Suara Kemanusiaan dari DPRD Sulsel: Andi Syaifuddin Bela Dua Guru Lutra yang Dipecat

0
FOTO: H. Andi Syaifuddin Patahuddin, ST Anggota DPRD Provinsi, Jubir Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
FOTO: H. Andi Syaifuddin Patahuddin, ST Anggota DPRD Provinsi, Jubir Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

MAKASSAR – Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Drs. Rasnal, M.Pd. dan Drs. Abd. Muis, memicu gelombang keprihatinan di kalangan pendidik. Langkah tersebut dinilai tidak adil dan tidak mencerminkan rasa kemanusiaan dalam penegakan disiplin aparatur sipil negara.

Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) asal Luwu Raya dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), H. Andi Syaifuddin Patahuddin, S.T., menilai keputusan itu tidak wajar dan telah menzolimi profesi guru. Ia mendesak agar keputusan tersebut segera ditinjau kembali.

“Saya akan dukung dan mengawal persoalan ini. Kita semua berharap keadilan dapat ditegakkan bagi keduanya, Pak Muis dan Pak Rasnal,” ujar Patahuddin, Sabtu (08/11/2025).

Kasus ini bermula dari kronologi bantuan dana Komite SMAN 1 Luwu Utara tahun 2018–2021, yang kemudian dipermasalahkan oleh penyidik Tipikor Polres Luwu Utara.

Latar belakangnya, sekitar lima tahun lalu, sepuluh guru honorer di sekolah tersebut tidak menerima gaji selama sepuluh bulan karena nama mereka tidak tercantum dalam database Dapodik, sehingga tidak bisa menerima honor dari dana BOS.

Sebagai solusi, kepala sekolah bersama komite dan guru menggelar rapat, lalu menyepakati pengumpulan dana sukarela sebesar Rp20.000 per siswa, tanpa unsur paksaan dan dengan pengecualian bagi orang tua yang kurang mampu.

Namun, inisiatif kemanusiaan itu justru berbuntut panjang setelah sebuah LSM melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian, hingga dua guru tersebut ditetapkan sebagai tersangka.

Proses hukum pun bergulir hingga ke Pengadilan Tipikor Makassar. Persidangan yang berlangsung dari Agustus hingga Desember 2022 menghadirkan berbagai pihak—kepala sekolah, pengurus komite, orang tua siswa, hingga para saksi dari jaksa dan terdakwa.

Hasil akhirnya, kedua terdakwa dibebaskan dari tuntutan karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi; yang ditemukan hanya kesalahan administrasi.

Namun, meski telah diputus bebas, jaksa mengajukan kasasi. Mahkamah Agung kemudian menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada keduanya.

Setelah menjalani hukuman, Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel justru kembali menjatuhkan sanksi berat berupa keputusan PTDH kepada kedua guru tersebut.

Legislator DPRD Sulsel Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai langkah itu terlalu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat keadilan serta penghargaan terhadap pengabdian guru.

Ia menegaskan, berbagai langkah mediasi telah dilakukan untuk mencegah pemecatan tersebut. Komunikasi juga telah dibangun dengan Kepala UPT Siasik Luwu Utara, hingga Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya bidang disiplin pegawai.

“Upaya PGRI Luwu Utara dan PGRI Sulsel dalam mengawal serta mengadvokasi kasus ini patut diapresiasi. PGRI Sulsel bahkan telah menggelar rapat pleno terbuka dengan agenda utama membahas persoalan ini dan menyepakati langkah advokasi hukum bagi kedua guru,” jelasnya.

Ia menambahkan, dirinya telah berkoordinasi dengan pimpinan DPRD Sulsel, khususnya Komisi E yang membidangi pendidikan, untuk memberikan dukungan serta memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus tersebut.

“Atas dasar rasa kemanusiaan dan bukti-bukti yang ada, saya berharap keputusan PTDH terhadap kedua guru ini dapat ditinjau kembali demi tegaknya keadilan dan kemanusiaan,” pungkas Patahuddin.

Advertisement