Penulis: Drs. Aldin Bulen, SH
Ketua Dekopin Sulawesi-Selatan
SOROTAN||Legion-news.com Fakta Hukum, Versi adanya gugatan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Secarik Catatan yang tersimpul dalam saku kecil termanifestasi dalam tulisan Analisis Fundamental adanya Gugatan TUN dan Gugatan PMH terkait Viral DEKOPIN. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Perkoperasian No. 25 tahun 1992 terkait dengan adanya Lembaga Gerakan Koperasi dalam hal ini Dekopin yaitu bentuk amanat Undang undang yang merupakan penjabaran dari pasal 57 UU tersebut, dimana degan tegas menyebutkan pada pasal 59 bahwa Lembaga tersebut di SAH kan oleh pemerintah, hal ini menegaskan jika segala aturan main yang terkait dengan lembaga tersebut harus mendapatkan “Restu/ Pengesahan” dari pemerintah baik berupa Kepres atau pengesahan dari kementrian terkait yang membawahi lembaga tersebut.
Menindak lanjuti hal tersebut, olehnya sehubungan dengan Hasil Munas Makassar tahun 2019, menimbulkan polemik yang dihembuskan oleh orang-orang yang diduga haus dengan kekuasaan, hal ini tercermin dari hasil Munas tersebut dimana pihak Petahana memaksakan untuk kembali memimpin organisasi yang terbilang DEKOPIN RI yang nota bene telah “bertentangan” dengan tatanan konstitusi organisasi (AD/ART) sebagaimana yang Termaktub dalam ketentuan Pasal 33 Anggaran Dasar DEKOPIN sebagaimana diatur oleh perubahan Anggaran Dasar DEKOPIN ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.
Perubahan AD/ART hanya dapat dilakukan pada Musyawarah Nasional (Munas) yang khusus diselenggarakan untuk mengubah Anggaran Dasar, lebih tegas lagi berdasarkan ketentuan Pasal 36 AD menjelaskan “Pemberlakuan AD apabila sudah disahkan oleh Pemerintah”
Dengan demikian AD/RT DEKOPIN yang diubah dengan tidak mengikuti mekanisme Munas yang agendanya khusus merubah Anggaran dasar dan Anggaran rumah tangga dan belum ataupun tidak mendapat pengesahan dari Pemerintah dan Presiden adalah tidak sah dan tentu tidak memiliki hukum yang mengikat.
Berdasarkan Munas yang diduga Tidak Sah tersebut, memincu polemik konstitusi organisasi, dimana pihak Dr. (H.C). Drs. H.A.M. Nurdin Halid dengan tegas dan terang terangan melanggar aturan yang telah di tetapkan oleh Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga, yang menjelaskan dalam pasal 19 Anggaran Dasar DEKOPIN yang disahkan oleh Keppres No. 6/2011 menyatakan bahwa masa jabatan Pimpinan DEKOPIN adalah lima tahun (ayat 1) dan masa jabatan paling lama dua kali berturut-turut (ayat 3).
Dengan proses keterpilihan yang tidak sesuai dengan aturan organisasi yang tersebut diatas, hal ini jelas jelas mengabaikan aturan dasar organisasi yang telah di gariskan, oleh karena pihak NH telah ke 4 (empat) kalinya memimpin organisasi Dekopin tersebut, maka dengan adanya perbuatan tersebut telah memberikan ruang kesalahan yang fatal dilakukan oleh NH dalam pelaksanaan Munas di Makassar.
Mengacu pada pelanggaran tersebut di atas, akhirnya para pemilik suara sah dalam forum tersebut memilih Dr. Sri Untari dalam hal ini, sebagai Ketua Dekopin yang terpilih dalam Munas oleh pemilik suara mayoritas yang HADIR dan atau pemilik suara SAH dalam Munas sebagaimana yang tertuang dalam Anggaran Dasar (vide pasal 13), maka berdasarkan hal tersebut pihak Sri Untari telah terplih secara Aklamasi dalam Munas yang diselenggrarakan di Makassar pada tanggal 11 – 14 Maret 2019, Pada saat itu para pemilik suara SAH dalam munas telah memberikan mandat kepada Dr. Sri Untari Bisuawarno, MAP. untuk memimpin Dekopin periode tahun 2019 hingga 2024.
