Oleh: Makmur Idrus_
LEGIONNEWS.COM – OPINI, Dalam setiap perjalanan kepemimpinan, selalu ada masa di mana ide besar tumbuh dari ruang kecil. Saya masih ingat betul, awal tahun 2000-an, ketika nama Ilham Arief Sirajuddin mulai ramai dibicarakan sebagai calon Wali Kota Makassar. Saat itu, pemilihan kepala daerah belum dilakukan secara langsung oleh rakyat, melainkan melalui DPRD.
Disanalah politik terasa hangat, cair, dan masih berpijak pada idealisme serta kedekatan personal.
Kami di GP Ansor Makassar termasuk yang mengusulkan pasangan Ilham Arief Sirajuddin dan Andi Hery Iskandar kepada fraksi-fraksi DPRD. Pertimbangan kami bukan sekadar politik, tapi keseimbangan karakter dan jejaring sosial. Saya masih ingat pertemuan di rumah Pak Ilham di Jalan Sungai Saddang.
Di ruang tamu sederhana itu, saya berkata, “Kita cocok kalau berpasangan dengan Andi Hery Iskandar (ponakan Andi Pananrangi Amir, mantan Ketua PC GP Ansor Makassar).”
Pak Ilham sempat ragu, lalu berkata pelan, “Banyak yang tidak senang”
Saya menjawab tanpa ragu,
“Biar saja, saya akan bantu lobi fraksi PPP.”
Saat itu, politik dijalankan dengan komunikasi langsung dan keyakinan pribadi. Tidak ada konsultan pencitraan, tidak ada algoritma media sosial yang ada hanya niat tulus untuk memperjuangkan figur yang dipercaya bisa membawa perubahan.
Bersama alm. Drs. Kasim Wahab, M.Si. (mantan Ketua KNPI Makassar) dan alm. Andi Takdir (Pace) (Ketua AMPI Makassar), kami membentuk tim kecil yang membantu menyusun konsep visi dan misi pasangan Ilham–Andi Hery. Kami berdiskusi hingga larut malam, bukan soal pembagian jabatan, tapi bagaimana membangun kota yang tertata, transparan, dan punya arah pembangunan yang jelas.
Setelah Ilham resmi terpilih, almarhum Kasim Wahab membentuk lingkar kerja kecil untuk membantu masa awal pemerintahan beliau. Anggotanya adalah:
Alm. Andi Takdir (Pace)
Alm. Kasim Wahab
Makmur Idrus
Suyitno
M. Basri
Muhiddin
Menariknya, hampir semua dari mereka kemudian menduduki jabatan eselon dua di Pemkot Makassar. Hanya saya yang tetap memilih jalur berbeda — menjadi Auditor di Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan. Pernah, lewat almarhum Kasim Wahab, saya ditawari posisi Camat, tapi saya menolak. Saya lebih percaya bahwa pengabdian sejati tidak selalu lewat jabatan; kadang justru lahir dari ruang pengawasan yang sunyi.
Yang paling saya kenang dari Pak Ilham, setiap kali bertemu, beliau tak pernah lupa menanyakan,
“Bagaimana kabar istrimu, anak-anakmu ?”
Sebuah kalimat sederhana, tapi mencerminkan karakter yang penuh perhatian. Ia tidak melihat orang dari jabatan, tapi dari nilai kemanusiaannya. Ia merawat hubungan, bukan sekadar menjaga kekuasaan.
Kini, sebagian sahabat dalam tim kecil itu telah tiada. Namun kenangan tentang masa awal kepemimpinan Ilham Arief Sirajuddin tetap hidup tentang idealisme yang tumbuh di ruang sempit, tentang keberanian mengambil keputusan besar, dan tentang persahabatan yang bertahan melintasi waktu.
Dan saya bersyukur pernah menjadi bagian kecil dari perjalanan itu.
Tentang Penulis:
Makmur Idrus adalah Mantan Auditor Ahli Madya Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, Sesepuh GP Ansor Sulsel, dan Aktivis KNPI.
Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi di UNM, maka dipandang perlu menetapkan Pelaksana Harian Rektor UNM.
Isi surat perintah ini adalah terhitung sejak tanggal 3 November 2025, Prof. Farida bertindak sebagai Pelaksana Harian (Plh.) Rektor UNM sampai ditetapkannya keputusan pemeriksaan disiplin yang diancam dengan hukuman disiplin berat atas nama Prof. Dr. Karta, M.Sn.
Dalam pengambilan keputusan yang mengikat, Prof. Farida diperintahkan untuk berkonsultasi dengan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
Penunjukkan Prof. Farida sebagai Plh. Rektor UNM telah melalui proses konsultasi kepada Rektor Unhas, yang memberikan dukungan sepenuhnya.(*/Ir)

























