukum dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Surat Edaran itu bernomor R/2029/XI/2019 dan ditandatangani Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo,15 November 2019.
Dalam surat edaran itu, Polri mengimbau kepada kepala daerah agar segera melapor kepada pimpinan Polri bila ada upaya permintaan/intimidasi/intervensi yang dilakukan oleh oknum anggota Polri pada Polda, Polres, atau Polsek atau pihak-pihak yang mengatasnamakan kesatuan Polri.
Pengaduan bisa dilakukan melalui Sentra Pelayanan Propam (Bagyanduan Divpropam Polri) di JL Trunojoyo nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
“Call center/WA 081384682019 atau melalui email divpropampolri@yahoo.co.id,” demikian tertulis dalam surat edaran itu.
Layanan itu dikeluarkan Polri untuk mendukung pengawasan terhadap penanganan pengaduan masyarakat.
Namun, pelapor diharapkan menyertakan informasi dengan data pendukung yang relevan.
“Polri akan melindungi kerahasiaan identitas pelapor, sepanjang laporan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan benar,” demikian tertulis dalam surat edaran.
Polri juga meminta agar kepala daerah tidak melayani atau memfasilitasi segala bentuk permintaan uang atau barang termasuk intimidasi/intervensi terhadap pelaksanaan proyek pekerjaan di lingkungan pemerintah daerah yang dilakukan oleh oknum polisi.
Surat edaran itu dibuat berkaitan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat koordinasi nasional antara pemerintah pusat dengan Forkompimda di Sentul Internasional Convention Center Bogor, 13 November 2019.
Ketika itu Jokowi, meminta agar menjaga dua agenda besar bangsa yaitu cipta lapangan kerja dan ikim investasi di mana pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat juga berdampak ke semua negara.
Ditengah ketakutan para kontraktor itu. Awak media telah mengkonfirmasi hal tersebut ke Humas Polda Sulsel, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Komang Suartana. Hingga berita ini diterbitkan belum ada keterangan resmi dari pihak Polda Sulsel.
Sebelumnya, saat melantik Pejabat Eselon III bertempat di Aula Kejati Sulsel. Senin (19/11/2023). Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, telah mengingatkan para Jaksa di Sulawesi Selatan untuk menjaga dan meningkatkan Public Trust kepada Kejaksaan.
“Saya minta saudara cermati dan pedomani Instruksi Jaksa Agung nomor 1 tahun 2021 tentang Publikasi Kinerja dan Pemberitaan Positif Mengenai Kejaksaan di Media Massa dan Media Sosial, saudari wajib menjaga integritas dan marwah kejaksaan serta menjaga diri di dalam dan di luar kantor, cermati dan pedomani juga surat Jaksa Agung RI Nomor: B-67/a/SUJA/03/2022 tanggal 9 Maret 2022 yang berisi peringatan tegas untuk tidak melakukan perbuatan tercela berupa intervensi dan/atau campur tangan mencari keuntungan dalam pengadaan barang/jasa atau meminta proyek, baik di kementerian/lembaga instansi, pemerintah daerah provinsi/ kabupaten/kota, dan bumn/bumd, serta tidak bermain perkara yang mencoreng institusi,” tegas Kejati Sulsel.
Dia pun memberikan contoh apa yang terjadi pada kasus di Kejari Bondowoso yang mana Kajari dan Kasi Pidsus telah ditangkap oleh KPK terkait suap Proyek di Dinas PUPR.
Surat Terbuka Kontraktor Sulsel ke Presiden Joko Widodo
Hal: Permohonan Perlindungan Hukum
Kepada Yang Kami Hormati
Presiden RI Bapak Joko Widodo
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Bapak Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pertama-tama perkenalkan kami sebagai bagian dari masyarakat yang selama ini menjadi mitra strategis dari pemerintah khususnya untuk menunjang proses pembangunan. Lebih spesifik lagi di Makassar.
Kontraktor, penyedia jasa atau apapun sebutan kami. Tapi pada dasarnya kami juga adalah kelompok pelaku usaha yang membutuhkan perlindungan hukum dari Polri, khususnya untuk menjalankan usaha dengan aman, nyaman, tanpa tekanan apalagi dari oknum anggota Polri.
Sebagai mitra pemerintah, keresahan yang kami rasakan sebagai pelaku usaha khususnya di bidang penyedia jasa, barang dan konstruksi. Ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Karena mitra kami, yakni perangkat pemerintah daerah juga berkeluh kesah karena merasakan ketidaknyamanan menjalankan tugas dan fungsinya. Ada rasa takut, terancam dan tekanan.
Lalu, apa yang membuat kami selaku pelaku usaha dan juga perangkat daerah merasa tidak aman?
Pak Presiden dan Pak Kapolri yang baik hati.
Melalui surat terbuka ini kami memohon perlindungan hukum dari tindakan oknum-oknum polisi menyebut dirinya sebagai polisi antikorupsi. Tapi ujungnya mengejar rente dari pekerjaan proyek APBD dan juga APBN.
Dengan kedok pemberantasan atau pencegahan tindak pidana korupsi, kami pelaku usaha dan perangkat daerah berdasarkan informasi yang kami peroleh, harus berulangkali mendapat panggilan kepolisian. Tapi panggilan ini sifatnya tidak profesional, tapi lebih mirip ancaman agar ada ujungnya setoran kepada oknum tertentu ini.
Bahkan, saat saat kami sebagai pelaku usaha belum mengerjakan proyek yang kami menangkan melalui proses tender ataupun metode penunjukan langsung. Kami diintimidasi dengan ancaman korupsi, padahal pekerjaan kami belum berjalan atau belum usai.
Pak Presiden dan Pak Kapolri yang kami cintai.
Tindakan-tindakan oknum polisi antikorupsi khususnya di lingkup Mapolda Sulsel ini sungguh sangat meresahkan kami. Bukan hanya secara profesional sebagai pelaku usaha, tapi pribadi dan psikologi kami terganggu. Kami ketakutan harus selalu berhadap dengan panggilan petugas yang menyebut dirinya antikorupsi, tapi pada dasarnya ingin mendapat sesuatu yang lebih.
Aparat polisi dengan gaya hidup mentereng, punya rumah mewah, miliki mobil keluaran terbaru, apakah mungkin hanya dengan gaji seorang polisi, apalagi dengan tingkat pangkat perwira menengah? Kami melihatnya tidak mungkin.
Tapi, dengan memanfaatkan ketakutan kami, pelaku usaha hingga perangkat daerah, gaya hidup mewah itu menjadi mungkin. Karena kami harus memberikan upeti dan bahkan lebih besar dari hasil yang kami dapatkan selaku pekerja. Mereka para pemburu rente.
Melalui surat terbuka ini kami sekali lagi sangat mengharapkan perlindungan hukum, khususnya sebagai pelaku usaha. Tujuannya, agar kami dapat pula berkontribusi pada pembangunan nasional.
Semoga bisa menjadi perhatian Pak Presiden dan Pak Kapolri yang kami pastikan arif dan bijaksana. Selamatkan kami pak dari oknum yang mengejar rente, hingga kami dapat bekerja dengan rasa aman, nyaman dan diayomi.
Hormat Kami
Warga masyarakat di Makassar yang ketakutan dan merasa terintimidasi dengan ulah oknum aparat yang kerap mengatasnamakan pemberantasan korupsi.
(LN)