KUHAP Baru Mengatur 9 Bentuk Upaya Paksa: Penggeledahan dan Penyitaan

0
Ilustrasi undang-undang
Ilustrasi undang-undang

LEGIONNEWS.COM – HUKUM, Dalam keadaan mendesak penggeledahan dan penyitaan bisa dilakukan tanpa izin pengadilan, tapi setelahnya penyidik harus minta persetujuan ketua pengadilan paling lama 2×24 jam.

KUHAP baru mengatur 9 bentuk upaya paksa antara lain penggeledahan dan penyitaan. Sebagai tindakan penyidik dalam hal mencari alat bukti dan membuat terang suatu tindak pidana, penyitaan dan penyidikan kerap dilakukan dalam proses penegakan hukum sebuah perkara.

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengatakan upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan diatur Pasal 5 KUHAP baru. Pelaksanaan upaya paksa bukan pada tahap penyelidikan, tapi penyidikan.

“Harus dilakukan dengan sangat hati-hati dengan syarat yang sangat berat. Lebih berat daripada KUHAP lama,” katanya kepada awak media, Rabu (19/11/2025) lalu.

Ada 7 objek yang dapat digeledah penyidik untuk kepentingan penyidikan. Meliputi rumah atau bangunan, pakaian, badan, alat transportasi, informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau benda lainnya. Sebelum penggeledahan penyidik harus mengantongi izin ketua Pengadilan Negeri (PN). Penggeledahan ditujukan untuk memeriksa dan/atau menyita barang bukti yang terkait tindak pidana.

Dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa izin ketua PN. Keadaan mendesak yang dimaksud mencakup letak geografis yang susah dijangkau, tertangkap tangan, berpotensi berupaya merusak dan menghilangkan barang bukti, dan/atau situasi berdasarkan penilaian penyidik. Setelah itu penyidik paling lama 2×24 jam meminta persetujuan penggeledahan kepada ketua PN. Jika ketua PN menolak memberikan persetujuan, hasil penggeledahan tidak dapat dijadikan alat bukti.

Izin ketua pengadilan juga berlaku untuk penyitaan. Permohonan izin penyitaan yang disodorkan penyidik kepada ketua PN minimal memuat jenis, jumlah dan nilai barang, lokasi, dan alasan penyitaan. Ketua PN wajib menilai secara cermat permohonan tersebut paling lama 2 hari. Ketua PN dapat meminta informasi tambahan ddari penyidik mengenai benda yang akan disita. Kemudian paling lama 2 hari sejak meneliti permohonan izin itu ketua PN wajib menerbitkan penetapan persetujuan atau penolakan.

Sama seperti penggeledahan, dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua PN hanya untuk benda bergerak. Dalam waktu paling lama 5 hari kerja wajib meminta persetujuan penyitaan ketua PN.

Keadaan mendesak yang dimaksud terdiri dari 6 hal;

Pertama, letak geografis yang susah dijangkau.

Kedua, tertangkap tangan.

Ketiga, tersangka berpotensi berupaya merusak dan menghilangkan barang bukti secara nyata.

Keempat, benda atau aset tersebut mudah dipindahkan.

Kelima, adanya ancaman serius terhadap keamanan nasional atau nyawa seseorang yang memerlukan tindakan segera.

Keenam, situasi berdasarkan penilaian Penyidik. Jika ketua PN menolak permohonan izin, hasil penyitaan tidak dapat dijadikan alat bukti.

Penyidik wajib mengembalikan benda yang disita kepada pemilik atau pihak yang menguasai benda yang disita dalam waktu paling lama 3 hari sejak penetapan penolakan diterima.

Ada enam benda

Ada 6 benda yang dapat disita penyidik.

Pertama, benda atau tagihan Tersangka atau Terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

Kedua, benda yang telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.

Ketiga, benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.

Keempat, benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.

Kelima, benda yang tercipta dari suatu tindak pidana.

Keenam, benda yang diduga merupakan hasil tindak pidana namun pemiliknya tidak diketahui.

Ketentuan itu juga berlaku untuk benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau pailit, dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Nilai keseluruhan dari benda yang disita tidak melebihi nilai kerugian akibat tindak pidana. Jika benda sitaan tidak sesuai ketentuan, ketua PN memerintahkan penyidik mengembalikan benda sitaan kepada pemilik dalam waktu paling lama 30 hari.

Benda sitaan yang mudah rusak atau membahayakan sehingga tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dapat diamankan, dimusnahkan atau dilelang penyidik atau penuntut umum dengan persetujuan tersangka atau terdakwa dan/atau advokatnya.

Jika tersangka atau Terdakwa tidak memberikan persetujuan tersebut, penyidik atau penuntut umum membuat berita acara penolakan paling lama 3 hari dan lelang tetap dilaksanakan.

Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang yang memiliki atau menguasai benda yang disita, atau kepada orang yang paling berhak.

Ada 3 alasan pengembalian benda sitaan itu. Pertama, tidak diperlukan lagi untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan.

Kedua, perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata bukan merupakan tindak pidana. Ketiga, perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

Pengembalian benda sitaan dilakukan paling lama 7 hari terhitung sejak benda sitaan tidak lagi diperlukan untuk kepentingan penyidikan, penghentian penyidikan, penuntutan, penghentian penuntutan, perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum, atau perkara ditutup demi hukum.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai penyitaan dalam keadaan mendesak terhadap benda bergerak artinya penyidik dapat menyita benda seperti telepon genggang, gawai, kendaraan, dan lainnya. Persoalannya, alasan-alasan penyitaan dalam kondisi mendesak sangat lentur dan dapat dilakukan atas subjektifitas penyidik tanpa ada batu uji objektif, termasuk alasan ‘situasi berdasarkan penilaian Penyidik’’

“Sehingga rentan digunakan untuk merampas secara sewenang-wenang atau memaksa seseorang untuk menyerahkan barangnya,” ujar Isnur.

Sekalipun setelah melakukan penyitaan dalam keadaan mendesak penyidik harus minta persetujuan ketua PN, Isnur berpendapat hal itu sifatnya administratif persuratan. Tidak memeriksa substansi terhadap penyitaan yang sudah dilakukan. Apalagi KUHAP baru tidak mengatur batu uji yang objektif bagi hakim untuk menilai keadaan mendesak. Mekanisme ini seperti membenarkan praktik kontrol yang selama ini terbukti tidak efektif mencegah penyalahgunaan dan pelanggaran HAM terhadap warga negara. (Sumber: Hukum Online)

Advertisement