Bawaslu Palopo: Penjaga Demokrasi atau Penonton Pelanggaran?

0

Bawaslu Palopo: Penjaga Demokrasi atau Penonton Pelanggaran?
Oleh: Syafruddin Jalal (Advokat, Mantan Ketua KPU dan Panwaslu Kota Palopo).

Dugaan Kampanye Gelap Frederick Kalalembang Menjadi Ujian Integritas

Bawaslu Kota Palopo kembali berdiri di persimpangan tajam. Kali ini, ujian datang dari dugaan kampanye terselubung yang melibatkan anggota DPR RI, Frederick Kalalembang, dalam kegiatan reses yang seharusnya steril dari praktik politik praktis.

Dalam kegiatan yang didanai APBN itu, sang Anggota Komisi III Fraksi Demokrat tampak didampingi dua anggota DPRD Kota Palopo dari partai yang sama — Cendrana Martani dan Bata Manurung — di tengah warga yang mengacungkan simbol empat jari.

Gestur tersebut mengasosiasikan dukungan kepada pasangan calon Naili Tahir–Ahmad Syarifuddin, usungan Partai Demokrat dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Palopo.

Padahal, PSU belum memasuki masa kampanye.

Video berdurasi 15 detik yang merekam momen ini beredar luas, diberitakan oleh Indeks Media, dan dibahas panas di grup Facebook NGOPI (Ngobrol Politik).

Seorang warganet bernama Haris menulis lantang:
Tabe Bawaslu, bertindak ki… Ini jelas-jelas kampanye kandidat padahal ini agenda reses yang dibiayai dari APBN.

Ini bukan sekadar kecerobohan, tapi dugaan penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan elektoral — sebuah pelanggaran berat.

Penyalahgunaan Reses: Pelanggaran Ganda

Reses adalah hak anggota dewan, tetapi dibiayai oleh uang rakyat. Karena itu, ia wajib bebas dari manuver politik apa pun.

Menyisipkan kampanye, bahkan lewat simbol, dalam forum reses, adalah pelanggaran ganda:
Pelanggaran hukum pemilu, karena kampanye di luar jadwal resmi dilarang. Dan pelanggaran etika jabatan, karena memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Dan perlu dicatat, bahkan bila kegiatan itu terjadi dalam masa kampanye resmi pun, seorang anggota DPR dan DPRD harus mengambil cuti jika ingin berkampanye. Tanpa cuti, apalagi dalam kegiatan berbiaya APBN, aktivitas itu ilegal.

Konsekuensi Hukum dan Etik

Jika pelanggaran ini terbukti, Bawaslu tidak cukup hanya memberikan teguran ringan.

Mereka wajib: menindaklanjuti secara administratif sebagai pelanggaran pemilihan. Selanjutnya, meneruskan kasus ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI untuk pertanggungjawaban etik.

Mengingat persoalan ini memanaskan diskusi dalam masyarakat, maka Bawaslu harus lebih transparan dalam penanganannya.

Transparansi tersebut penting dilakukan sebab masyarakat memiliki hak untuk melaporkan langsung ke MKD, sebagai bentuk perlawanan terhadap penyalahgunaan kekuasaan.

Bawaslu Palopo: Mau Menegakkan Hukum atau Membiarkan Demokrasi Dilecehkan?

Kini, seluruh mata — bukan hanya di Palopo, tetapi seluruh penjuru demokrasi — menatap Bawaslu Palopo.

Kalau Bawaslu lambat, ragu, atau bahkan diam, bukan hanya nama baik mereka yang runtuh. Tapi juga kepercayaan rakyat terhadap seluruh mekanisme demokrasi di Kota Palopo.

Apalagi, luka PSU sebelumnya masih membekas. Bawaslu dicurigai abai, lamban, bahkan terlalu lunak terhadap pelanggaran yang terjadi.

Pilihan kini ada di tangan Bawaslu: menjadi penjaga integritas pemilu, atau tercatat dalam sejarah sebagai penonton bisu pelanggaran demokrasi.

Tidak ada jalan tengah. Dan publik akan mengingat — siapa yang berdiri membela demokrasi, dan siapa yang bersembunyi di balik meja birokrasi.

Sebagai warga negara, kita berhak dan wajib mengawal proses ini. Demokrasi tidak boleh dibiarkan dikoyak begitu saja.

—-

Salam,
Penulis,
Advokat, Mantan Ketua KPU dan Panwaslu Kota Palopo.

Advertisement