
LEGIONNEWS.COM – JAYAPURA, Konflik di West Papua telah memasuki 6 Dekade (1963-2025). Pemerintah Indonesia maupun komunitas internasional terus menutup mata atas konflik dan tragedi kemanusiaan berkepanjangan saat ini di West Papua.
Penembakan dan pembantaian terhadap 15 orang West Papua (masyarakat sipil dan sejumlah anggota TPNPB) di Soanggama Intan Jaya pada 15 Oktober 2025, pukul 05.00 Waktu West Papua oleh militer Indonesia merupakan fakta adanya konflik di West Papua.
Peristiwa pembantaian di Intan Jaya ini ULMWP menyebutnya sebagai tragedi kemanusiaan yang sangat tragis dan memilukan dan melukai hati bangsa Papua. Sejak 2019, banyak warga sipil di Intan Jaya telah menjadi korban penembakan dan pembunuhan sadis. Ribuan rakyat sipil mengungsi dan kehilangan rumah, tanah serta harta benda lainnya.
Pada kurun waktu 6 tahun ini (2019-2025), sejak jaman Presiden kolonial Indonesia Joko Widodo hingga Presiden Prabowo Subianto tidak ada itikad baik dalam penyelesaian konflik berkepanjangan di West Papua.
Kebijakan pemerintah kolonial Indonesia melalui; Pemekaran Provinsi, Otonomi Khusus jilid 1 pada 2001 dan jilid 2 pada 2021 secara sepihak oleh Indonesia, pencanangan infrastruktur dan pendropan pasukan TNI/Polri dan membanjirnya migrasi sipil warga Indonesia yang terus bertambah di West Papua telah menunjukan ketidak seriusan dan ketidakmampuan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan masalah konflik West Papua secara Damai dan bermartabat.
Dalam menyikapi penembakan dan pembantaian terhadap warga sipil dan sejumlah anggota TPNPB di Soanggama Kabupaten Intan Jaya, Presiden Eksekutif ULMWP, Menaseh Tabuni mengutuk keras tindakan pembunuhan terhadap rakyat Papua yang tidak berdosa.
“Satu nyawa orang Papua bagi kami sangat berharga. Karena itu, ULMWP mengutuk dalil apapun, pembunuhan dan pembantaian sadis yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui TNI/Polri terhadap rakyat West Papua di Intan Jaya.” Untuk itu, “saya menyerukan Dewan HAM PBB untuk melakukan investigasi atas kejahatan kemanusiaan pada orang Papua di West Papua.”
Wakil Presiden Eksekutif ULMWP, Octovianus Mote, menyampaikan ungkapan duka cita. Dari USA, saya menyampaikan, ”turut berduka yang mendalam kepada keluarga korban dan saya meminta rakyat West Papua dari Sorong hingga Merauke bersatu dan memberikan dukungan doa dan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Intan Jaya, Mairbrat, Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Puncak Papua dan Lanny Jaya yang saat ini 75.000 orang yang sedang mengungsi.”
ULMWP juga menyerukan kepada rakyat Indonesia, Pacifik dan komunitas Internasional untuk memberikan dukungan doa dan bantuan kemanusiaan kepada rakyat West Papua yang ada di tempat-tempat pengungsian.
ULMWP meminta para pemimpin Melanesia untuk meninjau kembali keberadaan Indonesia sebagai Anggota Asosiasi di MSG (Melanesian Spearhead Group). Sebab faktanya Pemerintah Indonesia melalui TNI/Polri terus membunuh dan membantai rakyat Melanesia di West Papua tanpa mengenal nilai kemanusiaan.
Kepada para pemimpin Dunia kami menyerukan supaya mendesak Presiden Prabawo untuk menghentikan pengiriman pasukan TNI/Polri di West Papua dan menyelesaikan masalah West Papua secara damai sebagaimana, apa yang menjadi resolusi dan desakan pemerintah Indonesia selama ini dalam penyelesaian konflik diberbagai negara khususnya Israel Vs Palestina.
Demikian pernyataan sikap ini, ULMWP keluarkan dengan sesungguhnya untuk ditindaklanjuti oleh para pihak. Pernyataan ini dikelaurkan di Jayapura, West Papua 17 Oktober 2025. (Sumber: Sekretaris Eksekutif ULMWP)
























