
LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Warga Tello Baru resmi melaporkan pihak PT. Yosiken Inti Perkasa ke Polda Sulsel, atas dugaan tindak pidana yang terjadi dalam proses pembangunan jalan dan tanggul inspeksi Sungai Tello.
Pada tanggal 6 Desember 2025, seluruh tanaman milik keluarga Barakka Bin Pato diatas lahan yang terletak di Kelurahan Panaikang, seluas 10.65 meter persegi ditumbangkan dengan menggunakan alat berat.
Salah satu ahli waris atas nama Asse (61) sebagai pelapor menyatakan keberatan atas tindakan pihak kontraktor yang membabat ratusan tanaman nipah, termasuk kelapa dan pisang tanpa melalui proses musyawarah penyelesaian.
“Kurang lebih 400 pohon nipah dan kelapa milik saya dirusak, saya berteriak agar proses eksekusi dihentikan tetapi saya tidak direspon. Sebelumnya saya juga tidak pernah dipanggil terkait proses ganti rugi lahan saya yang akan dijadikan jalan,” ungkap Asse.
Pihak keluarga ahli waris Barakka Bin Pato sudah memberikan peringatan kepada pihak kontraktor baik secara langsung maupun dengan memasang papan bicara, namun mereka tetap mengerjakan proyek dengan lanjut menimbun paksa lahan yang belum melalui proses penyelesaian pengadaan tanah.
Pada tanggal 11 Desember 2025, alat berat memaksa menerobos pagar dan papan bicara yang dipasang. Mereka memaksa menimbun, saat warga melakukan penghadangan dan meminta pekerja menghentikan alat berat berupa ekskavator, pihak pekerja PT. Yosiken Inti Perkasa terus melakukan penimbunan. Bahkan salah satu dari mereka melakukan intimidasi dan ancaman ingin menimbun hidup-hidup pemilik tanah.
“Timbun saja dengan tanahnya,” ujar Asse menirukan seruan intimidasi dan ancaman dari pekerja PT. Yosiken Inti Perkasa pada hari itu.
Ia berharap mendapatkan keadilan dan akan memperjuangkan haknya. Laporan ini sebagai upaya atas kesewenang-wenangan yang dialami dirinya dan keluarga.
“Semoga laporan ini bisa ditindaklanjuti, agar tanah kami tidak diganggu sampai adanya proses pembebasan lahan yang adil,” harap Asse dengan mata berkaca-kaca.
Lahan yang terkena dampak pembangunan jalan ini bagian dari lahan seluas 44 are milik Barakka Bin Pato yang sudah dikuasai secara turun temurun bahkan sebelum Indonesia merdeka. Sebagian lahan telah dijual dan menjadi tempat berdirinya SMKS Mastar Makassar. Sisanya berdiri 3 rumah yang masing ditempati ahli waris, termasuk lahan terdampak proyek yang dikelola dan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian untuk kebutuhan sehari-hari.
Proyek Pembangunan jalan milik DSDA CKTR Provinsi Sulawesi Selatan ini menggunakan APBD senilai 16,8 miliar. Namun pengerjaan konstruksi dilaksanakan sebelum pembebasan lahan selesai.
Pembangunan proyek ini dinilai penuh kejanggalan oleh LBH Makassar, selalu kuasa hukum warga Mirayati Amin menilai ada proses pengadaan tanah yang tidak clean and clear. Serta terdapat banyak dugaan pelanggaran proyek jalan Pemprov Sulsel ini.
“Sejak awal proses pengerjaan proyek ini, Pemerintah Provinsi Sulsel, tidak pernah melakukan uji publik atau sosialisasi terhadap warga yang tinggal di sekitar lokasi. Tidak ada upaya musyawarah dengan warga yang lahannya terdampak,” ungkap Mira
Pihak DSDACKTR Sulsel dan kontraktor sebagai pekerjaan teknis di lapangan mencoba melibatkan aparat keamanan untuk melakukan intimidasi. Hal tersebut terlihat pada tanggal 6 Desember 2025, dimana 100 aparat berada di lokasi saat kontraktor membongkar paksa tanaman yang ada di atas lahan.
“Kami menduga kuat, pendekatan dengan kehadiran aparat kepolisian di tengah proses pembebasan tersebut merupakan upaya intimidasi agar warga tidak punya pilihan lain, selain melepas tanahnya,” tegas Mira.
Pemprov Sulsel sebagai pemilik proyek telah mengabaikan fakta historis atas penguasaan lahan warga dan hak warga atas tanah yang secara turun-temurun, tinggal dan hidup di lahan tersebut.
“Dalam laporan dugaan tindak pidana ini, klien kami sudah memasukkan bukti-bukti kuat dan menyiapkan saksi-saksi. Warga tentu akan menempuh segala upaya dalam memperjuangkan haknya,” tegas Mira.
Menurutnya proyek ini juga harus diawasi publik dan lembaga terkait, sebab menggunakan APBD dengan nilai proyek yang cukup besar.
“Tentu kasus ini menjadi pintu, untuk menjadi atensi publik dan lembaga terkait untuk memastikan tidak ada penyelewengan kewenangan dan anggaran dalam perencanaan dan pengerjaan proyek termasuk proses pengadaan tanah yang penuh kejanggalan,” tutup Mira kuasa hukum warga. (*)
























