MAKASSAR – Sidang dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT Masmindo Dwi Area yang berlangsung di Provinsi Sulawesi Selatan pada 29 Juli 2025 digelar secara tertutup. Hal ini memicu sorotan tajam dari aktivis lingkungan hidup di Luwu Raya.
Reski Halim, aktivis lingkungan sekaligus alumni Fakultas Kehutanan Universitas Andi Djemma (Unanda) Palopo, menyayangkan sikap tertutup pemerintah dan perusahaan dalam agenda penting tersebut. Menurutnya, AMDAL adalah instrumen penting dalam memastikan kegiatan pertambangan tidak mengabaikan aspek lingkungan hidup dan hak masyarakat terdampak.
“Kami meminta agar hasil sidang AMDAL ini disosialisasikan secara terbuka kepada publik, khususnya masyarakat Luwu Timur yang berada di sekitar wilayah konsesi PT Masmindo. Transparansi adalah kunci agar masyarakat bisa mengawal bersama proses pembangunan yang berkelanjutan,” tegas Reski Halim.
Ia menambahkan bahwa PT Masmindo selama ini dinilai lebih fokus pada proses pembebasan lahan, namun mengabaikan aspek lingkungan yang justru menjadi akar keresahan masyarakat. Terlebih dalam beberapa waktu terakhir, Luwu dan sekitarnya kerap mengalami bencana banjir dan kerusakan ekosistem, yang dikhawatirkan akan diperparah oleh aktivitas tambang emas tersebut.
Reski juga mendesak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan untuk tidak menjadikan AMDAL sebagai formalitas semata, melainkan sebagai dokumen yang benar-benar merepresentasikan kondisi lapangan dan mempertimbangkan masukan masyarakat.
“Jika proses ini terus ditutup-tutupi, maka kepercayaan publik akan hilang. Kami akan terus mendesak keterbukaan dan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan lingkungan,” tutupnya.

























