Oleh: Makmur Idrus
Mantan Auditor Ahli Madya Pemprov Sulawesi Selatan
LEGIONNEWS.COM – OPINI, Sebanyak 25 pemerintah daerah di Sulawesi Selatan masih bertahan di zona merah pencegahan korupsi. Angka itu bukan sekadar indikator MCP KPK, tapi sinyal bahaya bahwa sistem birokrasi sedang kehilangan arah: pengelolaan aset daerah yang tak tertib, perjalanan dinas yang boros tanpa hasil, dan pengawasan internal (APIP) yang tumpul.
Padahal, KPK sudah berkali-kali turun melakukan supervisi. Mereka datang membawa peta risiko dan rekomendasi perbaikan, bukan ancaman. Namun seperti déjà vu yang berulang, hanya berselang beberapa bulan kemudian, operasi tangkap tangan (OTT) kembali terjadi. Polanya klasik: pembinaan tak dihiraukan, integritas hanya jadi jargon.
Pada 16 Oktober 2025 di Makassar, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak memberikan peringatan keras kepada para kepala daerah di Sulsel. Ia menegaskan, KPK akan memperkuat langkah pencegahan, namun tidak akan memberi toleransi bagi pejabat yang masih nekat bermain proyek, menerima gratifikasi, atau menyalahgunakan wewenang.
“Ketika sudah disetujui dalam APBD, pokok pikiran (Pokir) itu biarkan terlaksana sesuai aturan. Jangan diintervensi, supaya tidak terjadi perbuatan tercela yang merugikan keuangan negara atau daerah,” ujarnya.
Pernyataan Tanak bukan basa-basi, tapi peringatan moral sekaligus yuridis: korupsi di daerah tidak lagi bisa disembunyikan di balik formalitas administrasi.
Yang paling menyedihkan, fungsi pengawasan internal di banyak daerah kini hanya menjadi ornamen birokrasi. Inspektorat yang seharusnya menjadi benteng pencegahan justru sering dijadikan penonton, bahkan pelengkap laporan tahunan. Auditor yang seharusnya berani menegur malah sibuk mencari aman.
Gubernur, bupati, dan wali kota harus berhenti menjadikan pencegahan korupsi sebagai proyek seremonial. Integritas tidak lahir dari baliho atau pidato, tapi dari keberanian menolak praktik kotor yang sudah dianggap “kebiasaan.”
Zona merah bukan sekadar peringatan administratif — ia undangan terbuka bagi KPK untuk datang dengan borgol. Bila perubahan tidak segera dimulai, maka yang datang bukan lagi supervisi, melainkan operasi tangkap tangan.
“Korupsi bukan karena kurang aturan, tapi karena terlalu banyak yang tak mau diatur.”

























