
LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Gelombang kekecewaan publik terhadap proses penerimaan murid baru di Sulawesi Selatan kian memanas. Senin (25/9/2025), ratusan massa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Bumi Tamalanrea Permai (BTP) kembali menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan.
Aksi ini bukan yang pertama. Sebelumnya, massa sudah dua kali melakukan unjuk rasa dengan tuntutan serupa, namun tidak pernah mendapatkan jawaban tegas. Kini, mereka datang dengan tuntutan yang lebih keras: meminta Kepala Dinas Pendidikan Sulsel segera membuka ke publik surat resmi dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI terkait permohonan perubahan kuota SPMB 2025 yang diajukan Dinas Pendidikan Sulsel melalui surat bernomor 400.3.8/8904/DISDIK, tertanggal 5 Juli 2025.
“Sudah saatnya masyarakat tahu, apakah kementerian benar-benar merespons permohonan kuota tambahan itu atau hanya jadi surat tanpa tindak lanjut,” tegas Andi Rahmat Saleh, Jenderal Lapangan aksi.
Dugaan Permainan Data di Balik Dapodik
Lebih jauh, Aliansi Masyarakat BTP menuding adanya praktik manipulasi data oleh oknum di Dinas Pendidikan Sulsel. Mereka menolak keras kebijakan pemindahan data murid yang sudah diterima di SMA Negeri 21 Makassar ke sekolah lain, seperti SMA Negeri 18 Makassar, SMA Negeri 24 Makassar, dan yang paling kontroversial: SMA Negeri 25 Makassar.
Pasalnya, SMA Negeri 25 Makassar hingga kini bahkan belum memiliki gedung permanen.
“Ini jelas mencurigakan. Data murid dipindahkan ke sekolah fiktif gedungnya, seolah-olah ada kebutuhan mendesak, padahal bisa jadi hanya untuk membuka jalan anggaran pembangunan sekolah baru. Kami menduga ada permainan anggaran di balik ini,” ujar Andi Rahmat dengan nada lantang.
Publik Dirugikan, Siapa yang Diuntungkan?
Praktik ini, kata massa, tidak hanya merugikan orang tua dan murid yang terombang-ambing, tapi juga menodai integritas sistem pendidikan di Sulawesi Selatan.
PERTAMA; Murid kehilangan kepastian – Mereka yang sah diterima di SMA Negeri 21 Makassar berpotensi kehilangan hak karena dipindahkan sepihak.
KEDUA; Orang tua dipermainkan– Harus menerima keputusan tidak jelas, bahkan sekolah alternatif yang ditawarkan tidak memiliki sarana memadai.
KETIGA; Anggaran rawan dimainkan – Dugaan publik menguat bahwa pemindahan data ini hanya dijadikan pintu masuk untuk mengamankan proyek pembangunan gedung sekolah baru.
“Kalau benar ada yang bermain di balik data ini, itu bukan hanya persoalan teknis, tapi indikasi korupsi kebijakan pendidikan. Anak-anak dijadikan alat demi kepentingan segelintir orang,” kata salah seorang orator aksi.
Transparansi Dinas Pendidikan Dipertanyakan
Sejak awal, surat permohonan perubahan kuota SPMB 2025 dari Pemprov Sulsel ke Kementerian memang menuai sorotan. Di dalamnya, pemerintah daerah mengakui daya tampung sekolah negeri di Makassar, Gowa, Maros, dan Selayar tidak sebanding dengan jumlah murid pendaftar. Jika tidak ada penambahan kuota, dikhawatirkan angka anak tidak sekolah (ATS) akan meningkat tajam.
Namun, hingga saat ini *Dinas Pendidikan Sulsel bungkam soal apakah kementerian sudah memberi jawaban atau tidak. Sikap diam inilah yang menimbulkan kecurigaan masyarakat.
“Kalau memang sudah ada jawaban, kenapa ditutup-tutupi? Kalau belum ada jawaban, kenapa tidak disampaikan jujur? Publik berhak tahu!” kata Andi Rahmat.
Ancaman Aksi Lebih Besar
Aliansi Masyarakat BTP menegaskan, aksi ini tidak akan berhenti sampai Dinas Pendidikan Sulsel benar-benar membuka dokumen tanggapan resmi dari kementerian dan menghentikan dugaan manipulasi data siswa.
“Kalau dinas masih main kucing-kucingan, kami akan turun dengan massa yang lebih besar. Ini soal nasib anak-anak kita, bukan main-main,” ancam Andi.
Pendidikan Jangan Jadi Lahan Proyek
Pengamat pendidikan menilai, isu yang diangkat massa BTP perlu diseriusi. Jika benar ada permainan data hanya untuk meloloskan anggaran pembangunan, maka pendidikan telah dijadikan lahan proyek, bukan pelayanan publik.
“Ini berbahaya. Pendidikan adalah hak dasar rakyat, bukan komoditas proyek. Pemerintah harus transparan, kalau tidak, kepercayaan publik akan runtuh total,” kata salah seorang akademisi dari Universitas Negeri Makassar.
Publik Menunggu Kejelasan
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan belum memberikan klarifikasi resmi terkait desakan massa aksi maupun dugaan permainan data di Dapodik.
Sementara itu, masyarakat semakin cemas. Orang tua murid berharap agar anak-anak mereka tidak menjadi korban tarik ulur kepentingan politik dan proyek anggaran.
“Kalau benar ada permainan, itu artinya generasi kita sedang dikorbankan demi kepentingan segelintir orang. Ini bukan lagi sekadar soal kuota sekolah, tapi soal masa depan Sulawesi Selatan,” pungkas Andi Rahmat. (*)














![Sudah Lapor ke Kompolnas, Aldin Desak Direskrimum Polda Sulsel Ambil Alih Kasus KDRT Sebabkan Suami Tewas di Gowa FOTO: Kantor Mapolda Sulsel, Tamalanrea Indah, Jl. Perintis Kemerdekaan No.KM.16, Pai, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). [Istimewa]](https://legion-news.com/wp-content/uploads/2024/06/IMG-20240628-WA0151-150x150.jpg)







![Sudah Lapor ke Kompolnas, Aldin Desak Direskrimum Polda Sulsel Ambil Alih Kasus KDRT Sebabkan Suami Tewas di Gowa FOTO: Kantor Mapolda Sulsel, Tamalanrea Indah, Jl. Perintis Kemerdekaan No.KM.16, Pai, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). [Istimewa]](https://legion-news.com/wp-content/uploads/2024/06/IMG-20240628-WA0151-100x70.jpg)

