JAKARTA – Fotonya dimuat oleh salah satu media cetak untuk pemberitaan kasus korupsi. Foto itu nampak orang nomor satu di DKI Jakarta usai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan korupsi atau KPK.
Foto tersebut terlihat Anies sedang memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK terkait kasus Formula E.
Lantas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyayangkan fotonya dimuat oleh salah satu media cetak untuk pemberitaan kasus korupsi.
Dalam judul berita tersebut tertulis: Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa.
Judul itu memuat tentang pemberitaan para tahanan koruptor sebanyak 23 orang yang mendapat bebas bersyarat.
Anies menyayangkan fotonya dimuat dalam judul tersebut karena dianggapnya tidak ada hubungan dengan topik.
“Judul beritanya besar: Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa. Isinya mayoritas tentang pembebasan bersyarat 23 narapidana tipikor. Terdapat pula kolom berisi daftar napi tipikor yang dibebaskan. Yang aneh: yang terpampang adalah foto Gubernur DKI. Tidak ada hubungan dengan topik yang ditulis di dalam artikel,” ujar Anies Baswedan melalui media sosialnya, dilansir Sabtu 10 September 2022.
Anies Baswedan mengatakan, media memiliki kekuatan besar dalam membentuk persepsi, opini dan perasaan pembacanya. Karena memiliki kekuatan besar inilah maka media harus memiliki tanggung jawab yang besar pula.
Media sebagai pilar demokrasi, lanjut Anies, bukannya tidak boleh berpihak.
Sebaliknya, ia justru harus berpihak, pada kebenaran, keadilan, dan objektivitas.
Tanggung jawab media memang berat, karena risiko dampak salah langkahnya pun besar.
Anies mengatakan, para pimpinan media tersebut telah mengklarifikasi. Mereka mengakui hal itu sebagai sebuah kelalaian.
“Bahwa penempatan foto itu adalah kelalaian, tak ada niat framing buruk. Memang disayangkan kesalahan mendasar seperti itu terjadi di media yang pastinya memiliki mekanisme pengawasan berlapis,” ujar Anies Baswedan.
Anies mengatakan, banyak pihak menyarankan dirinya untuk membawa masalah tersebut ke dewan pers, namun mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memilih untuk melakukan klarifikasi melalui media sosialnya.
“Banyak yang menyarankan, saya memilih tidak membawa masalah ini kepada Dewan Pers. Namun, saya memilih tetap menyampaikan catatan ini pada publik agar bisa menjadi pengingat bagi kita semua dalam bernegara dan berdemokrasi,” tuturnya. (**)