Oleh: Hasrullah, Dosen Komunikasi Fisip Unhas
LEGIONNEWS.COM – OPONI, Dramatikal kampanye politik telah ditabu. Ketiga pasangan Capres-cawapres telah memulai pesan dramatikal di depan publik. Proses pencerahan politik selalu bergandengan dengan pesan pembodohan politik yang dimulai dari media social hingga media “lama”.
Kekuatan media sosial yang mampu mempengaruhi pesta kampanye kali ini dapat mengeksploitasi pikiran dan emosi yang dituangkan dalam pesan Gimmick. Itu drama, dan ekspolitasi alat peraga telah digunakan aktor politik (baca : Capres dan Wacapres) dalam kampanye Pilpres yang akan berlangsung 75 hari.
Dalam kajian komunikasi dan propaganda, gimmick dapat selalu menjadi referensi dan rujukan dalam mendramaturgikan aktor dan narasi dengan tujuan mempersuasi khalayak atau publik. Sayang sekali pengertian gimmick diterjemahkan sebagai eksploitasi pesan untuk mempengaruhi dan memilih calon kandidat. Hanya saja, Gimmick cenderung digunakan untuk kegiatan kampanye apalagi di masa saat ini.
Gimmick dalam kontestasi politik akan digunakan sebagai iklan politik (baca : senjata politik) untuk mempengaruhi pemilih. Strategi marketing dicoba dibangun di pikiran dan perasaan rakyat bahwa dialah sosok yang pantas untuk dipilih untuk memenangkan pesta demokrasi.
Sudah pasti, kalau ada 3 (tiga) calon karena keterbatasan narasi politik dalam mengkampanyekan politik sudah hampir dipastikan akan menggunakan Gimmick yang cenderung : rasional, mengeksploitasi emosi, marketing hadiah, hingga “konser joget” yang jauh dari rasional konsep kampanye yang mencerdaskan.
Metode komunikasi yang akan digunakan tentu “barang dagang politik” akan memakai cara yang mengeksploitasi emosi dengan iming-iming hadiah dan menghindari diskusi publik dan kegiatan rasional lainnya.
Yang tak rasional lagi, keputusan KPU pusat dalam debat Capres-Cawapres terbaru, berupa wacana menghilangkan debat Cawapres dalam cara debat. Semoga kabar buruk ini tidak menjadi kenyataan. Jika itu terjadi, maka Gimmick yang rasional dalam menunjukan wawasan dan kemampuan analisis intelektual akan memastikan “meredupkan” wacana rasional dalam mengelola secara rasional. Alasan lain, tidak adanya adu argument dan analisis debat Cawapres, menunjukkan betapa kontestasi wacana dalam debat tidak menunjukkan kapasitas intelektual yang dimiliki pasangan calon.
Tampilan Gimmick yang coba dibranding masing-masing pasangan calon apakah itu pasangan: Anies-Cak Imin, Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, sebagai pesan yang disampaikan tentu yang lebih kritis dan konseptual.
Hal tersebut dimaksudkan agar Gimmick yang ditampilkan tidak hanya pesan dramatikal atau teatrikal dengan pesan aksi tipu muslihat (Baca: John M. Echols, 2023).
Jangan lagi rakyat dieksploitasi untuk tujuan pragmatis dengan menghilangkan esensi demokrasi di mana rakyat berhak mendapatkan tokoh sekaliber Presiden dan Wakil Presiden tidak hanya pengumpulan massa yang non substantif (suara terbanyak), tapi dalam kepemimpinan nasional setidaknya punya takaran kualitas, kapasitas dan kapabilitas dalam membawa kepemimpinan ke depan.