Mata Uang Hinga Rencana BRICS Bikin New Development Bank, Bakal Bersaing dengan IMF dan World Bank

0
FOTO: Sebuah gambar uang kertas pecahan 200 dengan simbol negara-negara anggota BRICS beredar luas di media sosial bertepatan dengan pelaksanaan KTT BRICS 2025 di Brasil. FOTO/X
FOTO: Sebuah gambar uang kertas pecahan 200 dengan simbol negara-negara anggota BRICS beredar luas di media sosial bertepatan dengan pelaksanaan KTT BRICS 2025 di Brasil. FOTO/X

LEGIONNEWS.COM – Di Forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-17 di Museum of Modern Art, Rio de Janeiro, Brasil kembali muncul wacana negara negara anggota mendirikan bank.

Lahirnya New Development Bank (NDB) yang diinisiasi oleh BRICS sejak 2014 disebut sebagai jawaban atas lambatnya reformasi lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.

Negara-negara berkembang akhirnya mengambil langkah sendiri untuk memperkuat pembiayaan pembangunan.

Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan, negara-negara berkembang sudah lama kehilangan pengaruh dalam badan-badan multilateral besar.

Sementara reformasi pada institusi warisan Bretton Woods itu berjalan sangat lambat, sehingga BRICS mengambil inisiatif sendiri.

“Tak kalah penting di konteks keuangan dan financial di bawah Bretton Woods institution, dalam hal ini adalah IMF dan World Bank. Nah karena memang selama ini reform di dalam konteks Bretton Woods institution itu sangat lambat, maka BRICS ambil inisiatif membentuk NDB,” ujar Tata dalam konferensi pers usai mendampingi Presiden Prabowo Subianto di KTT BRICS di Brasil, Senin (7/7/2025).

Menurutnya, NDB hadir untuk menjadi opsi pendanaan yang lebih adil bagi negara berkembang.

“Jadi itu lah (NDB) yang menjadi opsi agar negara berkembang itu bisa adress permasalahan pembangunannya, dan pembiayaan pembangunannya sendiri. Itu reform yang mau didorong BRICS dan negara berkembang,” tambah Tata.

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan KTT BRICS mendorong agar NDB lebih agresif memperluas pembiayaan ke negara-negara berkembang.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut usulan itu bagian dari agenda penguatan kemitraan ekonomi negara-negara global south.

“Ini kemitraan ekonomi negara berkembang menjadi sangat penting dan diharapkan bahwa pemanfaatan dari New Development Bank bisa ditingkatkan,” ujar Airlangga.

Ia juga memastikan Indonesia siap bergabung secara aktif dalam NDB untuk mengakses pembiayaan proyek-proyek strategis, terutama yang mendukung transformasi hijau dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Airlangga menyebut potensi pembiayaan dari NDB untuk Indonesia mencapai US$ 39 miliar atau sekitar Rp 627,9 triliun, mencakup 120 proyek energi terbarukan, infrastruktur, serta ekonomi hijau dan sirkular.

Beredar di Media Sosial Uang Kertas BRICS

Sebuah gambar uang kertas pecahan 200 dengan simbol negara-negara anggota BRICS beredar luas di media sosial bertepatan dengan pelaksanaan KTT BRICS 2025 di Brasil.

Uang kertas tersebut menampilkan bendera dan burung nasional dari negara-negara anggota seperti Rusia, China, India, Brasil, dan Afrika Selatan serta anggota baru seperti Iran dan UEA.

Meskipun tampak resmi, uang kertas tersebut ternyata tidak memiliki nilai tukar atau status legal. Menurut berbagai laporan, uang tersebut hanyalah representasi simbolik yang ditampilkan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam Forum Ekonomi Internasional (SPIEF) 2025 di St. Petersburg.

Penampakan uang kertas serupa juga pernah ditunjukkan Putin pada KTT BRICS 2024 di Kazan. Ini menandai tahun kedua berturut-turut Rusia menampilkan prototipe mata uang BRICS dalam forum-forum resmi, meski belum ada keputusan konkret mengenai pembentukan mata uang bersama. Sampai saat ini, mata uang bersama BRICS belum menjadi kenyataan. Gagasan tersebut masih terbentur berbagai perbedaan pandangan di antara negara anggota. Rusia, China, dan Iran menyuarakan urgensi penciptaan mata uang baru guna menghindari dominasi dolar AS, terutama karena dampak sanksi ekonomi dari negara Barat.

Namun, anggota lainnya seperti India, Brasil, Afrika Selatan, dan UEA cenderung lebih berhati-hati. Dilansir dari Watcher Guru, India bahkan secara terbuka menolak pembentukan mata uang BRICS, menyatakan ketidaksepakatannya terhadap ide dominasi satu mata uang dalam blok tersebut. Perbedaan pandangan inilah yang menjadi penghalang utama dalam realisasi proyek ambisius tersebut. Beberapa pihak menilai bahwa Tiongkok tengah memanfaatkan platform BRICS untuk memperluas pengaruh ekonominya secara global. Di sisi lain, Rusia dan Iran memiliki kepentingan geopolitik yang mendesak dalam mencari alternatif terhadap sistem pembayaran internasional berbasis dolar. Keduanya ingin mengurangi ketergantungan terhadap SWIFT dan mendorong sistem transaksi yang lebih inklusif terhadap negara-negara yang terkena sanksi. Meski demikian, uang kertas pecahan 200 yang beredar tersebut sejauh ini hanya bersifat simbolik. Ia tidak memiliki nilai tukar di pasar keuangan internasional dan tidak dapat digunakan sebagai alat tukar resmi untuk barang maupun jasa.

Sejumlah analis menilai tampilan uang tersebut lebih sebagai sinyal politik daripada langkah ekonomi konkret. Hal ini mencerminkan ambisi sebagian anggota BRICS untuk membangun tatanan keuangan global yang lebih multipolar. Peluncuran mata uang bersama BRICS tampaknya masih berada di tahap konsep, jauh dari implementasi nyata. Masa depan proyek ini sangat tergantung pada kesepakatan politik di antara anggota yang memiliki latar belakang ekonomi dan kebijakan luar negeri yang berbeda. (detik/Sindo)

Advertisement