Dari hasil pemilihan Munas Makassar tersebut, Pihak NH Maupun Pihak Sri Untari mengklaim jika pihaknya lah yang Sah berdasarkan hasil Munas tersebut, tentu ini membutuhkan penegasan dari pihak pemerintah, maka mengacu pada Pendapat hukum yang dikeluarkan oleh Dirjen Perundang undangan yang menjustifikasi Sri Untari sebagai Ketua yang Sah berdasarkan AD/ART dan Kepres No. 6 tahun 2011.
Sekaitan masuknya ke ranah TUN yang menggugat Nurdin Halid sebagai pihak yang “Juga” merasa sebagai Ketua yang Sah (Saat ini masih dalam proses kasasi).
Hal ini juga membuat pihak lain (Rais Marsaoly dan Ketut) melakukan “akrobat hukum” dengan jalan melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Makassar (sandiwara Hukum), dimana dalam kapasitasnya sebagai Penggugat tidak memiliki legal standing karena mereka bukan lagi sebagai pemilik suara yang sah dalam Munas tersebut (Bukan lagi Ketua Dekopinda yang sah) ironinya dalam gugatan tersebut tidak menyebutkan secara rinci dan berdasar hukum dalil-dalil gugatan yang sebagaimana dasar hukum pada sebuah organisasi yang mengacu kepada Kepres terkait dengan pengesahan dari AD/ART tersebut, sehingga dalam posita dan petitum yang diajukan oleh Penggugat sama sekali tidak menyentuh substansi permasalahan yang sebenarnya sehingga ending dari gugatan tersebut “sesuai dengan pesanan”
Landasan Hukum
Akibat dari kisruh Dekopin yang berawal dari Munas Makassar, seyogyanya pihak Dekopin harus tetap mengacu pada Rel Normatif yang telah digariskan sebagaimana tertuang dalam AD/ART (vide pasal 19) dan UU No. 25 tahun 1992 (Vide pasal 57 dan 59), Hak dan kewajiban yang timbul dalam aturan normative diatas merupakan suatu pengharusan semua pihak untuk mentaati norma tersebut.
Analisa Fakta Hukum
Sehubungan dengan adanya 2 (dua) putusan hukum yang berbeda, baik di tingkat Tata Usaha Negara (TUN) yag bersifat administrasi maupun di Pengadilan Negeri (PN) yang bersifat Perbuatan Melawan Hukum (PMH), maka terhadap kedua putusan tersebut yang harus disikapi secara objektif.
Olehnya Organisasi ini merupakan Organisasi perintah Undang-Undang, maka Keterlibatan Pemerintah dalam pengesahan aturan organsasi (AD/ART), tidak boleh di abaikan keberadaanya sehingga pengesahan dan pengakuan Pemerintah sangat dominnan dalam hal ini.
