LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Rocky Gerung soroti sanksi skors kepada lima orang mahasiswa di Universitas Islam Negeri Makassar (UIN) Alauddin Makassar. Namun kabar terakhir tercatat yang diterima media terdapat 18 mahasiswa UIN yang mendapatkan sanksi.
Kelimanya terlibat aksi demonstrasi di depan gedung rektor beberapa waktu lalu. Mereka diantaranya, Ridwan, Muhammad Nur Haikal, Tri Yoga des, Muhammad Rasul Asis, dan Musyawir Nafil.
Bermula mahasiswa UIN Alauddin Makassar melakukan aksi protes terhadap keputusan Rektor melalui Surat Edaran Nomor: 259 Tahun 2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Lingkup UIN Alaudin Makassar.
Dalam dialog kebangsaan yang digelar di Gedung Ammanagappa, Universitas Negeri Makassar (UNM), Kamis (29/8).
Dialog itu di kemas dengan tema Temu Wacana-Rembuk Gagasan: Pemuda, Ide dan Aksi. Dialog itu disponsori oleh BEM Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan HMI Komisariat Hukum UMI.
Rocky menyebut Rektor dan Mahasiswa satu kesatuan yang merupakan sivitas akademika.
Bahkan kata filsuf sekaligus akademikus itu mengatakan Rektor dan Mahasiswa punya hak yang sama untuk mengucapkan pikiran.
“Baik Rektor dan mahasiswa kedua duanya adalah sivitas akademika, punya hak yang sama,” ujar pendiri Setara Institute dan fellow pada Perhimpunan Pendidikan Demokrasi. Kamis (29/8)
Rektor dan Mahasiswa punya hak akademis yang sama untuk mengucapkan pikiran. Itu dasarnya,” kata Rocky menegaskan.
“Jadi rektor ini tidak tahu apa yang disebut sivitas akademika, akademika artinya berpikir, sivitas artinya menghidupkan pikiran,” timpal Rocky Gerung.
“Jadi itu namanya sivitas akademika,” tegas Rocky yang pernah mengajar selama 15 tahun di Universitas Indonesia.
Bahkan kata Rocky, Prof. Hamdan Juhannis, yang baru baru ini telah dianugerahi penghargaan sebagai Tokoh Akademisi dalam ajang Kabar Awards 2024. Menskors mahasiswanya adalah tolol.
Bahkan dikatakannya mahasiswa yang diberi sanksi drop out (DO) apabila mahasiswa itu bodoh.
“Jadi itu, rektor itu justru dia membatalkan kader dia sendiri dengan menskors mahasiswa, kan tolol itu rektornya,” tegas Rocky.
“Mahasiswa aktivis tidak seharusnya diberi sanksi. Memecat mahasiswa, menskorsing, kapan mahasiswa boleh di-DO?” tutur Rocky.
“Kalau dia bodoh, kalau dia tolol, kalau dia dungu,” katanya.
“Bukan karena dia aktivis, bukan karena dia demo, nggak ada prinsipnya di seluruh dunia,” imbuh Rocky
“Kapasitas rektor menuntun perdebatan rasional, bukan mengeluarkan surat, dibuang aja, robek aja,” tegas dia.
Ketua Dema Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Muhammad Nur Haikal menanggapi kebijakan kampus melalui surat edaran nomor 259 tentang penyampaian aspirasi yang pada pokoknya harus melakukan surat penyampaian aksi dan harus mendapat izin melalui surat balasan tertulis oleh dekan atau rektor.
Kampus peradaban telah membungkam kebebasan berekspresi yang sejatinya telah dijamin dalam pasal 28 E UUD 1945, Untuk mahasiswa menyuarakan pendapatnya dimuka umum.
Hal senada juga disuarakan oleh ketua umum dewan pimpinan cabang perhimpunan mahasiswa hukum indonesia makassar. Ridwan selaku Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Menilai bahwa surat edaran nomor 259 telah melabrak konstitusi.
Surat edaran tersebut menurutnya telah mengekang hak demokrasi dan hak asasi manusia yang telah dilindungi oleh Konstitusi melalui Pasal 28 E yang Berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan Berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 Tentang Hak Asasi Manusia memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat.
Ridwan juga mengaku kaget atas keluarnya SK skorsing oleh pimpinan kampus UIN Alauddin terhadap dirinya dengan beberapa mahasiswa lainnya sebagai sangksi kode etik kampus pasca ia melakukan aksi penyampaian aspirasi.
Ia menilai skorsing itu tidak memiliki kekuatan hukum, Surat Edaran statusnya hanya sebagai surat petunjuk teknis terhadap suatu hal sehingga Ia tidak mengikat dan tidak punya sanksi.
Bahkan ia juga merasa sama sekali tidak melakukan pelanggaran pada saat melakukan tindakan penyampaian aspirasi didepan rektorat pada tanggal 31 Juli 2024 karena dilakukan sesuai dengan aturan statuta kampus dan tata tertib/Buku saku kampus.
Atas keluarnya surat edaran dan SK skorsing kepada mahasiswa. Kelima mahasiswa itu berencana akan mengajukan keberatan ke Dewan Kehormatan Universitas dan upaya Hukum Gugatan Ke PTUN, Judicial Review Ke Mahkamah Agung RI dan Tembusan Ke Kementerian Agama Republik Indonesia. Tutupnya. (**)