Dalam Hal Putusan Tata Usaha Negara (TUN) Organisasi ini sifatnya administratif yang harus ditaati berdasarkan norma yang berlaku, apalagi jika di lihat dari sisi keterlibatan pemerintah sebagai mitra kerja Dekopin untuk membangun ekonomi makro di seluruh wilayah Indonesia, maka organisasi ini HARUS mendapat labelisasi Pemerintah dalam menjalankan roda Organisasi artinya segala aturan atau norma yang berlaku dalam organisasi tersebut HARUS ditaati sehingga hal hal yang bertentangan dengan norma harus diabaikan, sehingga dengan keluarnya putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjustifikasi keberadaan Sri Untari sebagai Ketua Dekopin yang SAH (mengacu pada pendapat hukum Dirjen Per UU), maka secara hukum keberadaan Sri Untari sebagai Ketua Dekopin yang SAH menurut hukum yang berlaku (mengacu pada AD/ART dan Kepres No. 6/2011)
Dalam Hal putusan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Makassar adalah sebuah putusan yang sangat keliru karena konteks gugatan yang diajukan adalah perbuatan Melawaan Hukum yang menjadi pertanyaan mendasar siapa yang melanggar hukum? dan kepada siapa yang mengajukan pelanggaran hukum tersebut? Hal ini memicu konflik kepentingan antara orang orang yang berkompeten dalam kubu NH untuk mendapatkan keuntugan pribadi dalam kisruh ini, hal ini juga menjadi tanda Tanya besar dimana gugatan yang dibuat oleh Pengugat (Rais dan Ketut) mengajukan gugatan tidak mengacu pada substansi permasalahan yang mendasar (AD/ART dan Kepres No. 6/2011) sehingga gugatan yang diajukan
Pasti akan dengan mudah dimentahkan
Selain itu yang paling janggal dan tidak lazim dalam sebuah perkara perdata adalah putusan Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut dengan tegas menolak gugatan Penggugat, akan tetapi menerima Semua Gugatan Rekonvensi Tergugat (NH) dimana putusan tersebut justru menjustifikasi semua perbuatan NH dibenarkan menurut hukum yang berlaku.
Ini adalah sebuah putusan yang Janggal dan Tidak Lazim karena semua gugatan balik tersebut diterima, dan yang paling aneh adalah tidak berdasar pada norma aturan organisasi (AD/ART) yang mensyaratkan Munas khsusus pembahasan perubahan AD/ART harus didahului adanya pengesahan dari pemerintah berupa kepres.
Bahwa menindak lanjuti hal tersebut, sehubungan dengan putusan pengadilan Negeri Makassar yang tumpang tindih bahkan terkesan dipaksakan maka seharusnya sebagai pemberi keadilan hukum seyogyanya melihat berbagai aspek dan fakta hukum serta norma hukum yang berlaku tidak semata berdasar dari gugatan balik tersebut.
Perlu kami garis bawahi, dalam hal menafsirkan suatu aturan diperlukan keseragaman pemahaman yang cukup agar penafsiran dan kesimpulan yang dibuat tidak “terkesan sepihak” Baik itu dari pihak manapun sehingga selaras dalam menafsirkan norma hukum yang terkait.
Kesimpulan
Bahwa berdasarkan Fakta dan Peristiwa dilanjutkan dengan Analisis fakta, maka :
- Perbuatan NH yang mencoba memaksakan kehendak dengan jalan menjustifikasi kan dirinya sebagai ketua Dekopin merupakan sebuah Pelanggaran Hukum yang berat oleh karena berbagai norma hukum yang dilanggar untuk menjadian organisasi sebagai milik pribadi dengan mengabaikan aturan hukum yang berlaku.
- Terkait dengan putusan Banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta merupakan sebuah putusan yang menghargai norma hukum yang berlaku dalam organisasi tersebut sebagai sebuah patron hukum yang harus ditaati oleh semua pihak terkait dalam organisasi sebagaiman yang diamanatkan oleh Undang undang (Equality Before The Law).
- Marwah organisasi sebagai penggiat Koperasi harus dijaga oleh semua pihak agar tidak dimanfaatkan oleh orang orang yang tidak mempunyai kepentingan, dimana organisasi tersebut JANGAN dijadikan sebagai mesin pencari uang untuk kepentingan pribadi atau golongan orang orang tertentu.
Demikian legal opini ini kami buat sebagai bahan pertimbangan atas keluarnya dua putusan hukum yang berbeda dan mempunyai kekuatan hukum yang berbeda pula sehingga menimbulkan plolemik dalam masyarakat yang menyikapi kisruh tersebut. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.